Pulang dan Pergi Bersama

3.2K 152 17
                                    

Pagi ini seperti biasa, tiada hari tanpa keributan yang diciptakan Alby dan Ruby. Biasanya rebutan tempat duduk, kali ini dimulai dari rebutan kaus kaki. Padahal tinggal mengambil lagi ke dalam lemari.

Diba sudah mengomel pagi-pagi melihat kamar mereka yang sangat berantakan. Bantal, selimut, hingga buku-buku bertebaran di mana-mana. Mendengar keributan itu, Ganesha pun mendatangi kamar kedua adiknya itu.

"Kenapa lagi, Bun?"

"Ini nih liat kamar adek kamu. Itu lagi mereka masih rebutan kaus kaki. Sana deh liatin," suruh Diba yang diangguki oleh Ganesha.

"Kakak! Adek! Stop it!" teriaknya yang membuat Alby dan Ruby saling dorong satu sama lain.

"Ini, Kak, pakai. Sekarang cepat beresin kamar kalian. Masa bunda sih yang beresin," ucap Ganesha tegas.

"Ini nih Dek Ruby. Tadi itu kaus kaki Kakak, Bang."

"Tapi adek yang dap—"

"UDAH! SANA KE KAMAR!"

Alby dan Ruby pun langsung berlari masuk ke kamar mereka. Ganesha pun menyusul dan menutup pintu balkonnya. Entahlah, selama dia hidup jarang sekali merasakan pagi yang damai. Selalu saja ada keributan dari si kembar. Akan tetapi itu juga yang dia rindukan kala tak di rumah.

Sementara di dapur Dara sedang menyiapkan sarapan. Tadinya bersama Diba, tetapi karena ulah si kembar jadilah dia yang melanjutkan. Toh, juga biasanya dia memang biasa melakukannya sendiri.

Di rumah yang sebesar ini memang ada banyak asisten rumah tangga, namun untuk urusan masak memasak memang selalu Diba yang melakukannya. Tentu saja dia tidak sendiri. Ada Arkan yang membantunya ketika lelaki itu tidak bertugas.

"Loh, Kak, ini semua Kak Dara yang masak?" tanya Ganesha yang baru saja turun menuju dapur. Dia melihat Dara yang sedang menata sarapan di meja makan.

"Enggak, Sha. Tadi sama Bunda juga."

Ganesha pun duduk. "Kakak nggak ke kampus?"

"Ke kampuslah. Kalian masih ada tugas dari aku loh. Hari ini kan terakhir MOS juga," jawab Dara. "Ya udah, aku ke atas dulu. Mau ganti baju sama siapan."

Bersamaan dengan itu, Dara berpapasan dengan Arkan dan Diba ketika ditangga. "Loh, mau ke mana, Nak?" tanya Diba.

"Mau ganti baju sekalian siapan. Sarapannya udah siap, Ayah sama Bunda duluan sarapan aja," jawab Dara.

"Sama-sama dong kita sarapannya. Ya udah, kamu sekalian liatin itu Firazt. Tadi dia sama Ruby, takutnya malah dikerjain," ucap Arkan yang diiyakan oleh Dara.

Dara sangat senang berada di tengah-tengah keluarga Arkan dan Diba. Begitu hangat dan selalu saja ada waktu untuk keempat anak mereka. Padahal kalau dipikir-pikir, keduanya adalah pekerja yang juga sibuk. Arkan dengan jadwal terbang yang padat serta Diba yang harus mengontrol rumah sakit dan terkadang harus turun tangan dalam memeriksa pasien atau melakukan operasi.

Berbeda dengan dirinya. Padahal dia adalah anak tunggal. Harusnya kedua orangtuanya lebih bisa ada waktu. Sudah lama dia ingin ke rumah ini, namun dia merasa sangat segan. Terlebih sudah bertahun-tahun tidak berjumpa, ditambah dengan hubungannya dan Ganesha yang terputus begitu saja.

***

"Bang, kamu barengan aja sama Dara. Pergi dan pulangnya. Ayah sama Bunda khawatir kalau Dara harus naik taksi online," ucap Arkan yang kini tengah duduk di teras bersama Ganesha. Selesai sarapan tadi memang ayah dan anak ini memilih untuk duduk di teras.

"Jadwal kuliah Esha nggak selalu sama sama Kak Dara, Yah. Gimana?"

"Ya kalian saling tunggulah. Ayah sama Bunda juga udah omongin sama Dara."

My Senior is My WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang