Beberapa hari hujan tak kunjung datang.
Panasnya terik matahari, kipas angin tak pernah berhenti berputar.
Angin sepoi-sepoi yang aku rasakan disudut jendela kamarku.
Gelisah yang aku rasakan, hari semakin dekat untukku pergi dari kota malang.
"Alaika......" Kenapa aku merasa gugup saat kak Ali memanggilku.
"Ada apa kak?." Ku hampiri kakakku di kamarnya.
"Nanti setelah isya' kita berangkat ke Jogja, biar kita sampai sana pagi. kamu juga biar gak telat ke pesantren nya." Begitu sibuk kakakku menyiapkan barangnya, sedangkan aku masih santai-santi tak punya rasa gairah buat masuk ke pesantren.
"Sudah sana, siapkan barang yang harus dibawa." Ketika itu aku pergi dari kamarnya.
Aku tidak punya keinginan untuk jauh dari ayah dan ibuku, mau gimana lagi ini sudah keinginan ayahku dan ibuku. Mereka berharap semua anak-anak nya menjadi anak yang mandiri, hidup tanpa orang tua. Kata ayahku yang dimaksud hidup tanpa orang tua itu, kalau kita merasa kesulitan, punya masalah, dan melakukan kesulitan yang lainnya tidak gampang mengeluh ke orang tua. Maka dari itu aku di sekolahkan yang jauh, supaya aku bisa menyelesaikan semua yang ada dalam dikehidupanku. Dengan hati yang pasrah, aku siap jauh dari kedua orang tuaku.
Senja mulai datang, berharap semua barang yang akan aku bawa sudah masuk dalam koper. Sebelum adzan mahgrib aku mandi, setelahnya aku pergi ke masjid sholat jama'ah disana. Ibu dan Ayahku sudah berapa menit yang lalupegi ke masjid.
"Hemmm, sepertinya sudah telat kalau aku pergi ke masjid." Aku mondar-mandir kebingungan.
"Sholat di rumah aja ka, setelah sholat makan." Jawab kakakku. Akhirnya aku sholat di rumah, dan gak lama Ibuku datang membawa dua bungkus nasi.
"Ali..... mana adikmu nak?" Ibuku kebingungan mencariku.
"Masih sholat bu." Dengan lembut kakakku menjawabnya.
"Adikmu tadi sudah makan kah nak, ini Ibu beli nasi dua bungkus buat di perjalanan ya nak." Ibuku semakin memperlihatkan kekhawatirannya, aku tau kalau Ibuku sebenarnya gak igin aku pergi, tapi demi anaknya sukses Ibuku rela untuk semuanya. Setelah sholat kuhampiri Ibuku.
"Ibu, do'akan anakmu ini berhasil ya." Kupeluk ibuku dari belakang.
"Ibu tidak pernah berhenti mendo'akan anak-anaknya nak, Ibu yakin kamu pasti bisa." Tampak mata Ibuku berkaca-kaca, dengan erat ku menangis memeluknya.
"Sudah, sekarang makan dulu terus persiapan berangkat. Untuk sholat isya'nya dijama' saja." Saut Ayahku.
Aku makan dua suap nasi, setelahnya aku persiapan ganti baju, menyiapkan koper yang akan aku bawa, dan tak lupa kubersihkan kamarku.
"Ibu dan Ayah minta maaf ya nak, hanya bisa mengantar sampai terminal saja." Kata ibuku sampil mengelus bahuku, aku terduduk dikasur dan menarik ibuku untuk duduk juga.
"Ibu, apabila suatu saat nanti aku kangen Ibu dan Ayah, apakah ibu bisa datang menjengukku?" Tanyaku sambil menangis.
"Insya'allah ya nak, semoga Ibu dan Ayah dilancarkan rezekinya." Ibu menidurkan kepalu dibahunya.
"Ali...., Alaika...., sudah siap kah nak?" Kaget kudengar teriakan ayahku.
"Sudah ayah...." Jawab kakakku sambil ketakutan.
"Kalau sudah, ayo kita berangkat." Aku dan Ibuku masuk mobil yang dirental ayah, sedangkan kakakku membawa barangku dan barangnya untuk dimasukin kedalam mobil. Ayah menyusulnya setelah mengunci rumah.
"Sudah siap semua, tidak ada barang yang ketinggalan?" Tanya ayahku.
"Sudah Yah." Setelah kakakku menjawab, Ayahku masuk kedalam mobil. Kita berangkat menuju terminal Arjosari yang ada di kota malang. Dalam perjalanan aku gelisah, air mataku tak ada hentinya mengis, aku berusaha menutupinya agar ibuku tidak menangis juga.
Sampai terminal, Ayahku turun dari mobil mecari bus untukku dan kakakku, Selesai ketemu busnya, aku menangis memeluk Ayah dan Ibuku dengan erat, sedangkan kakakku sebagai laki-laki hanya bisa menahan air matanya. Ketika itu Ayahku melepaskanku dari pelukannya, kucium kedua tangan mereka, kakakku masuk bus dengan menarik tanganku. Aku hanya bisa melihat Ibuku menangis dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jazakallahu
Cerita PendekBagiku rasa kehilangan hanyalah kematian. Tetap istiqomah, karena allah tau batas kemampuan seseorang.