3. My Hero

57 21 1
                                    

Hai, apa kabar? Jangan lupa tersenyum :))

Happy reading. Fon't forget to follow and voment:*

🌼

[977 word]
Don't forget to voment

🌼

Kini, aku sedang berjalan menuju ke rumahku. Jika kalian berfikir bahwa setelah perjumpaan tadi akan ada kejadian seperti di novel-novel bahwa si laki-laki akan menyampirkan jaketnya ke si perempuan kemudian akan pulang bersama. Maka, big no! Jangankan untuk mengantarkan pulang, menawarkannya saja tidak. Rasya malah langsung berpamitan pulang duluan dan meninggalkan aku sendirian. Huft, untung dia Ras, kalo aja dia itu si Putri, sudah pasti akan ada sepatu melayang. Dan berakhirlah dengan aku yang naik ke dalam taxi.

Kini aku sampai di depan gerbang tinggi ini, mungkin bila orang yang melihat akan terkagum-kagum akan kemewahannya. Namun, bagiku ini hanya pajangan sama seperti barang-barang mewah di dalamnya. Hanya bangunan megah namun sunyi bagai tak berpenghuni. Lagi-lagi helaan nafas itu lolos dari bibirku. Sesak rasanya bila harus teringat dengan memori itu.

Aku melangkah masuk ke dalamnya dan langsung di sambut oleh Ibu Ina.

"Assalamualaikum, Bu," ucapku kemudian mencium tangannya.

"Wa'alaikumsalam, baru pulang? Naik apa tadi? Pasti cape, ya? Mau makan apa?" Aku terkekeh mendengar begitu banyak pertanyaan yang keluar dari bibirnya. Sungguh aku sangat senang saat-saat seperti ini, di perhatikan meski dalam bentuk kecil tapi, bagiku itu sangat berarti.

"Yeh, di tanya ko malah ketawa? Beneran ini, Non mau makan apa?" Aku langsung merenggut, sudah berulang kali aku bilang kepadanya tapi tetap saja dia lakukan. Ish, sebal!

"Apaan sih, Bu. Namaku Grissela, bukan 'Non'. Jangan di ulangi lagi, sudah berapa kali Griss bilang, jangan begitu," ucapku dengan wajah sebal. Aku palingkan mukaku ke samping. Percayalah, aku tidak benar-benar kesal padanya. Aku terkekeh dalam hati sambil berhitung.

Satu ...

dua ...

tiga ...

Dan ... ya, Ibu mengusap lembut pucuk kepalaku. Ini yang aku inginkan, hanya ini, kenyamanan ini. Kenapa tidak pernah ada yang memberi? Kenapa? Apa dunia terlalu sibuk, hingga hanya untuk memberiku hal kecil seperti ini saja tidak akan sempat?

"Udah jangan ngambek, nanti makin cantik. Ayo, makan," ajaknya sambil terkekeh kemudian menarik tanganku menuju meja makan. Aku tersenyum akan itu kemudian melingkarkan tanganku kedalam perutnya sambil berjalan menuju meja makan.

Ibu memberikanku piring berisi nasi kemudian aku menerimanya dengan senyuman. Sendok dan garpuh kini aku adukan dengan meja makan sambil berucap "makan, makan, makan," berulang kali. Percayalah, aku seperti anak ayam yang belum di beri makan seminggu, masa bodoh, aku senang! Ibu terkekeh kembali kemudian memberikanku ayam balado. Uhh, sangat menggoda! Aku menatapnya dengan berbinar, seperti menatap calon masa depanku, Manu Rios Tercinta.

"Jangan di tatap terus, cepet dimakan!"

"Hehehe, iya, Bu." Ibu hanya geleng-geleng kemudian pergi menuju dapur. Aku makan dengan tenang, entah tiba-tiba aku teringat kejadian tadi, tidak terasa bibirku terlengkung. Sangat indah, akan aku simpan dalam ingatan. Hujan tidak hanya membawaku terjebak karena rinainya, namun juga membawa waktu untuk bersama dengan dia, Rasya.

Setelah selesai makan, aku menuju dapur untuk mencuci piring dan sendok ini. Jika Ibu melihat, pasti dia akan langsung merebutnya dan menyuruhku langsung naik ke kamar. Tapi, sepertinya ibu tidak ada, jadi aku akan melakukannya sendiri. Setelah itu aku segera naik ke atas menuju ke kamarku.

Satu persatu anak tangga aku naikki, hingga sampai tangga terakhir. Aku berbelok menuju kamarku, pintu putih dengan hiasan dinding dari rajut menempel di situ, ciri dari kamarku. Aku segera masuk dan merebahkan tubuhku di atas kasur.

Menatap langit-langit kamar, seketika senyum ini enggan untuk aku cegah kala mengingat kejadian tadi, segera aku buka buku harian bersampul merah jambu itu dan mulai menukir kalimat-kalimat curahan hati ini.

Tuan tanpa nama, sekarang aku tau apa nama indahmu. Rasya, nama yang manis seperti pemiliknya. Setelah hari ini, nama itu akan selalu aku bawa di setiap goresan penaku. Bahagia memang sesederhana itu, menghabiskan waktu singkat bersamanya bisa membuat rasaku melambung hingga senyum ini tidak bisa aku sembunyikan.

Jakarta, 14 Juli 2019


Aku menatap keluar jendela, hujan masih belum berhenti menyapa. Segera aku ambil kameraku, mengabadikan senja sore ini. Semburat jingga serta rintik hujan sore ini menjadi saksi awal kisahku.

Setelahnya, aku segera menuju kamar mandi, segarnya air begitu memanggilku. Beberapa menit berlalu, aku pun selesai dan segera membaringkan tubuhku, beranjak keperaduan mimpi.

🌼🌼🌼


Satu persatu anak tangga ia tapaki, kaki jenjangnya menuju meja makan. Sudah tersaji berbagai macam makanan, tak mungkin habis bila ia lahap sendiri. Ia langsung duduk dan mengambil piring yang ia isi dengan nasi serta lauknya.

Suara derap yang terdengar begitu terburu menghampirinya. Ternyata berasal dari ayahnya, pahlawan yang selalu ia banggakan dan syukuri keberadaannya.

"Sayang, maaf Ayah enggak bisa sarapan bareng kamu, ayah ada meeting mendadak. Kamu jaga diri, ya," ucapnya sambil mempelai rambut Griss lembut.

"Ayah, sebentar aja. Apa Ayah enggak bisa?" Grissela menahan tangan Ayahnya, sambil tertunduk lesu.

"Maaf, Griss, Ayah buru-buru. Ada klien yang merencakan pertemuan mendadak."

Griss yang masih menggenggam tangan Ayahnya, menciumnya dengan khidmat. "Biar Griss buatin bekal, Ayah tunggu sebentar di sini," ucap Griss sambil berlalu ke arah dapur. Ia kembali sambil menggenggam kotak makan berwarna biru.

"Makasih, Sayang! Maafin Ayah yang enggak bisa menemanimu. Tapi, percayalah, Ayah begitu menyayangimu, Anakku!" Dekapan hangat Ayahnya yang kini begitu menenangkan dan sangat ia rindukan. Kehangatan ini, hanya itu yang ia mau.

"Ya udah, sekarang Ayah berangkat. Tadi katanya lagi buru-buru. Ayah pagi-pagi malah mellow," canda Griss sambil melerai dekapan Ayahnya. Ayahnya hanya terkekeh sambil mengusap pucuk kepalanya lembut.

"Ya sudah, Ayah berangkat, ya. Kamu juga jangan sampai telat, cepet berangkat sama Mang Ndut, jangan naik taxi lagi! Assalamualaikum."

Tuh, kan! Ternyata, Ayahnya mengetahui bahwa ia tidak diantar supir, huft benar-benar!

"Wa'alaikumsalam warahmatullah," jawab Griss lesu. Dan di luar terdengar kekehan dari Ayahnya.

Ayahnya, sosok pahlawan yang bisa menjadi seorang ibu, temen, atau apapun demi menghiburnya. Meski hanya bersama ayahnya, ia dapat merasakan apa arti sebuah keluarga. Hanya Ayahnya, rumah ternyaman dan teraman baginya.

🌼🌼🌼

Mohon maaf, semesta sepertinya tidak memberi saya gambaran tentang keluarga. Saya mellow jika sudah berkaitan tentang keluarga, terlebih Ayah.

Hmmm dah lah babay!

Salam manis dari yang manis, Mrym :'v

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang