01

22 9 5
                                    

Kim Na Byul

Cuaca yang mulai mendingin membuatku mengeratkan pelukan pada padding yang kupakai sekarang. Mungkin karena sudah bulan November makanya semakin dingin.

Dering telepon dari saku padding menyadarkanku dari lamunan sembari menunggu bis datang. Hari ini hari Selasa, jadi aku dapat hari libur. Perpustakaan tempatku bekerja tutup pada hari Selasa. Dan sekarang aku sedang ingin mengunjungi sobat karibku, Seo Nara.

"Ye? Kim Na Byul imnida." Nah itu dia bisnya. Dengan telepon yang kudekatkan ditelinga, aku men-tap kartu transportasiku dan mencari tempat duduk. "Eo. Ganeun jungiya. Tunggulah sebentar." (Ya? Dengan Kim Na Byul; Iya. Ini lagi di jalan)

Wah, tanpa sadar sebentar lagi akan Natal dan Tahun Baru. Daun-daun juga sudah mulai gugur semua. Apakah tahun ini akan turun salju lagi di Seoul?

"Yeoboseyo? Ya! Kim Na Byul! Neo deudgo isseo?" (Halo? Ya! Kim Na Byul! Kau dengarkan?)

"Eo? Eo. Na deudgo isseo." (Ya? Iya. Aku dengar)

Oh. Sudah waktunya aku untuk turun. Ku tekan bel didekatku -untungnya- dan turun dari bis berjalan sedikit dari halte menuju rumah sakit HwanJae.

"Iya. Ini sudah di dekat rumah sakit. Tunggulah sebentar."

Sial. Aku lupa untuk membawa topi untuk kepalaku. Kenapa juga hari ini harus sedingin ini sih.

"Eo? Samgak kimbab? Memang kau boleh makan sama dokter?"

"..."

"Baiklah baiklah. Aku belikan. Sudah. Aku ke mart dulu dekat sini. Sampai nanti."

Klik

Aku bingung sendiri. Kenapa juga aku bisa berteman dengan orang sepertinya ya?

"I cheon won imnida." Ku keluarkan uang pas dan mengucapkan terimakasih sebelum aku kembali berjalan ke rumah sakit.

Kalau kalian mau tau apa penyakit Seo Nara, akan kuberitahu sekarang.

Kanker Darah. Sayangnya kata dokter sudah mustahil untuk sembuh karena sel
kankernya sudah menyebar ke hampir seluruh tubuh. Jadi Seo Nara juga sudah menyerah untuk sembuh. Sudah bulan kedua dia di rumah sakit ini menjalani segala perawatan. Rambutnya sudah rontok, kulitnya yang mengering dan memucat kian hari. Beberapa orang mungkin takut melihatnya, tapi tidak denganku. Di dunia ini, hanya dia yang aku punya. Aku sudah memberitahunya untuk terus berobat agar dia bisa sembuh total. Tapi dia memang lebih pintar jadi tidak akan tertipu. Dia sudah tahu kalau waktunya juga sudah tidak lama. Kedua orangtuanya -yang kebetulan juga orang kaya- sudah melakukan yang terbaik. Perawatan semua mereka katakan akan mencobanya, tapi Nara tidak mau.

"Aku tidak mau meninggal dalam keadaan yang mengenaskan setelah perawatan ini dan itu. Tolong biarkan aku melakukan perawatan yang memang seperti biasanya saja. Kemoterapi sudah cukup sulit untukku."

Jadi sekarang Nara hanya melakukan kemoterapi saja.

"Nara-ya."

Kututup pintu rawat inap VIP itu dengan pelan mengingat ini adalah rumah sakit. Hatiku sakit melihat keadaan temanku yang kian hari kian memburuk. "Ini pesananmu."

"Siapa bilang untukku? Itu untukmu makan. Kau belum sarapan kan?"

Nara betul. Aku belum sarapan. Selama ini dia yang selalu mengingatkanku untuk sarapan sebelum beraktivitas. Entah apa yang akan terjaadi denganku kalau Nara sudah tiada nanti.

"Baiklah. Terimakasih karena sudah mengingatkanku. Akan kumakan nanti."

"Tidak." Nara terbatuk sebentar. "Makan sekarang."

Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang