Ku bilang pada semesta: semoga segala kemungkinannya membawa bahagia.-Jurnal Dyla
Dyla berdiri tidak tenang, sesekali mengipasi diri sendiri dengan tangan. Dyla memperhatikan ponselnya dengan cemas, setelah beberapa detik lalu ia mengirim pesan untuk Iqbal, seketika dirinya menyesal.
"Aduh, ada apa sama gue?" Dyla menelungkupkan kedua telapak tangannya di wajah. Seandainya nanti mereka bertemu lagi, pasti sangat memalukan.
Dyla mengintip ponselnya yang masih tergeletak di sampingnya, tidak ada notif apapun. Ya jelas, Dyla mematikan sambungan datanya.
"Ah sudahlah!"
Dyla meraih ponselnya dan kembali menyalakan sambungan datanya agar bisa terhubung dengan aplikasi chat.
Dret dret dret
Beberapa notif seketika muncul, banyak sekali pesan masuk terutama dalam grup baru. Dyla gugup sekali, merutuki diri sendiri atas kelancangan yang ia buat sendiri.
Dyla menggigit bibir sembari menggeser layar ponsel ke atas kemudian mengetikkan password. Dyla menekan icon aplikasi chat yang beberapa menit lalu sudah ia buka.
Dyla terdiam. Matanya seketika fokus pada salah satu chat masuk, meskipun bukan diurutan pertama.
Iqbal: Bukan.
Dyla mengernyit, "Bukan? Jadi bukan Iqbal gitu maksudnya? Terus siapa?" Dyla berbicara pada diri sendiri.
Tanpa pikir panjang, Dyla langsung membalas. Rasa gugup yang mendera tiba-tiba hilang karena jawaban yang tidak diinginkan. Dyla sibuk berpikir, apa Dyla salah mengirim pesan? Tapi profil yang dilihat Dyla jelas itu Iqbal-si cowok bougenville, si pengembali jurnal, dan si penyelamat dari selokan. Ya, benar, itu dia.
Dyla: Maksudnya bukan Iqbal?
Iqbal: Ini siapa?
Dyla bingung, ia berpikir sejenak sebelum membalas, haruskah ia jujur? Dyla memang tidak memasang foto di profilnya dan namanya pun hanya ia tulis D.
Dyla: Dyla.
Iqbal: Oh, saya kira penagih hutang, haha.
"Bentar, dia ngelawak? Kok jayus." Dyla terheran-heran, belum mengetik apapun untuk membalas.
Dret
Saat Dyla hendak membalas, Iqbal kembali mengirim pesan.
Iqbal: Kalo kamu mau bilang saya jayus juga nggak apa, saya ikhlas.
Dyla: Siapa bilang? Nggak kok.
Iqbal: Saya kan yang barusan bilang.
Dyla jengah, ia harus cepat-cepat memastikan kalau ini Iqbal atau bukan. Tidak ingin membuang waktu untuk saling mengirim pesan dengan orang yang tidak dikenalnya. Tapi, sebentar, memangnya Iqbal dan Dyla saling mengenal?
"Kenal dong. Di greenhouse, di kelas, di forum, iyakan?" Dyla lagi-lagi berbicara pada diri sendiri, meyakinkan suara-suara penuh tanya yang sedari tadi menambah keraguannya.
Dyla: Jadi, ini Iqbal atau bukan?
Iqbal: Manusia.
Dyla: Hah?
Iqbal: Yaudah saya setan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal: Dear, Iqbal
Roman pour AdolescentsHATI-HATI MENDADAK BUCIN. HIGHEST RANK: #20 Jurnal Berawal dari dua kepribadian yang berbeda, lalu menjadi satu kesatuan yang sempurna. Dyla yang hampir kehilangan harapan untuk hidupnya dan Iqbal yang kemudian bersedia mengisi semua kekosongannya s...