Sage menembak seekor lintah berukuran raksasa. Wajahnya terlihat muak melihat darah hitam berminyak yang menyiprat ke batang pohon dan rerumputan. Dia memegang benda kecil aneh sebesar butir beras yang menempel di belakang lehernya dengan kesal. Dia seperti mencoba mencopotnya tapi dia tahu benda itu tidak akan bisa lepas darinya. Sage merasa benda itu seperti menancapkan akar-akarnya masuk ke dalam batang lehernya.
"Makhluk macam apa itu!" seru seorang wanita dengan ekspresi jijik yang berlebihan.
"Lintah?" kata Sage tanpa bermaksud bertanya walaupun nada bicaranya meninggi.
"Aku mau pulang," rengek wanita itu. "Kalau bukan karena pacar sialan yang membujukku untuk mengajaknya naik kapal pesiar, aku mungkin tidak akan berada di sini sekarang!"
"Mungkin," kata Sage sambil melihat wanita yang berdiri di sebelahnya seperti cacing kepanasan. Dia tidak mengenal wanita itu sebelumnya. Dia bahkan baru saja tahu namanya. Cecil. Secara fisik Cecil cukup menarik walaupun usianya sepertinya lebih tua belasan tahun darinya. Mungkin sekitar tiga puluh akhir atau empat puluhan awal. Tubuhnya langsing. Rambut pirang. Kulitnya kecoklatan karena terbakar matahari. Pakaiannya lumayan minim tapi tertolong dengan selembar selendang yang membalut tubuh bagian atasnya. Perhiasaan berkilau di telinga dan jemarinya. Yang pasti itu bukan perhiasan murahan. Jelas dia wanita kaya.
Dari awal sebelum semua ini dimulai wanita itu tidak pernah lepas darinya. Saat itu pagi menjelang siang kapal pesiar melaju dengan tenang di tengah lautan. Sage berjalan santai menatap kolam renang yang hampir tidak ada orang di dalamnya. Seorang bocah laki-laki merengek di dalam kolam sedangkan ibunya memaksanya untuk keluar karena tubuh si bocah sudah mulai memerah. Akhirnya si ibu berhasil membujuk si bocah dengan mengiming-iminginya cokelat dan camilan lain.
Tidak lama setelah ibu dan bocah itu pergi, seorang wanita yang berdiri di pinggir kolam berteriak kencang ke arah seorang pria muda. Sage paling malas berurusan dengan hal-hal seperti ini. Dia lebih memilih menolong orang yang tenggelam dan mungkin membutuhkan nafas buatan daripada melerai keributan para penumpang kapal. Wanita itu masih mengoceh dengan wajah memerah. Telapak tangannya melayang sekali ke arah pria itu, kemudian wanita itu berjalan dengan kasar pergi meninggalkan pria itu.
Mata Sage tidak sengaja bertemu dengan mata wanita itu. Kalau saja dari awal dia tahu keributan tidak akan berlangsung lama, dia tidak perlu repot-repot mendatangi pasangan yang sedang bertengkar itu. Sage tersenyum kaku. Wanita itu memelototinya dengan wajah yang masih cemberut lalu berlalu begitu saja. Pria muda itu memegangi pipinya sambil menatap wanita itu lalu melihat Sage dengan sinis kemudian membuang muka. Sage hanya bisa menghela nafas sambil memikirkan hari-harinya di kapal pesiar mewah yang cukup membosankan, ditambah lagi orang-orang bersikap menyebalkan yang harus dia hadapi sesekali.
Selagi melamun tiba-tiba Sage merasa telinganya sedikit pengang. Mungkin hanya perasaannya saja. Dia mengosok-gosok telinga sebentar tapi bunyi desing aneh itu malah terdengar makin mendekat. Makin jelas. Bunyi itu berasal dari arah belakang. Sage berbalik. Wanita tadi berdiri diam dengan kaku menatap cahaya putih besar mengarah tepat arah ke moncong kapal di depan sana.
Cahaya itu kemudian menghilang begitu saja. Setelah cahaya itu menghilang suasana begitu hening seperti tidak terjadi apa-apa. Sage berlari ke pagar balkon. Bagian ujung kapal yang seharusnya meruncing menghilang. Sage hampir tidak percaya tapi bagian itu benar-benar menghilang tanpa jejak seakan-akan memang tidak pernah ada sejak awal. Suara jeritan mulai terdengar di mana-mana. Kapal mulai berguncang dan tidak butuh waktu lama sampai kapal benar-benar tenggelam.
Sage berlari sekuat tenaga, keluar dari area rekreasi lalu mengambil jaket pelampung yang tersimpan di kotak peti. Sage mengalungkan jaket pelampung lalu mengikat talinya ke pinggang dengan kencang. Tidak ada yang bisa menjamin cahaya itu tidak datang untuk kedua kalinya dan menghabisi mereka semua. Sage berpikir dia benar-benar seorang awak kapal yang sangat buruk. Tapi memangnya apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada yang bisa dia selamatkan dalam keadaan seperti ini. Semua orang harus menyelamatkan dirinya sendiri-sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DNA GAMES
AdventureZack terbangun di sebuah pulau misterius dengan ingatan terakhir berada di dalam bar sebuah kapal pesiar mewah. Siapa yang meninggalkannya seorang diri di sana? Tanpa apapun yang ada padanya selain pakaian yang masih melekat apakah Zack bisa berta...