11...

107 15 22
                                    

Keesokan harinya, berita mengenai tewasnya Vina sudah tersebar luas di sekolah. Semua warga sekolah sudah mendengar berita tersebut. Banyak anak-anak yang menangis, bahkan Mawar sampai terasa seperti sudah nggak ada semangat hidup lagi.

Sampai akhirnya semua perlombaan, semua yang sudah disiapkan untuk meramaikan tujuhbelasan terpaksa harus diundur walau sudah berjalan 1 hari.

Vina sudah yatim piatu. Dan ia hanya tinggal sendirian dan ngekos di kosan terdekat dengan sekolah.

Saat ini, Ave masih berusaha menenangkan Mawar yang terus-terusan nangis dari tadi. Matanya sudah sembab dan dia terus meracau nggak jelas sambil menjambak-jambak rambutnya sendiri.

"Vina cuma tidur. Dia masih hidup," ucapnya.

"Tenang, Ce. Kita semua sama-sama sedih ditinggal salah satu teman kita untuk selamanya. Tapi kita harus ikhlas, supaya Vina bisa tenang di sana," jawab Ave sambil nyeka air matanya.

"Vina cuma tidur," racau Mawar lagi.

Ave nggak bisa berkata lagi. Dia hanya mengelus punggung Mawar berharap gadis itu berhenti menangis.

Tetapi dari kejauhan, seseorang terlihat menyeka air matanya sambil tersenyum bahagia.

"Huhh! Capek juga nge-drama," keluhnya sambil berlalu dari tempatnya semula.

🍁🍁🍁

Mereka kembali berkumpul di rooftop ketika melihat Ravael yang berdiri di pinggiran rooftop. Membuat orang yang melihatnya akan berpikir kalau Ravael bakal loncat dari sana.

Pemikiran mereka salah. Ravael bukan mau loncat, melainkan ia menyadari sesuatu sebelum Vina terdorong dari atas rooftop.

"Gue pikir lo mau loncat, Rav," ucap Reza.

"Gue masih mau hidup. Dan ada yang perlu gue selesaikan," ucapnya namun suaranya mengecil di kalimat terakhir.

"Air mata palsu. Sialan!!" batin Ave sambil melirik seseorang dengan tajam.

"Rav, kemarin orang yang terakhir sama Vina elo kan?" tanya Athan dan hanya dibalas anggukan kepala oleh Ravael.

"Gimana ceritanya?" tanya Alvin.

"Nggak tau ada angin apa, tiba-tiba dia langsung dorong Vina sampai jatuh ke lapangan," jawab Ravael masih sedih.

Ia diam sejenak sampai akhirnya bersuara lagi.

"Gue mau lihat telapak tangan kalian!" ucapnya.

"Untuk apa?" tanya Katrina bingung.

"Liatkan telapak tangan kalian sekarang!" pintanya lagi.

Tanpa menjawab, mereka langsung membalikkan telapak tangan masing-masing. Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Ravael di telapak tangannya —

"Telapak tangan lo kenapa?" tanyanya dingin.

"Emm i-ini ke-kemarin gue mainan pisau sampai nggak sadar tangan gue sendiri yang keiris," jawabnya.

"Kok lo gugup, Ra?" tanya Mayra curiga.

"Gu-gue rada menggigil. Makanya ngomongnya gini," jawab Clara.

"Ada yang mau temenin gue ke kantor polisi nggak?" tanya Ravael mengabaikan jawaban Clara.

"Gue," sahut Katrina.

"Ayo!" jawab Ravael lagi meninggalkan semua yang masih diam di rooftop sekolah.

Setelah Ravael dan Katrina tidak terlihat lagi, Mayra senyum penuh arti.

"Hmm drama gratis," ucapnya membuat yang lain menatapnya dengan bingung.

Fake Friend --- (Late Know)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang