Jazakallahu

12 3 0
                                    

"Rabbana Atina Fid Dunya Hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar."  Akhir setiap shalatku.

"Dek..." Panggil kak Zei.

"Iya kak, sebentar aku buka kan pintunya." Jalan sambil melipat mukena.

"Besok pagi balik ke Jogja ya, ibuk biar sama kakak, tadi kak Ali sudah kakak suruh beli tiketnya." Tiba-tiba kakakku bilang seperti itu.

"ha, tiket?." Tanyaku heran.

"Iya, nanti naik kereta aja biar agak ringan."

"Iya kak." 

                  Semua barang sudah aku siapkan, setelah itu aku mainkan handpone, aku buka facebookku, ada satu pesan yang belum aku buka.
"Assalamu'alaikum Alaika, berduka cita atas meninggalnya ayahmu ya." Pesan itu dari ferdi.
aku bingung mau ngebalas gimana, kenal aja engga. akhirnya cuma aku baca, dalam waktu pendek dia ngirim pesan lagi lewat facebook, katanya sih minta nomor whatsappku, akhirnya aku kasih nomornya saja tanpa kata-kata lain, karena aku malu, heheheh.
"Cting.." Suara pesan whatsappku.
"Hey." sapa ferdi.
"Iya, ada yang bisa aku bantu?."
"Ngga, sekedar mau tanya kabar aja, gimana kamu dimalang sana?."
"Alhamdulillah baik."
"Rencana kapan balik ke Jogja?."
"Insya allah besok pagi." Ngga lama kemudian aku akhiri chattanku dengannya, aku lanjut makan siang dengan nonton tv. Aku tidak mudah nyaman dengan orang belum aku kenal, apalagi ngga pernah tau terus akrab. Selesai makan aku lanjut tidur siang.

"Alaika, sholat ashar dulu yuk nak." Ajak ibuku ketika membangunkanku. Aku terbangun melihat ibukku sudah tidak ada disampingku. 
Waktu berjalan dengan cepat, aku belum siap meninggalkan ibukku di rumah sendirian. Pagi itu aku sarapan ditemani ibukku, tapi ibukku tak mengeluarkan satu kata untukku, aku tau kalau ibuku belum bisa ngelupain kepergian ayahku, tapi aku beruaha tanya-tanya biar ibukku ngga melamun.

"Alaika, kakak tunggu di depan rumah ya." Ujar kak Ali.

"Bu... ibu..." Teriakku mencari ibukku.

"Iya nak, ibuk di depan sama kakak-kakakmu." Teriak ibukku.

"Buk, Alaika berangkat dulu ya, ibuk hati-hati di rumah, jangan terlalu banyak mikir." Kawatirku padanya.

"Iya nak, kamu fokus sama sekolah ya, jangan terlalu mikir ibu di rumah." Ibuku mendorongku tuk segera berangkat.

"Assalamu'alaikum." Kucium tangan ibuku.

       Perjalananku ke stasiun tanpa ditemani keluarga, aku dan kak Ali pergi dengan taxi online, sampai stasiun, aku matikan handponeku tanpa merespon pesan masuk. Aku sempat merasa perjuanganku ini akan sia-sia tanpa kehadiran ayah, tapi aku terus berfikir karena aku masih punya ibu yang aku cintai. Lamanya di perjalanan, kakakku tak mengeluarkan satu kata pun untuk bicara padaku, jam tiga sore aku tiba di Stasiun Malioboro, disana aku dan kak Ali istirahat cukup lama, mau pergi ke Gunungkidul mikir-mikir lagi, adakah kendaran sore itu, akhirnya kakakku memutuskan aku tidur di kos-kosannya untuk semalam saja.

"Dek, tolong meja itu dibersihkan ya." Menunjukkan meja dikamarnya.

"Iya kak." Jawabku melihat kearah meja itu.

"Nanti kalau sudah, barang ini semua dataruh atas meja saja dek." Sambil membawa barang yang dari mlang.

       Ada satu kertas yang aku temukan dimeja itu, dan itu bukti pembayaran sekolahannya kakakku, aku berfikir berarti selama ini kakakku hidup dengan biaya sendiri, karena ayahku pernah bilang padaku kalau sekolahnya kakakmu itu dapat beasisiwa ternyata selama ini kakakku bohong dengan ayahku, berarti ini maksud kakakku bohong. Dia benar-benar tidak mau menyusahkan orang tuanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JazakallahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang