T.H- 2. Hukuman

12 8 6
                                    

HUKUMAN

------------------------------------------
Nama yang cantik.
Secantik orangnya.
------------------------------------------

*****

Tak habis pikir dengan jalan pikiran Yuda yang telah membedakan hukuman kepada mereka.

Setelah sadar dengan perkataan Yuda tadi. Selina dengan beraninya menyekal tangan kanan pemuda di sebelahnya, yang dari penampilannya cukup mengerikan.

Bagaimana tidak?
Sekolah memakai topi cupluk hitam dengan gambar tengkorak di bagian depan. Serta, kalung dengan bandul sepasang cincin yang menggantung bebas.

Serta mata hitamnya, yang memandang bak pedang yang menghunus tepat sasaran.

Sejujurnya Selina merasa ngeri dengan keberanian dirinya, namun untuk menegakkan keadilan, ia mencoba menepis segala rasa yang datang tiba-tiba.

"Ehh, tunggu!" cegahnya kepada lelaki di sebelahnya. Yang ingin segera beranjak menyelesaikan hukumannya,
"maksud lo apa si kak? Kok di bedakan gini?!" tanyanya Kepada Yuda.

Yuda tak menjawab. Hanya menyunggingkan bibir ranumnya. Membentuk smirk kecil disana.

Apa maksudnya? Sungguh Selina tak paham arti dari senyuman Yuda.

Tak ingin ambil pusing, Selina pun beranjak pergi dari hadapan Yuda, dengan tangan setengah menyeret lelaki di sebelahnya.

"Hallah, dahlah. Serah lo." Sahut Selina tak peduli dengan tatapan tajam Yuda yang di tujukan kepadanya.

Berhenti sejenak, "lagian, lumayanlah ya. Bolos jam mapel." lanjutnya dengan mata yang memandangi jam yang melingkari tangan kirinya dengan smirk kecilnya.

Sedangkan lelaki di sebelah Selina hanya diam. Memandang perdebatan kecil di depannya tanpa minat. Rasanya ingin segera beranjak, dan menyelesaikan hukumannya, tentu saja.

Berbeda dengan Yuda, yang melihat Selina beranjak bersama pemuda yang tak di sukainya membuat ia terbakar api cemburu. Ahh sial!

*****

Tak membutuhkan waktu lama. Kini keduanya telah sampai di depan ruangan yang berbentuk seperti ruang kelas biasa, dengan aksen pintu berwarna coklat gelap.

Di sebelah kanan pintu terdapat jendela, tertutupi oleh kelambu berwarna merah. Tak nampak seperti gudang, hanya tampak seperti ruang kelas yang lain.

Lama menunggu, dari keduanya tak ada yang berniat membuka gagang pintu. Mereka hanya saling diam, dan saling pandang. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh keduanya.

Tak ingin berlama-lama, lelaki itu yang mengalah. Mendorong pintu gudang dan menampilkan ruangan tersebut. Tak ada raut terkejut sama sekali.

Berbeda dengan perempuan di sebelahnya, yang nampak terkejut dan tidak percaya dengan keadaan serta tatanan di dalam gudang tersebut.

Yang Selina pikirkan di dalam gudang akan ada banyak sekali barang-barang milik sekolah yang sudah kotor dan berdebu. Serta tatanan ruangan yang berantakan.

Speechless..

Waw..

Tersadar, Selina mengahampiri lelaki yang telah merebahkan dirinya di sofa berwarna coklat muda, yang warnanya sudah sedikit pudar, namun masih kelihatan nyaman untuk di duduki.

"Ini gudangnya Kak? Serius?" tanyanya dengan raut wajah yang masih terkejut.

"Iya," jawab lelaki itu singkat.

"Kok beda ya kak? Rapi, sudah bersih pula, bahkan ada sofa-nya." ocehnya dengan pandangan mengitari ruangan.

Ya, gudang itu tak nampak seperti gudang pada umumnya. Gudang itu berbeda. Banyak meja dan kursi yang sudah tersusun rapi. Lantai bersih dan tidak berdebu. Bahkan di sudut ruangan dekat dengan lemari kayu terdapat sofa yang di duduki lelaki tersebut dan sebuah gitar bertengger manis disana.

"Ya, jelas bedalah!" ucapnya datar disertai dengusan. Pandangannya tak lepas dari perempuan di depannya yang kini menuju jendela bagian dalam ruangan.

Disibaknya kelambu di jendela itu. Dan betapa senangnya Selina yang melihat pemandangan indah di depan matanya.

Nampak pemandangan kota yang padat di pagi hari. Serta bangunan-bangunan kota yang menjulang tinggi di hadapan.

"Huaaa, bagus banget." ucapnya dengan binar mata penuh kebahagiaan.

Lelaki itu mendekat, membuka jendela yang tepat di sebelah Selina. Mengikuti Selina. Namun, raut wajahnya nampak biasa saja, tak seheboh Selina. Tentu saja.

Tersadar mereka belum saling kenal. Selina menyenggol lengan tangan lelaki itu dengan kasar, "nama kakak siapa? Kita belum saling kenal kan?" tanyanya dengan senyuman yang manis.

"Oke, aku dulu! Aku Selina, dari kelas XI Mipa 4, nomor Absen tiga puluh tiga, anak kedua dari dua bersaudara," ucapnya dengan satu kali tarikan nafas.

"Argone Baskoro," jawabnya singkat.

"Panggilannya apa kak?" sahut Selina.

"Argone," ucap lelaki itu yang bernama Argone. Sambil melangkah menuju pintu.

"Aku panggil Abas aja boleh kak?" tanyanya dengan becanda.

"Serah lo!" jawab Argone tak peduli.

"Oke! Kak Abas! Tungguin dong!" teriaknya lantang.

Ck. decaknya.

*****

Thank you!💜
Follow this Story yey!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang