4. Ketua Osis?

53 20 1
                                    

🌼

[861 word]
Don't forget to voment

🌼

Grissela berdiri di antara ratusan siswa yang bagaikan sedang di panggang di tengah lapangan. Di tengah hari, waktu yang seharusnya di gunakan untuk mengisi perut, harus di tunda saat mendengar pengumuman tentang harus berkumpulnya siswa kelas X di tengah lapangan, entah untuk apa.

Suara dari microphone memecah lamunan dari gadis cantik itu. Grissela langsung terfokus menatap ke depan, berjinjit karena ia berada di barisan paling belakang. Sedangkan, tinggi badannya yang jauh lebih kecil di antara orang yang berada di depannya.

"Baik, pertama-tama perkenalkan nama saya Haytam Ar-Rasyam, saya menjabat sebagai ketua osis di sini." Suara itu terdengar begitu familiar di telinga Griss, dia merasa pernah mendengarnya. Tapi, dimana?

"Gila! Ganteng banget," seru salah satu siswi yang berada di samping Griss, kalau tidak salah dia adalah Sinta.

"Bener, Sin! Astaga, gue kaga kuat ngeliatnya. Coba liat deh, badannya itu pelukable banget! Itu rambutnya, aduhai cucok badai," ucap salah satu teman Sinta.

Mendengar percakapan mereka, membuat rasa penasaran Griss muncul. Memang sebegitu gantengnya di ketua osis itu?

Griss terus saja menjinjitkan kakinya, berharap bisa melihat objek yang sedang berbicara di depan. Hingga tiba-tiba, Griss bertemu mata itu, mata elang yang sangat ia kagum, cinta awal pandangannya. Griss dengan Ras saling bersitatap. Ya, Haytam Ar-Rasyam ternyata Ras, tuan yang selalu menjadi objek di setiap rangkaian aksaranya. Ras menyunggingkan senyum tipis, Grissela yang melihat itu pun segera berdiri seperti semula sambil menunduk. Bukan ia tak kuasa untuk berjinjit, ia hanya tidak kuat melihat senyum yang sangat manis itu.


"Senyumnya manis semanis maduuu." Salah satu siswi di sambil Griss bersenandung ria.

"Eh, eh, dia senyum ke gua!"

"Enak aja, dia senyum ke gua tau!"

Mendegar perdebatan tersebut, ingin rasanya Griss berteriak di depan muka mereka, "Gak usah kecantikan! Dia senyum ke gua, bukan ke kalian, ondel-ondel!" Panasnya terpaan sinar surya, bertambah mendengar suara-suara dari makhluk berkedok make up tadi.

"Baiklah, sepertinya hanya itu yang saya sampaikan. Saya harap kalian dapat memahami dan melaksanakannya. Kalian dapat kembali ke kelasnya masing-masing. Sekian, terima kasih." Ras tersenyum tipis, sangat tipis untuk di katakan senyuman, saat melirik Griss yang nampaknya tengah melamun. Ia langsung berbalik menuju ruang guru.

Grissela tersadar dari lamunannya saat merasakan ada tangan yang merangkul dirinya. Ya Tuhan, ternyata anak toa, yang sayangnya merupakan sahabatnya ini. Putri menatap Grissela heran saat melihat wajah aneh gadis itu.

"Kenapa dah lu?"

"Ah, gua baru di putusin Sehun semalam," canda Griss sambil menampilkan wajah sedih palsunya. Mendengar perkataan Grissela, Putri langsung mendorong kepala Griss, menyadarkan gadis itu kepada dunia nyata. Ia tak terima bias tercintanya di kait-kaitkan.

"Sehun, Sehun! Bebeb gua lu bawa-bawa. Kalo pun itu nyata, gua yakin lu bakalan di putusin semenit setelah dia nembak," tindas Putri sambil memasang wajah serius yang di buat-buat.

"Sini deh, Put, gua bisikan." Griss menarik kepala Putri agar mendekatkan telinganya.

"JAHAT!" Putri langsung menjauhkan telinganya setelah mendengar teriakan Grissela, tepat di dekat telinganya. Rasanya pengang, sungguh jika di sampingnya ini bukan sahabatnya, sudah di pastikan akan ia cincang-cincang.

"Astaga, Grissela! Gua tau, gua baik, Griss. Enggak usah bilang lagi, lah," ucap Putri sambil menyilangkan tangannya di dada, berlagak sombong. Grissela langsung mengacak rambut Putri dan langsung melarikan diri dengan di iringi tawa puas, "Hahaha rasain, Lo!"

"GRISSELA!!"

🌼🌼🌼

Ini gua, Ras, yang kini tengah berdiri di ruang kepala sekolah.

"Ras, acara camp akan di adakan, saya harap kamu dapat bertanggung jawab menjaga siswa. Ingat, MPLS bukan ajang penyiksaan ataupun ajang balas dendam, jangan sampai ada kekerasan yang di lakukan saat acara. Lakukan hal yang tegas, bukan keras," jelas kepala sekolah.

"Baik, Pak."

"Terutama, jaga diri kamu, Om enggak mau kamu kenapa-kenapa."  Tatapan kepala sekolah ini melembut. Ya, ini Pak Baskara yang sering gua panggil Om Babas, teman kecil Papa.

"Ehehe pasti, Om!" Ingin rasanya bertanya tentang "dia", namun ragu gua rasa.

"Hmm ... Om, gimana kabar dia?"

Om Babas menarik nafas dalam sebelum menjawab. "Dia ... masih sama, belum ada perubahan. Dia yang dulu belum kembali, entah gimana lagi caranya, Om bingung."

Jujur, sesak rasanya saat mendengar kabar itu. Andai saat itu gua ada di sampingnya, andai waktu bisa di ulang, andai gua dapat perbaiki semuanya. Namun, gua tau, semua itu hanya sebatas kata 'andai' saja.

"Hmm ya sudah, Om. Ras balik ke kelas dulu, ya, assalamualaikum!" Gua cium tangannya kemudian berbalik melangkah ke luar ruangan.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah."

Gua  jalan enggak sendiri di lorong ini, ada sesuatu yang hitam yang selalu nemening gua, tau siapa? Bayangan, hahaha. Atau, kalian mau juga nemenin gua? Wah jadi orang ketiga dah nantinya. Sekolah sepi, karena memang KBM telah di mulai. Tenang, gua enggak bakalan kena hukum kok, ketua osis mah bebas.

Saat hendak ke kelas, tiba-tiba alam memanggil gua untuk membuang sesuatu, kaya kenangan bersama mantan mungkin? Ehehehe. Gua lari dari pada basah di tempat, ya 'kan?

Gua lari secepat lajunya cahaya, oke itu terlalu hiperbola. Tinggal melewati tikungan teman yang begitu tajam. Tapi, tiba-tiba ...

Brukk


🌼🌼🌼

Hayo lho, apaan tuh? Jangan-jangan durian runtuh lagi😂

Jangan lupa vote dan komen, ya!
See you😙

-Mrym🌻

RetisalyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang