PART 38
Tanpa membantah...
Ia keluar dari kamar itu bersama-sama dengan Tuan Masatoshi Ito dalam kesunyian.
Menyusuri lorong berdampingan. Bibirnya terasa berat..., kelu, tenggorokan pun terasa kering...
Walau banyak yang ingin dikatakannya, disampaikannya namun tidak ada satu kalimatpun yang mampu terucapkan dari rongga mulutnya. Tidak ada..., bahkan basa basi pun... tidak.
Diliriknya pria renta yang berjalan bersisian dengannya dengan menggunakan tongkat di tangan kanannya. Diperhatikannya dengan seksama selama di dalam lift.
Tidak tampak seperti 90 tahunan...
Ia malah mengira kakek masih berusia tujuh puluh tahunan...
Hanya ada sedikit keriput pada pelipis dan keningnya. Sangat gagah dan tampan untuk pria seusianya.
Pantas paras para cucunya tampan. Kini ia tahu darimana gen itu diturunkan.Suara gema hembusan napasnya dalam sunyi, justru memancing percakapan itu.
"Kau takut padaku?" Tanyanya nyaris berteriak. Untung saja hanya ada mereka berdua di dalam lift itu.
So sempat mundur, karena terkejut. "Tidak perlu berteriak, Tuan..." sahutnya dengan sedikit kesal, " Saya tidak takut pada Anda!" Lanjutnya berbohong demi harga dirinya.
"Apa?!" Teriaknya.
So kini menatap heran ke arah kakek Masatoshi. Seakan baru menyadari jika pendengaran kakek pastinya sudah jauh berkurang! Bahkan ia menggunakan alat bantu dengar yang bentuknya tersamar dengan bentuk telinga aslinya.
Yang berarti...
Tadi pagi..., kakek tidak marah padanya..., ia hanya tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakannya lewat saluran telepon.
Rasa lega membuncah dalam hatinya, demikian pula rasa bersalah menyelimutinya. Karena ia telah menyalahpahami dan salah dalam mengambil kesimpulan.
Ya memang kakek pernah tidak suka padanya, karena latar belakang keluarganya, juga statusnya yang rendah..., namun tampaknya kakek tidaklah... terlalu menakutkan.
Berbalik menghadap wajah kakek, So kembali menjawab dengan tersenyum,"Tidak takut!" Ujarnya lantang,"aku tidak takut!" Ulangnya.
"Bagus!" Ucapnya sambil menganggukan kepalanya beberapa kali. Itu baru cocok jadi calon mantu kakek." Sahutnya keras namun tidak berteriak.
"Apa?!" Kini giliran dirinya yang tidak menyimak dengan baik. Sungguhkah apa yang telah didengarnya? Ataukah ia hanya berhalusinasi karena asam lambungnya begitu mengganggu?
"Kau..., cocok jadi cucu menantu kakek, nona So Eun!" Ulangnya dengan senyum tipis di bibirnya.
Mulutnya terbuka namun ia tidak menanggapinya. Tidak ada satu kata pun yang terlintas dalam pikirannya saat ini. Justru otaknya sibuk mencerna kata demi kata yang masuk ke dalam setiap sel otaknya. 'Cucu menantu? Dirinya? Bagaimana mungkin?' Wajah bingungnya penuh tanda tanya.
Kakek mengubah senyum tipis itu menjadi tawa. Sambil melangkah keluar dari lift.
So yang bingung hanya bisa mengejar langkah kakek.
Melangkahkan kakinya lebar-lebar, akhirnya ia berhasil mendahului, dan menghentikan langkah kakek di hadapannya "Tuan Masatoshi, cuaca sangat dingin saat ini, sebaiknya kita masuk ke dalam, mencari tempat yang nyaman sambil minum sesuatu yang hangat, di kantin misalnya." Usulnya sambil memegang tangan kanan kakeķ dan pundak kiri kakek untuk menghentikan langkahnya.
Kakek menatap wajah So dengan senyum. "Aku mengerti mengapa Kim Bum tidak bisa melepaskanmu."
So mendesah. "Tolong, bukan itu maksudku. Jangan keras kepala kakek! Ini musim dingin! Ayo kita masuk. Kita akan berbicara di dalam." Paksanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Masa Laluku
Fiksi PenggemarTentang perjuangan yang melelahkan dengan kenyataan yang menggugah..