PROLOG : Tamu Tak di Undang.

135 8 21
                                    


Pekik berdenging, sesuatu yang terdengar seperti gesekan sebuah besi yang diseret melewati lorong sunyi tak berpenghuni, membuat kelelawar pun riuh menyibukkan diri meninggalkan kediaman mereka.

Buluk kuduk Marthin pun berdiri, ia bersembunyi di dalam sebuah ruang gelap gulita guna menghindari diri dari kejaran sosok tinggi berjubah hitam dengan salah satu ujung runcing kapak yang digeret ke permukaan lantai.

"Marthin, apakah kau bersembunyi di sana?"

Pertanyaan dari sosok jubah hitam itu berhasil membuat seorang Marthin cemas terperangkap dalam suasana mencekam. Suara yang menggema seolah menukik dekat dengan gendang telinga Marthin. Ia rapat-rapat menutup mulutnya, deru napasnya tak beraturan, peluh pun berkucuran deras.

"Aku akan menemukanmu, Marthin!"

Sosok jubah hitam itu terus memberi peringatan pada Marthin. Selang beberapa saat kemudian, sebuah bayangan dari sosok jubah hitam tersebut sampai di lantai dekat ujung kaki tempat persembunyian Marthin. Ia sudah sangat gusar dan hendak lari dari sana, namun jika ia gegabah tentu nyawanya akan melayang.

Bayangan itu hanya melintasinya saja dan berlalu pergi ntah kemana. Marthin membuang napas lega, setidaknya sosok jubah hitam itu tidak memergoki persembunyiannya.

"Matahari akan terbit sekitar sepuluh jam lagi, itu artinya aku pun harus bertahan sedikit lebih lama lagi," gumam Marthin. Ia sudah menggenggam belati ditangan kanannya. Satu-satunya benda untuk melindungi diri yang dia punya. Walaupun begitu, ia merasa tetap terjaga selama belati itu masih ditangannya sebab belati itu adalah pemberian ibunya.

BRAAKK!!

Marthin terlonjak kaget dengan kedua bola mata yang terbelalak. Sebuah kapak mendarat dan menancap di dinding tepat pada sisi sebelah kanannya. Sekitar dua sentimeter dari keberadaan telinga Marthin. Dinding itu begitu keras, tentu bukan kekuatan yang biasa sehingga sosok misterius menyeramkan itu bisa dengan mudahnya hampir membelah dinding dengan sebilah kapak saja.

"Hai, Marthin." Sosok jubah hitam bertopeng itu seraya menyeringai puas. Ia tepat berada sepuluh langkah dari hadapannya. "Sudah kubilang aku pasti akan menemukanmu!" tukasnya dengan diiringi suara tawa licik. Tawa yang menggelitik bulu kuduk Marthin sebab suara itu tak biasa didengar oleh telinga manusia normal.

Sosok jubah hitam itu berjalan ke arah Marthin. Netra Marthin terbelalak, "Tunggu dulu, kakinya tidak menapak??!" gumamnya bergemetar. Ia sedang mengahadapi makhluk dengan kekuatan beraura hitam. Sosok itu seolah terbang ke arah Marthin. Ia segera berbalik badan dan hendak mencabut kapak milik jubah hitam itu dari dinding. Namun sayang, kapak itu terlalu kuat menancap di dinding. Sosok itu semakin lebih cepat lagi terbang ke arahnya, Marthin pun bergegas berlari ke sisi yang lain sejauh yang ia bisa.

Kapak yang tadinya menancap dan tidak dapat ditarik oleh tangan kosong Marthin walau dengan sekuat tenaga di dinding itu, tiba-tiba saja, kini bisa lepas dari sana dan melayang tepat dibelakang punggung sosok jubah hitam. Ia tertawa puas menggelegar seolah melontarkan ejekan pada Marthin yang berlari ketakutan menghindarinya.

Setelah berlari tergopoh-gopoh menyusuri jalanan koridor ruangan kosong tersebut, akhirnya Marthin sampai di penghujung ruangan. Dimana ia hanya menemukan kebuntuan dari dinding tak berpintu.

"Marthin, tunggu Marthin!" goda suara dari sosok jubah hitam tersebut dari kejauhan. Marthin terus memutar otak untuk mencari jalan keluar, tapi ia tak dapat menemukan apapun di sana. Selain belati yang digenggamnya.

"Hanya tinggal ini yang tersisa!" tukasnya.

Marthin menggenggam erat belati tersebut. Ia sudah memikirkan hal terburuk bila memang ia harus menggunakan belati tersebut sebagai jalan terakhirnya.

Gadis Dimensi Lain (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang