CAHAYA putih itu semakin terang, seperti gelombang pasang yang tak terbendung. Ia mendekat dengan cepat, menelan segalanya dalam cahaya yang menyilaukan. Seorang gadis terhuyung mundur, menutup matanya dengan tangan, merasakan panas yang menusuk kulitnya. Rasanya seperti terjebak dalam pelukan matahari yang tak berampun.
Seolah-olah tersedot oleh kekuatan tak terlihat, gadis itu terseret ke dalam cahaya putih tersebut. Dunia di sekitarnya menghilang, diganti oleh kehampaan yang membingungkan.
"Inara. Kemari lah, Nak." Suara itu, suara yang bertahun-tahun gadis itu rindukan. Suara yang selalu ada dalam mimpi dan kenangannya. Dengan hati berdebar, gadis itu merasakan kehangatan dan kelembutan dalam suara itu, seolah-olah membawa kedamaian yang telah lama hilang.
Cahaya tersebut kemudian meredup, meninggalkan berkas-berkas cahaya yang masih dapat dipandang tanpa menyebabkan rasa perih di mata. Gadis itu membuka matanya perlahan, terkesima oleh pemandangan di hadapannya.
Saat ini, dia berdiri di sebuah padang rumput yang luas, dihiasi bunga-bunga liar berwarna-warni. Langit biru cerah tanpa awan, udara terasa segar dan bersih. Di kejauhan, dia melihat dua sosok yang familiar. Sosok yang telah lama ia rindukan.
"Ibu! Ayah!" Gadis itu berteriak, suaranya bergetar karena campuran kegembiraan dan ketidakpercayaan. Dia berlari ke arah mereka, terhuyung dalam pelukan orang tuanya yang telah lama dirindukannya. Tangisnya pecah, mencurahkan semua kerinduan dan kesedihan yang selama ini terpendam. Dia merasakan kehangatan tubuh mereka, bau parfum ibunya yang familiar, dan sentuhan lembut tangan ayahnya. Seolah-olah dia telah kembali ke rumah setelah sekian lama tersesat.
"Inara, anakku," kata ibunya, suaranya lembut dan penuh kasih sayang. Ia mengusap rambut gadis itu dengan lembut. Gadis itu merasakan ketenangan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
"Ayah kangen banget sama kamu, Nara," kata ayahnya, sambil memeluk gadis itu erat-erat. "Kamu udah tumbuh besar rupanya."
Gadis itu memeluk mereka erat-erat, tidak ingin melepaskan mereka lagi. "Nara juga kangen kalian," lirihnya. "Nara kangen banget sama kalian."
Tidak pernah terbayangkan bahwa dia akan bertemu kembali dengan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya. Gadis itu berdiri di antara kehangatan pelukan orang tuanya, merasakan cinta yang mengalir deras, namun hatinya dipenuhi dengan kebingungan. Dia tidak tahu bagaimana, dan harus melakukan apa untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Bertemu dengan orang yang kita sayangi setelah kita tahu orang tersebut tidak akan pernah kembali, rasanya seperti mimpi yang tidak ingin berakhir.
Senang bercampur haru, tangis gadis itu seketika pecah. Dia tidak sanggup menyembunyikan lagi perasaan sesak akan rindu yang selama ini dipendamnya. Air mata mengalir deras di pipinya, menandakan betapa dalamnya kerinduan yang telah menggerogoti hatinya selama ini.
Gadis itu mengendurkan tangan yang melingkar di pundak kedua orang tuanya, merasa seolah-olah semua rasa sakit dan kesedihan yang pernah ada hilang seketika. Sang ayah mendekat dan menangkup kedua pipi anak semata wayangnya, mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
"Anak Ayah yang paling manis dan pemberani ini sudah besar rupanya. Ayah ingat... rasanya baru kemarin kamu merengek minta dibelikan sepatu baru untuk sekolah." Pria itu menatap si gadis dengan penuh kebanggaan, senyumannya membawa kembali kenangan indah yang telah lama terlupakan. "Ayah percaya kamu kuat, Nak."
"Ayah..." isak gadis itu, menggesekkan pipinya pada tangan sang ayah sembari menatapnya dengan sendu. Rasa hangat itu mengingatkannya pada masa-masa bahagia yang pernah mereka lalui bersama.
"Sabar ya, malaikatnya Ayah. Kita pasti akan bersama-sama kembali," ucap sang ayah, mengusap pipi anak perempuan kesayangannya yang kini sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. "Suatu hari nanti," lanjutnya dengan lembut dan tersenyum hangat, seolah-olah ingin menenangkan jiwa putrinya yang terombang-ambing antara dua dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower : A Missing Light
General FictionBerawal dari rasa iba, perlahan tumbuh menjadi rasa suka, yang semakin membesar menjadi rasa cinta, namun pada akhirnya harus terluka. _______ _______ _______ _______ Dia, Adit. Pria pencandu alkohol yang entah bagaimana ceritanya Inara bisa jatuh c...