Hei ho, aku aku upload 4 part sekaligus hari ini, monggo di cek mulai dari 16,17,18 dan 19 ya... hehe... :)
"Can you fix this?"
Pesan itu masuk ke dalam jendela percakapan Ghea dengan Litha, dengan sebuah lampiran berupa video.
Ben benar-benar membuktikan dirinya pantas mendapat julukan bucin dari Ghea.
Gabungan dari rasa bersalah, tidak pantas, iba, dan kasihan bercampur aduk dalam dada Ghea, menjalarkan rasa tidak nyaman di sekujur tubuh Ghea. Ghea seharusnya menghapus video kiriman Litha untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan itu, namun yang terjadi justru Ghea mengulang-ulang video kiriman itu sampai-sampai tanpa disadarinya, pipinya sudah basah dengan airmata.
Satu jam setelahnya, ponsel yang terus mengulang-ulang video Ben sedang melantunkan lagu Selimut Hati harus berhenti karena sebuah panggilan masuk. Dari Litha.
Kening Ghea mengernyit dalam saat mencerna kalimat-kalimat Litha di seberang telepon.
Mabuk? Bukankah ini masih terlalu dini untuk mabuk?
"Dia udah nongkrong di bar dari siang, abis nyanyi dia mulai minum lagi. Nggak bisa dikontrol, sampe muntah berkali-kali," Litha menjelaskan, seolah-olah membaca isi kepala Ghea. "Aku nggak mungkin suruh grab anter dia ke pulang, kasian Tante Mala udah terlalu tua untuk ngurus beginian."
"Yaudah, anter ke sini aja," ucap Ghea tanpa berpikir panjang.
Setelah memberi informasi tentang nomor plat dan jenis mobil yang akan mengantarkan Ben, Litha menutup telepon. Ghea terpekur di pinggir ranjangnya saat mulai mencerna semua yang terjadi hari ini. Mulai dari kedatangan tante Mala dengan kabar buruknya, sampai kepada sikap Ben yang sangat tidak wajar.
Kalau Ben benar-benar memberi kesempatan untuk Diana—seperti pengakuan Tante Mala tadi siang—kenapa Ben harus sekacau itu? Bukankah Ben seharusnya sedang menikmati masa-masa pedekate-nya dengan Diana? Ghea berpikir sambil meredakan dadanya yang bergemuruh setiap kali memikirkan Ben benar-benar kembali pada Diana.
Sepuluh menit setelah pusing sendiri dengan pikirannya, Ghea mengenakan kardigannya dan memutuskan untuk menunggui Ben di dekat gerbang rumah kos. Mobil yang ditumpangi Ben tiba tidak lama kemudian. Ghea merasa jantungnya berdebar tidak wajar saat mobil itu berhenti di gerbang rumah kos.
Ghea tidak bisa memilah alasan di balik debar yang menggila itu. Tapi perasaan ini terlalu mirip dengan kerinduan yang dibalut tebal dengan rasa kekhawatiran.
Ghea sendiri harus turun tangan untuk menghampiri mobil yang akhirnya berhenti total itu demi menurunkan penumpangnya yang benar-benar kehilangan kesadaran. Sepertinya kali ini Ben tidak menggunakan jurus lamanya untuk pura-pura mabuk demi bisa berbaikan dengan Ghea. Ghea bahkan nyaris ikut tumbang saat menopang tubuh Ben. Untung saja ada Pak Kus, satpam kosan, ikut mengulurkan tangan membantu Ghea memapah tubuh besar Ben.
Tidak seperti kondisi mabuk yang sering Ghea lihat pada drama Korea—yang mana kerap kali mempertonton sang pemabuk curhat colongan—Ben tergolong tenang. Hanya tubuhnya saja yang gelisah. Sesekali Ben akan terisak, seperti akan menangis, lalu dia berakhir menggumam dengan kata-kata yang tidak jelas sama sekali.
"Kamu nggak pernah semabuk ini, Ben ...," gumam Ghea saat memandangi tubuh Ben yang sudah terbujur di tempat tidurnya. Pak Kus sendiri langsung undur diri setelah memastikan Ben dalam kondisi aman. Dan Ghea melepas kepergian Pak Kus dengan sebuah ucapan terima kasih.
Menghela napas berat, Ghea beringsut ke pinggir ruangan. Ghea mengisi electric kettle-nya dengan air dispenser dan menyiapkan sebuah cangkir dengan genmaicha pemberian Mala siang tadi. Segelas teh panas mungkin bisa menemaninya memikirkan semua kekacauan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
As If I Love You [TERBIT]
Romance[21+] Age-gap love story Bagi Ben, melindungi, menyayangi dan mencintai Ghea serupa bernapas, dia tak akan pernah bisa berhenti. Namun begitu, Ben tidak pernah bisa menjanjikan pernikahan. Bagi Ghea, hubungannya dengan Ben tak ubahnya sebuah guyona...