Kenzie mengajak Adiva ke perpustakaan. Ia cukup lelah dengan masalah yang ia tangani akhir-akhir ini. Bahkan Kenzie jarang tidur lebih dari 3 jam. Terkadang tengah malam ia bangun hanya untuk memastikan Adiva masih berada di tempat tidurnya. Kenzie ingin berleha-leha sebentar. Sejenak ia ingin melupakan segala masalahnya dulu. Ia ingin menenangkan pikirannya dengan tertidur nyaman di sisi gadisnya. Tidak, Kenzie tidak mengantuk sebenarnya, ia hanya ingin beristirahat untuk beberapa menit. Menenangkan pikirannya yang setiap detik berkecamuk.
Ternyata keadaan perpustakaan lumayan sepi. Suasana di sini begitu lenggang, petugas perpustakaan pun tidak ada. Hanya ada satu sampai lima siswa, dua dari mereka memilih duduk di bangku depan sembari membaca buku. Sementara sisanya memilih tidur di bangku-bangku bagian pojok yang memang tempat yang sangat cocok untuk tidur. Tempat itu dekat dengan AC dan jauh dari CCTV yang terletak di dekat meja resepsionis.
Kenzie dan Adiva mengambil tempat di bangku belakang. Tempat ini juga cukup strategis karena termasuk bagian belakang perpustakaan, cahayanya sedikit temaram dan dekat tangga lantai dua. Yang artinya jarang ada orang yang lewat di sini.
Mata Adiva membulat melihat deretan novel baru yang ada di rak bagian fiksi. Di mana rak itu dekat dengan bangku yang kini ia duduki. Rak itu minim cahaya karena tingginya yang menjulang menutupi lampu utama, tapi itu tidak akan membuat iman Adiva goyah untuk membaca novel-novel menggiurkan itu.
"Zie, gue mau ambil novel sebentar, ya?"
"Mau ngambil di mana?"
"Di rak belakang. Agak gelap, sih."
"Mau aku anterin?"
"Gue bisa sendiri, kok."
Kenzie tersenyum lalu mengusap surainya. "Jangan lama-lama, ya. Aku udah ngantuk banget. Nanti kalau udah selesai langsung temenin aku istirahat."
Adiva mengangkat dua jempolnya.
Kenzie membiarkan gadis itu pergi. Seperginya Adiva, Kenzie menghabiskan waktu dengan bermain ponsel. Melihat-lihat foto Adiva yang baru ia jepret beberapa hari lalu. Semakin hari gadis itu nampak semakin manis saja, lesungnya semakin terlihat di pipinya yang semakin membulat. Badannya juga semakin berisi. Untuk gadis seumurannya, badan Adiva termasuk ideal. Hanya satu yang tidak berubah, tinggi gadis itu masih sepantaran dengan dagunya. Tingkahnya yang polos sering membuat Kenzie tersenyum sendiri. Lihatlah, sekarang Kenzie sudah tersenyum hanya karena menatap fotonya.
Sudah lama Kenzie tidak membuka akun media sosialnya. Ia ingin memposting foto Adiva saat gadis itu membaca novel di kamarnya. Saat itu, ia tengah menemani Kenzie belajar dengan berbaring telungkup di kasurnya. Kenzie menutup ponselnya karena merasa bosan. Sudah hampir lima belas menit lamanya tapi Adiva tak kunjung kembali. Kantuk Kenzie sudah semakin menguap dan butuh dipadamkan. Ia memutuskan untuk menyusul gadis itu ke tempat yang tadi Adiva sebutkan.
Ternyata inilah yang membuat Adiva sangat lama. Gadis itu berusaha mengambil novel di rak paling tinggi. Karena ukuran badannya yang minimalis membuatnya susah menjangkau buku yang letaknya lebih tinggi dari kepalanya itu.
"Ck, tinggi banget, sih! Gue sumpahin yang naruh buku di atas situ jadi kurcaci!" Adiva terus mendumel, berusaha menggapai novel incarannya dengan berjinjit.
Kenzie menahan tawa melihatnya mendumel seperti itu. Hampir setengah menit Kenzie tetap membiarkan dan lebih memilih menyaksikan pemandangan di depannya dari balik rak.
"Ih, gak bisa!" Adiva berdecak. "Gue minta Zie aja." Adiva berbalik, tapi ternyata laki-laki itu sudah berdiri di dekatnya sambil bersandar bahu, tangannya ia masukan ke dalam saku hoodie-nya. Nampak ia terkekeh. "Gak usah ketawa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TE AMO, KENZIE ✓
RomanceKeluarga Axellez mengalami guncangan besar usai putra bungsu sekaligus istrinya meninggal dalam sebuah tragedi, menyisakan putri sematawayang mereka yang harus bertahan dalam bayangan yatim-piatu. Hidup bersama sang paman yang terkenal kejam. Di ten...