Happy Reading!
.
.
.Jeno Lee Adrigana, siapa yang tidak mengenal cowok ganteng bertubuh proporsional ini? Terjawab mengenal semuanya; mulai dari dosen sampai adik tingkat yang introver. Jeno dikenal sebagai berandalan kampus, mentang-mentang kakeknya pemilik yayasan dia menjadi sangat menyepelekan kuliahnya.
Ayahnya sering dibuat emosi jika berhadapan langsung dengannya, bukan tanpa alasan sampai seperti itu. Kadang Jeno berbuat nekat dengan kabur dari rumahnya untuk balap liar, merokok, berkelahi, dan masuk ke bar.
Sekarang cowok beranting itu sedang menikmati tinjuan juga lawannya dalam kelahi di area sirkuit balapan. Jam sudah menunjukkan pukul tengah malam, seolah ada yang menariknya untuk menyudahi permainan pukulannya; Jeno pun berhenti dan memilih segera pergi.
Dalam keadaan berantakan, rambut hitamnya basah karena keringat ikut mencuat sana sini, luka di sudut bibir, dekat ujung mata, dan di sekujur tubuhnya hampir mencapai angka lima puluh persen. Dengan langkah gontai Jeno berjalan menyusuri jalanan setapak, matanya menangkap ada minimarket dekat daerah sini.
Segera ia menghampiri swalayan berwarna hijau itu, disambut oleh seorang kasir laki-laki bersurai silver berwajah datar tanpa emosi. Wajahnya imut menggemaskan meski jutek, rasanya Jeno tertarik pada sosok laki-laki itu.
"Bisa bantu gua nggak?"
Oh, namanya H. Renjun.
"Bisa." Singkat padat dan jelas.
Dengan telaten cowok bernama Renjun itu mulai mengobati luka orang agak dikenalnya pengunjung minimarket setelah tadi ia mengambil kotak P3K dari bawah meja kasir. Tidak terlalu perduli pada sosok laki-laki yang diobati, Renjun hanya bersikap biasa-biasa saja nampak seperti orang masa bodoh.
Tapi, dia masih punya rasa pengertian dengan tidak menekan luka pada tubuh dan wajah pengunjung di depannya ini. Renjun menempelkan plester bergambar beruang di luka pada sudut mata Jeno, berlanjut pada hidung dan terakhir ada di pelipis cowok ganteng tersebut.
"Terima kasih, manis."
Tangan Renjun yang masih bertengger di pelipis Jeno pun langsung menekan kuat luka itu hingga empunya berteriak sakit, lagipula siapa suruh memanggil seekor maung dengan sebutan manis.
"Kok ditekan sih!? Sakit tau!"
"Mulut kamu itu bikin saya kesel." Balas Renjun datar, tersirat nada penuh emosi kesal di dalamnya.
"Gua ngomong kenyataan, kenapa lo musti marah?" Tanya Jeno. Ingin sekali Renjun menggeplak kepala orang agak dikenalnya ini.
"Saya cowok kalau kamu gak buta."
"Mata gua masih normal. Untuk masalah paras, gua gak pernah salah nilai. Dan, lo memang manis juga cantik buat ukuran proposi wajah cowok kebanyakan."
"Oh. Saya gak tersanjung. Anda bisa keluar jika tidak ada yang diperlukan."
Jeno memilih bangkit segera menyusuri rak mie, setelah mengambil dua cup ramen ia berlanjut mencari snacks, setelah mendapatkan dua snacks ia menghampiri lemari pendingin minuman. Dua botol air putih dan sekaleng kopi ada di genggamannya, agak kesusahan waktu membawa makanan ringan itu menuju meja kasir, salahnya sih tidak menyiapkan krendeng untuk wadah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot [AllxRenjun]
Short Story"Apa?" "Saya suka kamu, soalnya manis tapi galak." "Sampis, Pak Bos."