4. Di Kerjain Gitar

54 5 6
                                    

Baru saja Marthin dan Aryo sampai di parkiran kampus mereka. Rupanya segerumbulan orang sudah menyambut kedatangan mereka. "Masih pagi udah ada aja yang mau cari masalah!" keluh Marthin saat ia hendak melepaskan helmnya yang masih terpasang epik di kepalanya. Ya, siapa lagi jikalau bukan pria berbadan jangkung dengan otot yang luber-luber. Pria yang juga dijuluki sebagai preman kampus. Toni and the Genk.

"Gak usah dilawan deh, badan dia gede keras gitu, serem Marth!" kata Aryo cemas.

Sebenernya, Marthin tidak pernah  setuju jika Toni disebut sebagai preman kampus. Katanya, "Badan doang kekar, tapi nyali mah lembek, lebih lembek dari adonan donat yang dibuat papaku deh!" ejeknya menyeringai puas.

Aryo menyangkal, "Sekali-kali kita gak usah ladenin dia, Marth. Dia rame-rame sedangkan kita cuma berdua, kan?"

"Kamu takut sama Toni, Yo?" tanya Marthin terkekeh. "Gini ya. Kita cuma berdua tapi kita lebih hebat dari dia. Lihat, daripada dia tuh, yang selalu bersembunyi dibalik ketiak antek-antek nya. Diajak duel ajak langsung keok."

Aryo sudah kehabisan kata, dari kecil yang punya nyali besar memang Marthin. Bahkan yang mencuri mangga tetangga kala itu juga Marthin sedang Aryo hanya bertugas untuk mengawasi keadaan sekitar.

Dengan santai Toni turun dari jeepnya seraya berjalan menghampiri Marthin dan Aryo. Awalnya, Marthin mendengarkan Aryo untuk tidak sedikitpun merespon. Tapi karena mereka biang cari masalah dan berusaha terus mengolok-ngolok Marthin dan Aryo, maka tingkat kesabaran Marthin yang setipis tisu itupun tak kuasa lagi menahannya.

"Thin! Thin! Tinyyyy!" ejek Toni. "Suara klakson lewat dengan sombongnya!" sambungnya diiringi suara tawa yang mereka yang tergelak.

"Eh bukan. Tiny itu bahasa Inggris kan, artinya apa deh?" timpalan dari salah seorang anggota Genk Toni yang berusaha menyulut titik emosi Marthin.

"PENDEEEKK!!" ejek mereka terpingkal. Toni berupaya untuk mengusir kesabaran Marthin.

"BUKAN ITU ARTINYA TOLOL!!" geram Marthin mengepal tangannya dan hendak berbelok menghampiri mereka, "Sabar-sabar, Marth. Jangan kepancing!" kata Aryo memperingatkan seraya menghalangi Marthin.

"Apalagi yang mereka harapkan kalau bukan mancing kemarahanku, Yo? Ini sih bener-bener mancing kemarahanku yang udah sejak lama semedi di Gua Hiro!" ketus Marthin yang sudah mengepal tangannya itu.

"Pasang pandangan lurus ke depan, jalan dan jangan lihat ke arah mereka!" tegas Aryo sengit.

Syukurnya Marthin memiliki sahabat seperti Aryo yang begitu sabar menanganinya. "Dari dulu tuh anak emang selalu caper cari masalah samaku. Padahal, dulu waktu kita smp udah pernah hampir kita goreng tuh dia kan trus tinggal dikasih saus ekstra pedas. Tapi sayang aja, bapak Mardi keburu dateng kan jemput aku di sekolah," grutu Marthin tanpa henti.

Aryo menggeleng geli. "Ya udah tahu kan berarti tuh anak emang caper aja sama kita."

Mereka berjalan santai melewati segerumbulan itu. Marthin berusaha meredam amarahnya yang tinggal meletus mengeluarkan lahar panas. Sesekali Marthin mengelus dadanya.

"Uluh-uluh totwitnya duo sahabat ini ya guys!" ejek Toni lagi.

"Eh tunggu, mereka tuh beneran sahabatan atau sahabatan cuma jadi kedok doang buat nutupin kalo aslinya mereka jeruk makan jeruk?" timpal teman Toni.

"Jeruk makan jeruk ini mah, fix!" timpal yang lainnya dengan gelak tawa. Kali ini Marthin sudah tidak bisa lagi memberikan toleransi untuk makhluk tengil seperti Toni. "Ini gak bisa nih, Yo. Kutu-kutu loncat itu terlalu mubazir kalau gak kita basmi!" tegasnya geram segera berjalan menghampiri Toni dan teman-temannya. Sementara Aryo hanya bisa menepuk hamparan keningnya.

Gadis Dimensi Lain (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang