"Jadi ini Hallim High...?"
Seokjin berjalan menelusuri koridor sekolah yang akan menjadi tempatnya bekerja dengan tatapan kagum.
Sejak dulu ia memang mengincar sekolah yang digadang-gadang sebagai salah satu sekolah ter-elit di Seoul ini. Selain letaknya yang dekat dengan rumah, ditambah dengan jaminan gaji yang tinggi menjadi faktor mengapa Seokjin begitu menginginkan pekerjaan sebagai guru di sana.
Setelah berulang kali melamar pekerjaan di sekolah itu, akhirnya ia diterima sebagai guru kesehatan. Memang pekerjaan yang tidak terlalu mumpuni mengingat kalau ia lulusan akademi kedokteran elit di Gwacheon, tapi Seokjin tidak mempermasalahkan soal itu.
Seokjin masuk di akademi itu akibat perintah orang tua, meskipun ia sama sekali tak ingin menempuh jalur kedokteran. Namun sebagai anak yang berbakti ia mengiyakan saja. Setelah lulus, ia dibuat bingung, ingin tetap berada di jalur kedokteran atau berganti haluan.
Ia akhirnya memutuskan untuk tetap di jalur awalnya, meski tidak meraih profesi idealnya yaitu dokter. Sebaliknya, ia malah memilih untuk menjadi guru. Keputusannya itulah yang menggiringnya ke Hallim High ini.
Sepanjang perjalanan menuju ruang kepsek untuk konfirmasi hari pertama, Seokjin menyadari sesuatu. Tatapan beberapa siswa yang menurutnya terlalu intens. Juga beberapa bisikan yang menyertai, membuat Seokjin malu sendiri.
"Siapa tuh?"
"Nggak tau. Guru baru kali?"
"Dia itu guru kesehatan yang baru bukan, sih?"
"Mungkin."
"Ganteng sumpah."
"Bening banget ya."
"Seandainya yang begitu bisa jadi pacar aku."
"Heh, aku duluan yang lihat!"
"Aku!"
Seokjin menahan tawanya sambil terus berjalan tanpa menoleh. Ia sadar kalau ia memang tampan, tapi sampai jadi rebutan begini sama murid-murid itu? Wow, everything escalated quickly.
Tanpa sadar, ia sudah berdiri di depan kantor kepala sekolah yang tertutup rapat. Seokjin menarik dan menghembuskan nafas, berusaha menenangkan degup jantungnya yang berdetak hebat.
Ia mengetuk pintu kayu eboni tersebut tiga kali, dan tak lama kemudian suara berat pria dewasa menggema dari dalam ruangan.
"Silahkan masuk."
Seokjin memutar kenop pintu itu hingga terbuka perlahan, menampilkan sosok pria lanjut usia yang ia yakini adalah sang kepala sekolah. Seokjin menegakkan postur tubuh dan memasang senyum terbaiknya.
"Selamat pagi. Saya Kim Seokjin, guru kesehatan yang baru."
.
.
.
.
.
"Hei, kudengar ada guru kesehatan yang baru." Seorang siswa berambut oranye menyapa sahabatnya. Sahabatnya yang berambut peach melirik tak berminat, memperbaiki posisi kacamatanya.
"Bukan urusanku."
Si oranye meringis dan segera meralat pemikiran sahabatnya yang sepertinya sedang dilanda virus bosan. "Jangan sarkas begitu dong. Kali ini aku jamin menarik kok. Heck, dia bahkan sudah digilai banyak cabe angkatan kita. Kenapa tidak mau mencoba sedikit sih, Joon?"
Alis pemuda berkacamata itu menukik naik, menantang, "serius dia ganteng?"
"Ooh, jelaslah. High quality pokoknya."
Si peach memutar bola matanya. "Memangnya barang. High quality apanya...?"
Ia lantas menopang dagu. Berpikir sejenak, lalu mendengus dan menoleh pada sahabatnya yang terus menaikkan alis menggoda.
"Ya sudah. Biar kupastikan sendiri."
-Tbc-
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N
Aloha reader-nim semuaaa!
Yah, jadi.... kalau kalian pada nanya kenapa aku malah publish cerita baru, bukannya lanjutin yang masih ngegantung....
Jadi ada alasannya sih. Yang paling menjatuhkan mental itu pas aku sudah mati-matian ngerjain opposite attraction selama sebulan full, dan aku sudah rencanain buat double up. Tapi miris, dia malah kehapus tanpa sebab yg jelas.
Jadi karena males ngerjain ulang, mending bikin yg baru mumpung ada ide. Cerita ini emang kurencanain bakal pendek dan cepat selesai. Paling 5-6 chapter aja dah finish. Dan formatnya bakal pendek kayak di atas. Kenapa? Karena itu mauku :v
Segini aja kali, ya? Oke deh. Pai pai~
Best regards,
Chamie~
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me (Jinnam/Namjin)
Fanfictionkim Namjoon, salah satu murid di Hallim high yang dicap 'menyusahkan', tidak bisa berhenti menggoda guru kesehatan baru di sekolahnya, Kim Seokjin.