14. Messed Up

10.2K 955 78
                                    

"Aku jadi seperti orang gila jadinya." Dana tertawa miris. "Mau marah tapi aku nggak punya hak. Mau kecewa, tapi aku bukan siapa-siapa. Mau menuntut penjelasan, tapi untuk apa?"

Kerongkongan Ghea mendadak kering kerontang. Berusaha melancarkan suaranya dengan susah payah menelan ludah, Ghea bersuara dengan suara tercekat, "Da-Dana ...,"

Dana mengangkat kedua tangannya. Tanda menyerah. "Aku sama sekali nggak ingin merusak hari bahagiamu, Ghe. Walau kupikir seharusnya ini jadi hari bahagia kita. Tapi ternyata aku nggak punya peran dalam kehidupanmu." Di seberang sana, Ghea tampak frustrasi. "Aku berikan waktu yang kamu minta. Aku masih akan menunggu penjelasanmu. Untuk hari ini, bersenang-senanglah."

Ghea hanya bisa melepas kepergian Dana dengan sebuah dengkusan kasar. Dari jarak radius lima meter, Ghea bisa melihat Dana berpapasan dengan Lani yang baru saja kembali dengan sekantung plastik berisi minuman segar. Senyum ceria Lani mendadak berubah menjadi sebuah kernyitan saat berpapasan dengan Dana.

"Dia kenapa? Kok malah bete di hari bahagiamu?" tanya Lani saat menghampiri Ghea.

"Karena aku menghabiskan hari bahagia ini dengan pria lain, mungkin," jawab Ghea lemah.

"Lah, emang mestinya gimana? Ben kan memang pacarmu. Lagian, dia juga masih pakai cincin tunangannya kan? Tuh, kamu liat deh." Lani menunjuk Dana yang semakin menjauh. "Lama-lama aku curiga deh, Ghe. Jangan-jangan Dana nggak sebaik yang kita kira."

"Maksudmu apa sih, Lan?"

"Yaaahhh, dia kan pendiam banget tuh. Kita nggak pernah benar-benar tahu apa yang ada di dalam kepalanya. Tapi dengan sikap cemburuannya yang nggak pada tempatnya begini, aku jadi curiga jangan-jangan dia punya banyak sifat buruk lain yang nggak kita ketahui."

Alis Ghea menyatu di tengah saat bertanya. "Kamu punya dendam sama Dana ya? Kenapa hobi banget sih memojokkan dia?"

"Bukannya gitu, Ghe. Coba deh kamu pikirin—"

Ghea menyikut lengan Lani sebelum sahabatnya itu menyelesaikan kalimatnya. "Ada Ben."

"Kita rayakan kebahagiaan ini dengan makan malam ya! Litha dan Fuad juga bakal nyusul abis jam praktek mereka selesai. Nggak pa-pa kan?" Ben meminta izin Ghea.

Ghea hanya merespons dengan senyuman kaku.

"Tenang aja, Sayang. Mereka bukannya nggak suka sama kamu, mereka cuma sama kayak Mama, gregetan tiap kali kita putus nyambung." Ben berusaha menenangkan.

"Tauk nih, Ghea. Aku juga selaku sahabat Ghea malu tahu Ben, punya sahabat kekanak-kanakan kayak dia. Dikit-dikit minta putus. Emangnya pacaran itu kayak gagang sapu yang kalo putus bisa disambung lagi?" gerutu Lani.

Ghea hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah absurd sahabatnya itu. "Fixed, kamu udah disogok sama Ben. Hayo ngaku Ben, kamu apain nih sahabatku?"

Ben tergelak. "Kamu emang pinter milih sahabat, Sayang. Orang seperti Lani ini adalah orang yang paling pengertian sedunia. Dan hanya orang-orang pengertianlah yang bisa menjalani LDR." Ben menyinggung tentang status Lani yang sedang menjalani LDR dengan pacarnya yang sedang melanjutkan S2 di Negeri Jiran. "Tos dulu dong, Lan." Ben mengarahkan kepalan tangan ke arah Lani, dan dibalas Lani dengan kepalan tangannya sendiri hingga bertabrakan di udara.

Keduanya hanya tertawa puas melihat wajah cemberut Ghea.

**

Acara makan malam sudah berlalu dua jam yang lalu. Dan satu setengah jam yang lalu, tepatnya ketika Ben sudah mengantarkannya ke kosan, Ghea sudah bersiap untuk tidur. Namun nyatanya dia masih terjaga.

As If I Love You [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang