Namanya Ikmal, cowok yang katanya cinta itu. Umurnya dua tahun diatasku, dua puluh tiga. Harusnya dia udah lulus, kan? Tapi, aku gak tau kenapa dia masih jadi mahasiswa. Lagi pula, apa peduliku dengan alasannya.
Jam sudah menunjukan pukul dua siang, aku baru saja keluar dari kelas ketiga. Perutku sudah keroncongan. Ah iya, Ikmal menepati janjinya untuk gak menemuiku hari ini.Sejak pagi aku merasa tentram, damai aja gitu. Gak tiba-tiba darah tinggi. Hehe
Hari ini, Vivi ijin tidak masuk, Diare katanya, jadi aku harus puas dengan makan sendiri.
"Hai," Ucap seseorang, aku mendongak.
"Kak Gio,"
"Hai," Jawabku. Ya ampun, kak Gio makin ganteng aja. Kak Gio ini kakak kelasku, hanya beda setahun. Dan aku sudah lama mengaguminya.
"Sendiri aja, Rin? Tumben gak bareng Vivi?" Tanyanya ramah sambil tersenyum memarken lesung pipitnya yang aduhai. Aduh, aku kan jadi gugup disenyumin cowok ganteng. Sebentar, kok dia tahu aku sering bareng Vivi? Kan, aku jadi baper.
"Eh, iya Kak. Vivi sakit, jadi gak masuk," Jawabku. Kak Gio kembali tersenyum, kemudian matanya mengelilingi kantin.
"Belum pesen, kan?" Tanyanya, Aku menggeleng.
"Mau pesen apa, biar aku pesenin, sekalian." Tawarnya. Ya ampun, perasaan apa ini? Kok deg-degan ya?
"Gak usah Kak, aku bisa sendiri kok," Harus pura-pura jual mahal, itu kata Vivi. Dalam hati aku tertawa.
"Semangkok bakso doang, kan? Tanpa campuran apapun, kecuali saus dan sambal, minumnya Air putih atau lemon tea?" Astaga Dia tahu makanan kesukaanku. Aku berdehem, gugup sekali ya Tuhan. Pekikku dalam hati, tapi harus jaga image. Oke, tarik nafas.
"Eh, kok kakak tau?" Aduh, kesinggung gak ya Kak Gio?
"Tau, Lah.. Jadi?" Jawabnya. Sok misterius, bikin makin penasaran aja.
"Air putih aja, Makasih ya Kak," Dia hanya mengangguk, kemudian berlalu dengan tubuh tegapnya. Berjalan dengan agak angkuh tapi terlihat berwibawa, ya seperti ketua-ketua organisasi lainnya lah, Gagah. Aku tersenyum memperhatikan kak Gio yang berdiri di stand makanan. Ya ampun, aku gugup makan siang agak sore bareng cowok populer. 10 menit ini terasa hanya dua detik, tiba-tiba Kak Gio sudah ada dihadapanku dengan dua mangkok bakso, tentu saja satu porsi berisi kesukaanku.
"Selamat makan, tuan puteri.." Ucapnya sambil tersenyum sangat manis, membuatku ingin menusuk-nusuk lesung pipitnya. Mama, anakmu gugup.
"Makasih, Kak. Selamat makan," Pangeran Tambahku dalam hati. Kemudian aku menunduk, menyembunyikan senyum juga rasa panas yang mulai naik ke telinga, aku rasa mukaku merah juga. Dengan perlahan aku mulai memakan bakso, tidak satu butir masuk ke mulut seperti dihadapan cowok aneh itu, aku harus berusaha jaga image, bukan? Di hadapan kak Gio."Pulang naik apa, Rin?" Tanyanya setelah menandaskan seporsi bakso miliknya.
"Ojek keknya, kak." Jawabku. Apa kak Gio mau mengantarku pulang? Terkaku dalam hati.
"Oh, sebenernya Kakak mau banget nganterin kamu pulang, tapi Kakak ada acara abis ini, maaf ya Rin." Ucaapnya dengan raut agak sedih. Iya, karena aki gak tau tepatnya ekspresi apa, yang jelas matanya sendu sekaligus teduh menatapku. Aku tersenyum, "Gak pa-pa kok, Kak. Aku bisa sendiri," Ucapku.
"Yaudah, aku temenin ke parkiran, Yuk?" Ajaknya. Kemudian berdiri, mengulurkan tangannya padaku. Euh, apa aku harus menerimanya? Ya ampun, kami belum ada status apa-apa, masa harus gandengan tangan? Nanti, kalau aku dikira cewek murahan gimana? Jual mahal, itu kata Vivi.
Aku berdiri, tanpa menyentuh tangannya.
"Yuk, Kak." Kak Gio menatapku heran, tapi kemudian ekspresinya kembali teduh dan hangat.
Kami berjalan berdampingan, dengan obrolan seputar orang tua Kak Gio yang menyuruhnya menjadi Dokter, sedangkan ia lebih suka seni dan sastra. Aku hanya mendengarkan, begini rasanya ketika cowok ganteng yang kita suka, menceritakan hal pribadinya ke kita, senang sekaligus gugup. Seperti di anggap orang penting.
"Makasih ya Kak, udah nemenin.." Ucapku setibanya di parkiran. Kak Gio mengangguk, "Kapan-kapan, boleh kan kita makan siang lagi?" Tanyanya. Aku mengangguk, gak bisa nolak. Ojekku telah tiba, aku pamit. Kak Gio tersenyum, aku berjalan mendekati Ojek.
"Airin," Panggilnya. Aku menoleh, kak Gio menghampiriku, "Hati-hati," Ucapnya. Kemudian mengusap kepalaku dengan lembut. Aku rasa pipiku akan memerah, karena sudah terasa panas ke telinga. Aku menunduk, menyelipkan rambut ketelinga, tanda bahwa aku sangat gugup. "Merah, Cantik" Ucapnya lagi. Aduh Mama, anakmu baper.
"Airin pulang dulu, ya Kak," Pamitku. Gak tahan, dag dig dug, ya ampum. Kak Gio mengangguk, kemudian aku pulang naik Ojek yang aku pesan.--
Setelah maghrib, aku turun ke lantai bawah. Mungkin coklat panas cocok untuk petanv yang dingin ini, hujan dari tadi belum berhenti. Walau gak terlalu besar, tetap saja hawa dingin mulai terasa.
Setelah membuat segelas coklat panas, aku berniat kembali ke kamar. Mama Papa sepertinya belum pulang, katanya mau menghadiri ulang tahun teman Papa.
Ah, mending ke kamar Zian aja.
"Woy!" Aku berteriak ditelinganya.
"Kambing," Umpatnya. Pasti dia kesal sekali, aku kagetkan. Aku hanya mengedikan bahu, tak merasa bersalah. Salah siapa sibuk dengan ponsel sendiri? Aku duduk di sampingnya, di atas ranjang single warna biru.
"Salam dulu, kek. Ini tuh privasi tahu, Kak." Decaknya sambil mendumel. Memangnya aku ?"Udah salam, Lo nya aja gak denger, gimana mau denger kalo telinga ditutupin headset." Ucapku berbohong. Zian hanya mendelik, kemudian kembali fokus ke Ponselnya.
"Laki-laki dan Game," Gumamku. Kemudian berbaring diranjang Zian, memperhatikan kamarnya yang gak berubah sejak dulu.
"Atas Bang, Haritnya sekarat," Ucap Zian. Aku menoleh,
"Ngomong ama siapa sih?" Tanyaku. Zian hanya fokus ke ponsel, aku melihatnya. Sedang main game. Aku memutar mata jengah.
"Mampus kau, mati." Ucapnya. Aku tak berniat bertanya, masih asik dengan ponselku. Melihat postingan terbaru di instagram.
"@910_hrj started following you, siapa nih?"
"Kak Gio," Aku tersenyum setelah mengecek profilenya. Kemudian, aku memfollow back.
Menscroll kebawah, postingan terbarunya dua jam yang lalu. Dengan caption "Best day, 😅" dengan emoticon tertawa dan sebuah foto dia yang sedang berdiri dibawah pohon, aku tahu itu pohon dipinggir kampus, tempat paling adem. Dengan efek hitam putih, kak Gio terlihat semakin tampan dan Cool .
"Kambing, kalah lagi.. Haha," Zian kembali bersuara. Eh, dari tadi juga bersuara sih, aku saja yang malas menanggapi. Terlalu senang dengan profile kak Gio. Hihi
"Malam ini, Live gak, bang?" Ucapnya entah pada siapa.
"Gue ada tugas sih buat besok, jadi gak bisa Mabar," Aku masih memainkan ponsel, ketika Zian berbicara entah dengan siapa.Tring!
@910_hrj
Thx, cantik @rin2_mp 😄Ya ampun, kak Gio mengomentari fotoku.
@rin2_mp
Buat apa nih kak @910_hrj😂@910_hrj
@rin2_mp Buat tadi siang😛@rin2_mp
Hmm 😇 @910_hrjAku tersenyum memperhatikan komentar kak Gio, sudah lama sebenarna kami saling kenal. Hanya saja, beberapa minggu terakhir kami lumayan dekat, berawal dari insiden dengan si tengil Ik... , sudahlah gak perlu bahas bicah satu itu. Yang jelas malam ini aku senang.
"Gila, ya lo Kak." Aku menoleh, menatap Zian dengan heran. Ku yakin keningku akan berkerut.
"Apa sih, gak jelas deh ." Jawabku.
"Lo yang gak jelas, senyum sendiri kek orang gila," Kemudian Zian kembali menatap ponselnya.
"Oke bang, tar malem lanjut lah. Jan lupa makan bang, biar kuat hadapi kenyataan," kemudian Zian terbahak.
"Lo Gila?" Tanyaku. Sengaja me mbalikkan pertanyaan dia tadi. Zian hanya mendelik.
"Bukan urusan,Lo.."____
@alv
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGKAHKU TERTUJU PADAMU
ChickLit"Ai, boleh gak Aku nyerah?" Ucap seorang pemuda. Namanya Ikmal. Ikmal Maulana Malik Ibrahim. Seseorang yang Ikmal ajak bicara hanya bergeming, membuang pandangan ke samping kiri. Diam. Ikmal maju, menghampiri gadisnya. Iya, gadisnya. Karena, setelah...