Setelah Hujan Reda

818 9 9
                                    

"Ayo pulang"

"Ayo"

Tapi tidak ada satupun yang beranjak. Begitu terus, diulang-ulang. Tidak ada yang benar-benar ingin pulang. Lalu kita menertawakan kita. Hal bodoh macam ini entah mengapa terasa manis jika dilakukan oleh dua orang yang sedang jatuh cinta.

Pantas saja ada ungkapan, "kalau jatuh cinta, tai kucing pun jadi rasa coklat"

Lalu hujan tiba-tiba saja turun dengan deras dan kita benar-benar tidak bisa pulang. Sampai-sampai kita harus memesan minum lagi agar tidak diusir secara halus dari kafe ini.

"Kamu kenapa senyum-senyum ?" Tanyamu. Kubilang, aku senyum karena senang kita terjebak disini, aku bisa lebih lama bersamamu. Lalu kamu seperti biasa, mencibir. Tapi matamu tidak bisa bohong bahwa kamu juga senang seperti ini.

Tambahan waktu satu jam yang menyenangkan diiringi suara hujan dan tentu saja suaramu juga. Bahkan, rasanya belum cukup, sebab aku mudah rindu dan kamu susah diajak bertemu.

Kita akhirnya pulang dan berjalan ditemani gerimis kecil yang mungkin sebentar lagi habis. Sesekali, aku menginjak air yang tergenang di trotoar. Sengaja, agar aku bisa melihat ekspresi sebalmu waktu aku melakukan hal yang tidak kamu sukai. Menggemaskan.

"Bikin kotor, tahu" Katamu. Iya, iya, kamu Mr. 100% Higiene.

Aneh sekali melihat trotoar yang biasanya dipenuhi oleh penjual makanan ini sepi. Hanya ada satu penjual kacang rebus dan satu penjual mie ayam. Mungkin karena efek hujan juga.

Entah karena kaki panjang yang membuatmu bisa melangkah lebar-lebar atau memang kecepatan melangkahku yang rendah, kamu tiba-tiba sudah beberapa meter di depanku. Lalu kamu berhenti dan berbalik badan.

"Stop" Katamu saat aku hanya terpaut beberapa langkah darimu. Aku berhenti dengan wajah kebingungan. Sebaliknya, kamu tersenyum misterius. Tanganmu terangkat dan menggoyangkan dahan pohon yang ada di atasmu, lalu mundur beberapa langkah dengan cepat.

"Astagaaa!!“ Aku tidak habis pikir melihat kejahilanmu. Sisa-sisa air hujan di pohon yang dahannya kamu goyang-goyangkan itu jatuh menghujani aku. "Basah, tahu!"

Sambil tertawa-tawa, kamu  mendekat lagi dan berhenti saat jarak kita hanya selangkah. Kamu tersenyum, kali ini tampak lebih kalem. Iya, iya, kalem dan ganteng. Lalu ketika aku sedang terhipnotis oleh senyummu, dengan cepat kamu mengulangi kejahilanmu. Kali ini, kita berdua sama-sama kebasahan.

"Yaaaang!" Aku mendelik kesal.

Kamu meleletkan lidah, lalu kabur.

"Awas ya!" Kataku tidak terima, lalu berlari mengejarmu. "Nyebelin, ih"

Tidak benar-benar menyebalkan, sih. Malah, aku senyum-senyum sendiri. Kamu juga tidak benar-benar ingin berlari dan kabur. Kalau iya, mana mungkin aku bisa menangkapmu, mencubiti pinggang dan lenganmu, sambil tertawa-tawa seperti sekarang.

"Maaf, ya" Katamu lembut sambil menyeka bulir-bulir air di wajahku dengan punggung tanganmu. Kamu lalu mengeluarkan flannel kotak-kotakmu dari dalam tas. "Jaketmu kan basah, ganti pakai ini aja"

"Tapi kaosmu juga basah" Aku menatap kaos biru mudamu yang sekarang jadi bermotif polkadot. "Kamu aja yang pakai"

Lalu kamu malah tersenyum jahil. "Ooh, kamu mau aku ganti pakai flannel ini karena mau lihat aku buka baju, kan ?"

"Ih, ge-er" Aku bergidik geli sambil menanggalkan jaketku yang berbahan tipis dan menukarnya dengan flannel kotak-kotak milikmu. Agak kebesaran, sih, tapi nyaman.

Tiba-tiba kamu mendekapku dan mendaratkan satu kecupan di puncak kepalaku. Kamu menatapku sambil tersenyum jahil, tapi kali ini aku tidak protes atas kejahilanmu. Sebab, merasakan kedua tanganmu melingkari tubuhku hingga aku bisa mendengarkan detak jantungmu, rasanya nyaman sekali.

"Aku sayang kamu" Kamu seperti bergumam pada dirimu sendiri. Aku tahu, kamu tidak biasa mengatakan itu lewat kata-kata. Kamu, bisa dibilang, selalu mengatakannya lewat tindakan. Tapi ternyata, aku juga butuh mendengarkan kalimat itu terucap darimu. Rasanya menyenangkan sekali saat mendengarnya.

"Aku tahu, Yang" Aku mengangkat wajahku, lalu tersenyum. "Tapi aku nggak mau diciduk Satpol PP karena malam-malam bermesraan di tempat umum"

Kamu buru-buru melepaskanku dan mundur satu langkah. Aku tertawa gemas melihat kamu yang salah tingkah.

Terimakasih, hujan yang indah.

Belum Tidur - Kumpulan Cerita PendekWhere stories live. Discover now