Aku, Niko dan Ibu tertidur pulas di derasnya hujan yang saat ini sedang turun. Hujan ini seakan mengagetkanku dan akhirnya aku terbangun untuk melihat kondisi sekitarku. Namun, tidak ada yang terjadi sama sekali, tetapi tidak lama aku mendengar Ibu batuk sangat keras dan membuatku khawatir dan langsung melihatnya.
''Ibu... Ibu tidak apa?'' kataku panik.
''Huk... huk...'' Hanya batuk yang bisa kudengar dari ibu.
Aku meletakkan tanganku di atas kepala Ibu untuk mengecek kesehatannya, tapi dahinya sangat panas. Aku bingung harus membuat apa.
''Aduh, badan ibu panas sekali.'' Aku sudah panik dan bingung untuk berbuat apa.
Aku teringat dengan pesan kak Feri jika terjadi apa-apa kamu bisa hubungi kakak dengan nomor ini.
'Yah, nomor itu. Dimana aku menyimpannya.' Mencari di setiap sudut tempat.
'Oh ia, di kotak pensil.' Aku sengaja meletakkan disana agar tidak lupa karena itu juga pemberian dari kak Feri.
Aku terus menelpon, menunggu. Namun, tidak ada jawaban dari sana. Aku khawatir kondisi Ibu semakin memburuk.
'Tuhan, tolong selamatkan Ibu. Aku tidak mau Ibu kenapa-kenapa ya Tuhan.'
'Kak Feri tolong angkat. Ibu Kak, Ibu butuh pertolongan Kakak.'
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, aku berpikir bahwa tidak heran kak Feri tidak mengangkat ponselnya. Aku terus menelpon Kak Feri karena hanya dia yang bisa membantu aku saat ini.
''Hallo,'' terdengar suara serak yang baru bangun dari sana.
''Hallo, Kak. Ini aku Ria. Ibu Kak Ibu. Ibu sakit lagi Kak.'' Ucapku sangat cepat.
''Ha? Iya Ri. Iya. Kamu tenang jangan panik. Jaga Ibu sampai kakak datang. Kakak segera datang ke sana.''
''Ya, Kak.'' Mematikan ponsel dengan cepat, dan langsung menjaga ibu memegang tangannya.
'Tuhan selamatkan Ibu, Ria gak mau terjadi hal yang buruk sama Ibu.''
Beberapa jam kemudian Kak Feri datang. Tanpa berbasa-basi Kak Feri langsung mengangkat Ibu ke mobil yang aku sendiri tidak tahu itu mobil siapa.
Aku membangunkan adikku yang masih tertidur pulas, dan langsung bergegas membawa ibu ke rumah sakit.
''Kak, Ibu kenapa? Kenapa malam-malam gini kita di rumah sakit?'' Tanya adikku yang masih mengantuk. Tentu saja, aku rasa dia sudah bermimpi ke rumah chocolate impiannya.
''Gak tau Ko. Kakak juga khawatir. Kita berdoa ya semoga Ibu tidak apa-apa.'' Aku harus tegar apa pun yang terjadi karena itu janjiku pada ibu.
''Kakak minta maaf ya Ri. Tadi sempat terlambat mengangkat telpon kamu. Untung kamu langsung menelpon Kakak, dan untungnya langsung ditangani oleh dokter.'' Mata Kak Feri yang terlihat masih mengantuk juga membuatnya seakan sedih dengan kejadian yang menimpa ibu.
''Tidak apa Kak. Aku yang harus berterima kasih kalau gak ada Kakak. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat.''
''Tapi Ibu bakal baik-baik aja kan Kak?'' Aku lemah tidak bisa berkata apa pun lagi.
''Kita doakan aja semoga Ibu baik-baik aja ya Ri.'' Memeluk aku dan Niko dengan lembut.
Beberapa jam dokter dan suster itu menghabiskan waktunya di dalam ruangan tempat ibuku diperiksa. Namun, tidak ada yang keluar sedikit pun. Kami mulai khawatir. Akhirnya, kami terus menunggu. Sampai dokter dan susternya keluar. Mereka keluar dengan wajah yang tidak bisa diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
FantasyMalaikat? Kata ibu. Malaikat itu benar-benar ada dan selalu bersama-sama dengan kita untuk terus melindungi kita walau dari jauh. Tetapi... Apakah aku hanya bermimpi bertemu dengan nya? Apa aku hanya berkhayal bertemu dengan malaikat? Karena aku mer...