PART 3

903 92 11
                                    

Kim Sang Bum.

Aku pun berbaring di atas ranjangku.

Sambil menutup kedua kelopak mataku, aku kembali merenungkan kejadian sepanjang hari ini.

Hari ini adalah hari ketiga dimana aku membuka klinikku.

Aku memang memiliki Rumah Sakit megah di tengah kota, pabrik obat, beberapa apotik besar, warisan ayahku, yang terkenal sebagai pekerja keras yang sangat kejam.

Ya, dia sangat kejam. Tidak peduli lawannya itu seorang pria, atau wanita, tua atau muda, miskin atau kaya, bahkan sehat atau sakit, jika sudah menyinggung dirinya, merugikan hartanya, tidak akan menerima ampunannya. Orang itu akan dihabisi sampai ke akar, yaitu keluarganya.

Ayah... mengapa kau bisa sekejam itu.

Tapi klinik itu adalah murni milikku hasil jerih lelahku mengabdi sebagai dokter selama tiga tahun ini.

Klinik itu sengaja kubangun untuk membantu masyarakat menengah bawah yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan yang semakin mencekik mereka.

Tapi hari ini...

"Sudah pukuk 14.00, dok." Seorang perawat mengingatkanku.

Akupun melirik ke arah jam dinding di ruang kerjaku, memang benar sudah waktunya tutup.

"Kalian semua boleh pulang. Sampai besok pagi" ujarku.

"Terimakasih dokter!" Sahut mereka, para dokter dan perawat muda hampir berbarengan.

Tinggal aku dan Bibi.

Bibi Hae Sook adalah adik angkat ayahku. Dia sangat setia pada kelùargaku bahkan sampai hari ini, walau ayahku sudah tiada. Bibi tidak menikah, dan tidak ingin menikah, sejak kecil aku sudah dianggap seperti anak kandungnya.

Lima tahun yang lalu, penyakit kanker prostat telah merenggut nyawa ayah. Seharusnya ia bisa sembuh jika ia mau berjuang, berpikiràn positif, berdamai dengan masa lalunya, serta memiliki semangat hidup yang tinggi.

Namun ayah lebih memilih untuk kalah dari penyakitnya, kepahitan hidup, dendam, kebencian, tidak kunjung lepas sampai hari kematiannya.

"Ingat baik-baik, anakku, jangan pernah memaafkan mereka!" Pesan ayahku sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Kata 'mereka'... aku tahu pasti, siapa saja yang dimaksud.

Keluarga Kim So eun.

Di antara semua musuh ayàh, ayah So Eun lah yang paling menghancurkan, memahitkan hatinya sampai akhir hayatnya.

Kimbum mendesah panjang.

"Ayah... aku tidak bisa melakukannya, tidak akan..." hatiku menjerit pilu.

*****

Kembali mengingat kejadian di klinik sore tadi, di saat aku merapikan mejaku, dan bibi merapikan peralatan medis dalam ruanganku, suara tergopoh-gopoh, suara sepasang sepatu hills menggema sampai ke dalam ruang periksaku.

"Mohon, tolong periksa aku!" Katanya memohon di luar ruang praktekku.

Bibi pun langsung membuka ruang praktekku menyambut pemilik suara itu.

Tetangga Masa LalukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang