"Selamat pagi, semua," Ucapku riang. Menghampiri meja makan yang sudah ramai. Ada Mama, Papa, Zian adikku, dan Kak Sindy sepupuku.
"Pagi," hanya kak Sindy yang menjawab. Sedangkan kedua orangtuaku hanya tersenyum. Dan Zian yang seperti pagi-pagi sebelumnya hanya mendengus, "Lebay," gumamnya, dan aku akan membalasnya dengan menjambak rambutnya yang udah rapi.
Setelah itu, Zian akan berkata "Rese lo," aku hanya menjulurkan lidah mengejeknya "Bodo," jawabku. Terakhir, teguran Mama yang menjadi penutup sebelum sarapan dimulai "Kak, Adek" Lerainya. Aku tersenyum merasakan kehangatan ini. Aku bersyukur di anugerahi keluarga yang harmonis. Ya Allah terimakasih gumamku.
"Kak Sindy kuliah gak hari ini?" Tanyaku. Kak Sindy menoleh sambil meminum Susunya, "Nggak kayanya, dah mau wisuda ini jadi bebas," jawabnya riang.
"Jadi pengen cepet wisuda deh, aku juga" Timpalku. Kak Sindy tertawa, "Makanya kuliah yang bener, bukannya nonton drama gak jelas," Bukan kak Sindy tapi Si Zian tengil yang bicara. Aku menatapnya kesal "Apa?" Tanyanya santai.
"Lo juga, jangan maen game mulu," Balasku. Zian hanya mengedikan bahu acuh. Mama Papa menatap kami dengan pandangan bosan. Aku mendengus dengan keras, sengaja biar mereka mengerti aku sedang kesal.
"Biasa aja kali, Kak." Ucap Zian. Kemudian dia bangkit sambil tertawa, "Aku berangkat" Pamitnya sambil mencium tangan Mama Papa.
Kemudian disusul Kak Sindy.
"Kamu mau berangkat bareng Papa, Kak?" Tanya Papa.
"Nggak deh Pa, aku masih jam sembilan kok masuknya," Jawabku. Papa mengangguk kemudian berdiri diikuti Mama. Seperti biasa, ritual berangkat pagi Papa harus diikuti Mama. Aku terkikik geli, lucu saja melihat mereka seperti itu. Ah, semoga suamiku kelak sehebat Papa. Aih, pipiku terasa panas. Astaga, masih pagi otakku udah aneh aja. Haha------
"Lapernyaaa," Vivi,sahabatku bergumam.
"Kantin yu," ajaknya. Aku mengangguk menyetujui.
Barusan adalah jam terakhir kuliahku, dosennya lumayan bikin ngantuk dan lapar bersamaan.
Aku kuliah di salah satu Perguruan tinggi swasta di Jakarta, mengambil jurusan Bahasa dan Sastra. Sebenarnya, aku gak ada niat untuk kuliah hanya mengikuti teman-temanku saja. Aku lebih suka berkutat di dapur, bereksperimen dengan Tepung dan Telur. Lagi-lagi, Zian si biang onar mengompori orangtuaku,menyuruhku kuliah daripada diam gak jelas. Toh, Papa masih sanggup mencukupiku, begitu kata mama waktu itu. Ya sudah, memangnya aku bisa apa selain menyetujuinya, kan?
Tahun ini aku menginjak semester lima, umurku dua puluh satu tahun.
Kembali ke Vivi, kini sahabatku itu sedang mengantre makanan. Aku memainkan ponsel, membuka instagram, melihat postingan terbaru dari Ztao mantan personel EXO.
"Ya ampun, kok makin ganteng sih," Gumamku sambil tersenyum.
"Gantengan gue kali, Ai.." Tanpa menoleh pun aku tahu dia siapa. Jadi, aku tetap menekuri ponselku, enggan menjawab manusia antah berantah itu. Aku kembali tersenyum, melihat photo Ztao yang lucu, menggunakan bando dengan ekspresi imut.
"Makanan datang," Vivi bersuara.
"Eh, ada Ikmalnya Ai.." Vivi terkikik. Memang, siapa lagi yang memanggilku Ai selain cowok sok ganteng itu, alias Ik... , Ck, yah tadi Vivi sudah menyebutkannya, kan? Aku alergi menyebut namanya, anyway.
"Ai, kapan gue jadi pacar lo," Tanyanya.
"Gantungin orang lama-lama dosa tau, makanya cepet bilang 'Yes, I Will' , gitu.." Aku memutar mata jengah, masih enggan menjawab aku mengambil Jatah makan siangku, seporsi bakso. Hanya Bakso tanpa kawan-kawannya. Aku kurang menyukai sayuran soalnya.
"Gas terus, Mal.." Vivi menyemangati. Sambil terkikik tentunya.
"Yang dosa tuh pacaran, bukan gantungin orang kek Lo," Ucapku ketus. Melahap bakso berukuran sedang tanpa dipotong-potong dulu. Cowok ini, benar-benar menyebalkan.
"Ya, kan ntar gue nikahin Lo, Ai.." Jawabnya.
"Atau, jangan-jangan ini kode, Lo minta dilamar?" Tambahnya bersemangat.
"Astaga, kok gue gak ngeuh ya?, cewek sekarang kan lebih suka di halalin dari pada di pacarin," Dia masih mengoceh. Terserahlah, suka-suka dia saja.
"Lo kaya korban Meme- meme di Facebook, Mal.. Sumpah." Vivi terbahak, mendengar ucapan barusan.
"Tapi, bener sih. Sekarang kan jamannya pacaran ama siapa, nikahnya ama siapa." Kembali, Vivi menyetujui. Sebenarnya, Vivi ini sahabat siapa sih?
"Vi, Lo temen gue bukan sih?," Tanyaku sebal. Vivi makin terbahak, apanya yang lucu, sih?
"Mulai sekarang gue temennya Ikmal," Jawabnya.
"Nyebelim banget sih Lo,"
"Jadi, gimana Ai?" Aku menoleh.
"Apa?" Jawabku ketus.
"Kapan mau dilamar?" Lanjutnya. Sambil tersenyum jahil. Aku berdiri, memandang marah pada cowok antah berantah tersebut.
"Cabut, Vi" Ajakku. Aku berjalan cepat, menuju parkiran. Malas menunggu Vivi.
Setibanya di parkiran aku langsung memesan Ojek online, ini udah jam tiga sore, waktunya pulang.
Vivi tiba 5 menit kemudian, dia misuh-misuh.
"Kenapa sih Lo kalo ketemu Ikmal suka sewot gitu," Dia tahu jawabannya tapi tetap bertanya. Aku memutar mata jengah, sambil bersedakap.
"Lo tau kenapa," Jawabku malas. Sekarang Vivi yang memutar mata jengah.
"Gue udah pesen Ojol, lo mau pulang gak?" Tanyaku.
"Pulang, dijemput Rion dong," Jawabnya bangga, termasuk ada nada mengejek didalamnya. Rion itu pacarnya Vivi, usianya terpaut 7 tahun, seorang pengusaha muda. Eh, punya restoran pribadi termasuk pengusaha bukan, sih? Ah, intinya Rion ini punya usaha restoran dan cafe, dan tahun depan mereka akan menikah.
Aku mendengkus menanggapi ejekan Vivi.
"Makanya termia aja si Ikmal, ganteng kok dia," Saran yang sangat tidak bermutu.
"Tuh, Rion udah dateng, sono pergi Lo" ucapku. Enggan menanggapi yang barusan Vivi ucapkan. Setelah itu, Vivi menghampiri Rion, terlihat mereka saling senyum, Rion yang mengacak rambut Vivi dengan sayang, sedangkan Vivi berlagak sok imut.
"Cih, bunglon banget si Vivi, kek belum pernah digituin aja," dengusku geli. Tapi, tak urung aku tersenyum juga, beruntung sekali Vivi bisa menikah dengan Rion nanti.
Tak lama kemudian Ojek onlineku tiba,aku bergegas naik dan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGKAHKU TERTUJU PADAMU
ChickLit"Ai, boleh gak Aku nyerah?" Ucap seorang pemuda. Namanya Ikmal. Ikmal Maulana Malik Ibrahim. Seseorang yang Ikmal ajak bicara hanya bergeming, membuang pandangan ke samping kiri. Diam. Ikmal maju, menghampiri gadisnya. Iya, gadisnya. Karena, setelah...