Pengakuan

24 2 0
                                    

"Berarti kamu kenal dia Re?" Aku menunjukan Jeje kecil padanya.

Rere menganggukkan kepalanya pelan.

"Dia udah ninggalin saya di panti pak, karena udah diadopsi duluan sama orang lain. Berpuluh-puluh tahun, belum pernah ketemu lagi. Jadi, saya gatau dia kayak gimana dan ada di mana sekarang." ekspresi Rere berubah jadi murung sekarang.

Ya Tuhan...

Aku ragu-ragu ingin menggenggam tangannya.

Namun, akhirnya tanganku pelan-pelan menggenggam tangannya.

"Re, aku di sini Re. Ini aku Jeje yang kamu kenal dulu." aku berusaha untuk mengakuinya.

Rere terdiam tidak percaya.

"Ini Re, kamu inget ini? Jepitan rambut yang aku kasih ke kamu dulu?" aku mengeluarkan jepitan beruang dari kantung tasku.

"Terus, kamu dulu suka banget sama ini kan?" aku mengeluarkan beberapa tangkai permen kaki

Rere terkejut, lalu air matanya tiba-tiba perlahan mengalir ke pipinya.

Aku menyeka air matanya yang mengalir.

Lalu.... aku memeluknya.

Setelah merasa Rere sudah jauh lebih tenang, aku melepaskan pelukanku.

"Hey."aku memegang kedua sisi rahangnya dengan kedua tanganku

"Je?" Rere memandang mataku

"Hmm?" aku melepaskan kedua tanganku dari rahangnya

"Kamu kemana aja?" tanyanya

"Aturan aku yang tanya itu ke kamu. Kamu kemana aja? Waktu itu aku dateng ke Panti sama Eyang, kamunya gak ada. Kata ibu Panti, kamu udah diadopsi sama orang Surabaya. Bener Re?"

Aku melihat Rere menghela nafasnya berat.

"Yaudah Re, kalo kamu belum siap cerita gapapa kok, gausah dipaksa." aku mengelus kepalanya lembut

"Makasih Je udah mau paham."

Aku melemparkan senyuman padanya.

"Yaudah, nih buku-buku yang mungkin bakal kamu perluin." aku memberikan beberapa tumpukan buku yang akan aku pinjamkan pada Rere "Oh iya, kan udah hampir dua bulan nih aku jadi dosen pembimbing kamu. Menurut kamu aku nyusahin gak jadi dosen pembimbing? Hahah"

"Makasih Je." Rere mulai membuka satu persatu buku yang aku berikan. "Hmm gimana ya Je? Kadang enak, kadang nyebelin juga sih. Bisa-bisanya aku dapet dosen pembimbing kamu." Rere meledekku

"Hahahaha gak enaknya kenapa emang?"

"Kamu tuh lama buat bisa lanjut ke tahap berikutnya. Kayak yang bikin aku stuck di situ-situ terus."

"Ya kamu sih gak bener-bener. Daripada aku cepetin tapi nanti dicecer di ruangan sidang?" aku bergantian meledeknya

"Ya amit-amit deh kalo itu mah." Rere melemparkan pandangannya malas

"Hahahahaha ya makanya yang serius dong."

Keheningan langsung menyelimuti kami berdua.

Lalu, tidak lama kemudian Rere menanyakan suatu hal padaku.

"Je?"

"Hmm?" pandanganku yang tadinya menghadap ke atas melihat awan-awan langsung menoleh ke arah perempuan imut ini

"Kamu kenapa bawa aku kesini? Dan kenapa kamu kayak yang yakin banget ngeconfess ke aku kalo kamu Jeje kecil yang dulu sama aku?"

"Hmm kamu inget pas pertama kali bimbingan sama aku?" aku memastikannya pada Rere

Rere hanya menganggukkan kepalanya.

"Kamu buka binder kamu, dan aku lihat foto masa kecil kamu di sana. Awalnya aku kaget banget sih, karena emang jelas banget dan aku inget banget itu siapa." aku meluruskan pandanganku ke arah taman panti ini.

"Oh jadi karena kamu habis lihat foto itu ya?"

Aku menganggukkan kepalaku.

"Aku kangen banget sama tempat ini. Keinget kita dulu hahaha." Rere tertawa renyah.

"Keinget awal-awal aku kenalan sama kamu, karena abis dibully hahaha." aku meledek Rere

Rere memasang wajah kecutnya ke arahku.

Dan akhirnya, kami berdua mengobrol seru dan bercanda ini itu. Melupakan niat awal yang akan membahas tentang skripsi.























TBC

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang