3- Riuh Hati Berlantunan

18 3 0
                                    

_______________

Lebih baik aku mati ketimbang melihat seseorang yang berarti dalam hidupku terus saja pergi meninggalkanku. Apakah alam cemburu saat melihatku bahagia?
Tolong jelaskan alasannya!
________________


"Hei Mharyana shiwa Diningrat alias Nyonya Stalauren! apakah kamu ngga pernah diajarin sama mantan suamimu Endriz trijahjah stalauren tentang cara menghormati laki laki hah?" Amarahnya memuncak sambil menuding nuding ke arah Mama Mhary-ibuku dengan tatapan setan.

"Oo hebat sekarang ya ngomongnya? Kamu juga suamiku ingat itu lelaki ngga tau diri!!" Tak ingin kalah Mama Mhary balik menuding dengan tatapan lebih dari setan.

"Dasar Brengs*k, yang ngga tau diri itu kamu, ditinggal suami kerja mati matian, tapi kamu malah asik minum sama lelaki buaya, otak sama hati kamu dimana?!"

"Eh kamu Ingat dan camkan baik baik ya, kamu itu bekerja di perusahaan almarhum suamiku, jadi kamu ngga usah bangga, karena kekayaan ini bukan milik kamu paham!"

"Bahkan sedetikpun kamu ngga pernah luangin waktu untuk memanjakanku, kamu itu terlalu kaku Rano aldjubroto! kamu itu ngga pernah mementingkan hatiku kamu terlalu dingin! Seharusnya kamu sadar kalau masih ada Aku yang butuh kasih sayangmu! Dimana hati dan otak kamu?hah?" Lanjutnya.

Aku terus mengamati percakapan mereka dari balik dinding. Aku sesekali mengintip mereka, takut jika akan terjadi sesuatu tak terduga.

"Oh sekarang malah kamu yang membalikkan keadaan hei ak--"

"Sudah cukup Mas Aku mau mengakui kalau aku ini selingkuh, harusnya kamu sadar karena aku juga masih butuh kasih sayang dan belaian laki-laki sedangkan kamu tidak pernah ada, Aku ini apa sih Mas dimata kamu? Apa tidak pernah ter-anggap dan tidak pernah ada? Jawab! Atau jangan-jangan Mas asik bekerja itu karena semangat ada selingkuhan juga? Iya kan? Jawab!"

"Oh dasar Brengs*k! Pelac*r!" Satu tamparan Om-Papa Rano-ayah angkatku, siap mendarat dipipi Mama Mhary.

"Om-Papa, jangan! Kasihan Ibu!" Langkahku bergerak gesit dan berada tepat di depan Mama Mhary.

"Berly sayang, ini urusan Om-papa dengan Mama, kamu jangan ikut campur ya sayang" sikapnya mendadak manis dan nadanya turun drastis.

"Om-Papa anggap Aku ini apa sih? Selalu tidak boleh ikut campur dengan urusan kalian! Sebenarnya Aku siapa? katakan saja kalau kalian berdua bukan keluargaku, katakan saja cepat! Aku sungguh tidak ingin terlahir dikeluarga ini!"

"Berly--" Om-papa Rano seolah berusaha membuat alibinya, namun terhenti.

Aku membulatkan matanya tajam seolah tak ingin mendengarkan alibinya. Tanganku mengepal dan gemetaran tak jelas menahan amarah. Aku membalikkan tubuhku bersamaan dengan jatuhnya liquid bening dari netraku. Aku berlari menuju kamarku.

"Awas saja kamu Mharyana! Aku akan angkat kaki dari rumah ini!"

"Silakan Mas! Biar jadi gelandangan sekalian!"

"Dasar Brengs*k!!"

°°°

Sayup-sayup suara masih terdengar dari ruang tengah. Aku bergegas menutup pintu kamar menghindari usikan suara tersebut agar tidak masuk kedalam kamarku, dan..

Aku sontak terkejut ternyata Mas Pur dan Mbok Suti sudah berada di kamarku.

"Ka..Kalian kenapa disini!"

"Ada sesuatu yang Mas-Ayang mau sampaikan, sini non duduk" Tatapan Mbok Suti tampaknya penuh rasa bersalah yang semakin membuatku penasaran.

"Ada apa Mas Pur?"

"Begini ya Nduk, Mas tidak bisa lama-lama soalnya ya kan Mas itu ada sesuatu yang harus di urus nah kan--"

"To the point saja Mas-Ayang, jangan membuang waktu"

"Yasudah, begini Nduk, jadi Mas Pur harus balik ke desa soalnya Ada problem yang Mas harus selesaikan disana, Mas tidak bisa lama-lama dan harus berangkat sore ini juga, tenang saja masih ada Mbok Suti yang siap jadi kotak curhat untuk Nduk, Mas Pur tidak akan lama-lama kok"

Seketika tubuhku melemas, kaki ku seperti tak sanggup berpijak. Kenapa setiap orang yang berarti dalam hidupku selalu diambil Tuhan? padahal Aku masih butuh dia. Apakah alam cemburu? Jelaskan alasannya. Aku bergumam dalam hati, dan tetap saja masih mematung.

"Ya sudah Mas Pur pamit ya" Berdiri sambil mengambil tas bawaannya yang berada di sampingnya sejak tadi dan kelihatannya sangat berat.

"Mas Pur Jahat! Jahat! Jangan pernah muncul lagi dihadapanku! Keluar!!" Amarahku memuncak sambil meneteskan air mata.

Mas Pur dan Mbok Suti tertegun dan melongo panik seraya menatapku.

"Nduk Berly Mas Pamit, selamat tinggal" Bisiknya lirih dan sangat berat dengan wajah tertekuk. Matanya pun berkaca-kaca.

Tak ada jawaban dariku, Aku masih mematung dan mengepalkan tangan, wajahku memerah habis.

Hening. Sampai pada akhirnya suara pintu terbuka memecah keheningan.

KrekkKrekk

Ya, Mas Pur yang membuka pintunya dan meninggalkanku dikamar bersama Mbok Suti.

Selamat tinggal titisan Ayah, ucapku dalam hati yang sangat berat. Hatiku sedih bercampur marah dan tak karuan.

Liquid bening terus saja berjatuhan di pipi ku. Wajahku masih memerah dan nafasku tak beraturan. Tanganku mengepal sangat kuat.

"Sabar ya Non"

"Tidak akan lama kok Non"

"Keluar Mbok!!" Teriakku kencang sambil menunjuk ke arah pintu Kamar.

Mbok Suti berjalan menuju pintu Kamar. Namun langkahnya terhenti.

"Mbok Suti! Tutorial cepat mati itu bagaimana?"

""Lho..lh..lho..k..kok..ngom..ngom..mongnya..git..git--" bibirnya gemetaran tak jelas.

°°°

To Be Continued

Vote and comment thx!
Follow aku juga ya:)
Oh iya! Kalian baca ceritanya sampai bagian akhir dan jangan sampai ketinggalan!
Semoga kalian paham sama apa yang dirasakan si Berlian itu.
Kasih support ke Berlian ya supaya tetap semangat hidup. Hihi!

Salam,

Aouthor🖤

BERLIAN & MATAHARINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang