BAGIAN 7

726 27 1
                                    

Kesempatan yang hanya sesaat ini, dimanfaatkan Pendekar Rajawali Sakti untuk keluar dari kepungan. Pemuda berbaju rompi putih itu melesat cepat bagaikan kilat, dan tahu-tahu sudah berada di luar kepungan. Delapan orang itu langsung tersadar. Mereka cepat berbalik, dan seketika berlompatan menyerang kembali.
“Tunggu...!” bentak Rangga keras menggelegar. Bentakan itu begitu keras karena disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Akibatnya delapan orang berbaju hitam itu berhenti bergerak seketika.
“Aku tidak tahu siapa kalian. Kenapa menyerangku?” tanya Rangga.
“Mereka semua anak buahku!”
Rangga langsung berpaling ke kiri ketika mendengar jawaban dari arah kiri. Entah kapan dan dari mana datangnya, tahu-tahu tidak jauh dari tempat itu sudah berdiri seorang pemuda berwajah cukup tampan. Pemuda itu mengenakan baju kulit binatang. Tampak sebilah pedang panjang tergantung di pinggang. Dia juga memegang sebuah tombak yang ujungnya berkeluk runcing dan berwarna keemasan. Mata tombak itu seperti sebilah keris.
Rangga langsung mengenali pemuda berbaju kulit binatang itu. Dia adalah Partanu, putra Ki Puliga, si Iblis Gunung Parakan. Dan Pendekar Rajawali Sakti itu tidak perlu lagi meminta penjelasan, karena sudah tahu maksud Partanu. Sudah pasti anak muda itu ingin membalas kekalahannya waktu itu.
“Tidak kusangka, ternyata kau masih hidup, Rangga,” dingin sekali nada suara Partanu. Kakinya melangkah beberapa tindak mendekati. Pemuda itu berhenti setelah jaraknya tinggal satu batang tombak lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti.
Sedangkan delapan orang berbaju hitam, kini berada di belakang Partanu. Mereka masih menghunus golok, siap menerima perintah dari putra si Iblis Gunung Parakan itu. Rangga sendiri menggeser kakinya ke kanan dua tindak. Pandangannya tajam merayapi orang-orang yang berada di depannya.
“Sekarang saatnya kau harus mampus, penculik busuk!” desis Partanu menggeram.
“Penculik...? Apa maksudmu?” tanya Rangga tidak mengerti.
“Aku tidak ada waktu berdebat denganmu, Rangga. Sebelum kau mati, tunjukkan, di mana Mega kau sembunyikan?!” bentak Partanu menggeram.
Rangga langsung mengerti arti tuduhan Partanu tadi. Tapi Pendekar Rajawali Sakti jadi memiliki pertanyaan. Jika bukan Partanu yang menculik Mega, lalu siapa lagi...? Sedangkan Paman Sentanu mengatakan, kalau Mega diculik Ki Puliga, ayah pemuda berbaju kulit binatang itu. Dan kalau memang benar Ki Puliga yang menculik, mengapa anaknya tidak tahu...?
Rangga masih bertanya-tanya dalam hati. Namun sebelum pertanyaan itu terjawab, mendadak saja Partanu sudah berteriak memberi perintah pada orang-orangnya untuk menyerang.
“Bunuh dia...!”
Seketika itu juga, delapan orang berpakaian serba hitam, berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti    sambil berteriak keras. Golok mereka berkelebatan, langsung mengurung ruang gerak Pendekar Rajawali Sakti itu.
“Hiyaaa...!”
Rangga tidak punya pilihan lain lagi. Disadarinya kalau orang-orang ini tidak bisa lagi diajak damai. Serangan-serangan yang dilancarkan sungguh dahsyat Sedikit kelengahan saja bisa berakibat fatal yang amat sangat. Dan Rangga tidak ingin mati konyol. Dia sudah berusaha untuk mencari jalan damai, tapi mereka tampaknya lebih senang menyelesaikan dengan jalan kekerasan. Ini tentu saja dengan resiko, di antara mereka semua ada yang tewas. Dan Pendekar Rajawali Sakti itu lebih memilih hidup daripada mati terancang. Semua orang pasti akan memilih hal yang sama.
“Uts...!”
Rangga merundukkan kepalanya ketika sebuah golok menyambar ke arah kepala. Pada saat yang sama, dikibaskan tangannya menyodok salah seorang yang berada dekat di samping kanan. Sodokan yang cepat dan bertenaga dalam tinggi itu, tidak bisa terhindarkan lagi.
“Hughk...!”
Orang itu mengeluh keras. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang. Pada saat itu, Rangga cepat mengibaskan tangannya, sebelum orang itu jauh dari jangkauan.
“Aaakh...”
Satu jeritan panjang melengking tinggi, terdengar menyayat. Seketika itu juga orang itu terpental ke belakang dan keras sekali ambruk ke tanah. Sebentar dia menggeliat, lalu diam tak bernyawa lagi. Kibasan tangan Rangga tepat menghantam dadanya hingga remuk. Tampak dari mulutnya mengeluarkan darah kental. “Yeaaah...!”
Mendapat satu kesempatan baik, Rangga cepat memutar tubuhnya. Dan seketika, dikerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang terkenal sangat dahsyat. Meskipun Pendekar Rajawali Sakti itu hanya mengerahkan pada tingkatan yang ketiga, tapi hasilnya sungguh luar biasa. Mereka yang berada dekat dengannya, tidak bisa lagi mengelak. Jeritan-jeritan melengking mulai terdengar saling susul. Setiap pukulan yang dilontarkan Rangga, berakibat fatal sekali. Tak ada yang bisa membendung pukulan keras bertenaga dalam sempurna itu.

41. Pendekar Rajawali Sakti : Asmara MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang