________________
Jika anda merasa suntuk saat hidup, maka bukalah lebar lebar mata anda. Supaya anda dapat melihat dengan jelas, bahwa ciptaan Tuhan sangatlah indah tanpa kita sadari
________________
Kujatuhkan badanku dan berselonjor disepanjang bangku putih panjang. Tak ada tempat yang lebih nyaman selain berada di Taman peninggalan Ayahku ini.Sesekali wajahku menunduk ke bawah dan memperhatikan kalung permata hati yang melingkar di leherku. Aku memegang bandul kalung yang berbentuk permata hati itu perlahan, lalu mengusapnya lembut.
"Ayah, Berly Rindu" Kalimat itu tiba-tiba saja terlontar dimulutku disertai dengan isakan tangis.
"Karena hanya Ayah yang mengerti Berly! Aku mohon Ayah bawa Aku menemuimu"
"Semuanya telah pergi meninggalkanku! Semuanya Jahat Ayah!!" Tangisanku mulai memecah.
"Kapan Aku menemukan seseorang yang benar-benar seperti Ayah! Yang tulus mengertiku!!"
"AYAH!!" Aku setengah berteriak lalu menangis sesenggukan. Air mataku terus saja mengalir.
Rasanya sungguh sesak. Nafasku tidak beraturan. Jika Aku mati sekarang Aku sungguh ikhlas. Justru Aku sangat bahagia bisa melihat dan bersama Ayah.
Tiba-tiba semuanya terasa berputar putar. Pandanganku mulai kabur sesak dinafasku juga belum hilang.
Brukkkk
Tubuhku terkapar begitu saja, dan semua yang terlihat dipandanganku hanyalah warna hitam.
°°°
Secercah cahaya menyilaukan mataku. Membuat mataku tidak betah lagi menutup dan terpaksa Aku harus membuka mataku.
"Silau!" Ucapku seraya menutupi mataku dengan sebelah tanganku.
"Hoamm" Aku menguap dan sedikit mengulet.
"Ehh Non sudah bangun" suara seseorang yang tiba-tiba mendekatiku.
Tentu saja pemilik suara itu tak lain adalah Mbok Suti. Loh sebenarnya apa yang terjadi padaku? Kenapa Aku tiba-tiba di dalam Kamar?
"Mbok Aku kenapa?"
"Oh Non kemarin sore pingsan. Dan mungkin Non kelelahan makanya baru bangun pagi ini"
Oo, jadi aku pingsan kemarin. Sungguh tragis diriku! Gumamku dalam hati.
"Non sudah ngga papa kan?"
Aku menggelengkan kepala kasar dengan tatapan malas.
"Non mau makan? Minum? Atau mandi biar Mbok siapkan air anget?"
"Non?"
"Siapkan sepeda di luar cepat!" Ketusku.
"Oh siap Bos-Non" sambil berdiri tegap bak tentara dengan tangan membentuk gaya hormat.
°°°
Plakkk
Plakkk
Bughhh
Suara itu tentu saja menyambut pagi hari ku. Sebenarnya sangat malas sekali jika harus keluar Kamar dan melewati ruang tengah. Tentu saja Aku akan melihat pemandangan tak sedap dari kedua pasangan burung beo yang terus mengoceh dan bertengkar, layaknya pasangan pacar yang masih labil dan bersikukuh mempertahankan ego nya masing-masing.
"Huh!" Aku menutup kupingku sesekali ku pijat.
Ya, ternyata omongan om-papa Rano yang mengancam Mama Mhary kemarin, bahwa ia akan keluar dari rumah ini, ternyata hanya dustanya belaka. Buktinya sekarang mereka tengah asyik bertengkar lagi seperti biasanya sebelum berangkat bekerja. Aku sungguh heran.
Brankkk
Aku sengaja membanting pintu rumah sekencang mungkin, dan sesaat menghentikan pertengkaran mereka. Pandangan mereka menuju pintu yang baru saja Aku banting. Namun Aku menghiraukannya.
Aku berjalan keluar rumah, dan ya pertengkaran mereka tidak mungkin berhenti gara-gara suara pintu dan kembali berbeo kembali.
"Nih Non sepedanya sudah Mbok cuci"
"Jangan kecapean ya Non"
Aku menghiraukan perkataan Mbok Suti dan mengambil sepedanya lalu menaikinya dan menjauh keluar dari rumah. Huh leganya suara alarm pemecah kaca sudah jauh dari pendengaran telingaku.
°°°
Kini hanya ada suara lambaian pepohonan yang berliak liuk, seolah gerakannya mengikuti alur desiran angin. Udaranya segar sekali dan sangat menyejukkan hati.
Perumahan elite ini sangat melestarikan kehijauan Alam. Memang tempat ini sengaja di desain agar para penghuninya merasakan ketentraman. Tetapi tetap saja bohong, karena rumahku sama sekali tidak tentram, dan malah membuat pusing saja.
Sungguh Aku lebih nyaman di luar rumah ketimbang di rumah. Karena disekitar jalan perumahan memang sepi. Mungkin karena sebagian besar penghuninya adalah orang kaya, jadi pasti mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Huuhh ademm" Udara yang kuhirup rasanya membuat hatiku sangat tentram.
Aku terus saja mengayuh sepeda, sehingga mataku terus terpaku akan keindahan pepohohan dan udara disekitar yang sangat bersahabat.
Brughhkk
Aku terjatuh, karena keasyikan menikmati pemandangan, sampai-sampai Aku lupa jika Aku sedang bersepeda. Aku tanpa sengaja menabrak sepeda yang terbengkalai ditengah jalan yang tentu saja menghalangi jalanku. Entah siapa pemiliknya, dengan bodoh menaruh sepeda bukan pada tempatnya.
"Sial! Siapa yang menaruh sepeda disini!" Keluhku sambil mencoba berdiri dan mengangkat kembali sepedaku yang roboh.
Kakiku terluka, tentu saja membuatku harus mendorong sepeda karena tak mungkin akan mengayuhnya lagi.
Aku berjalan kembali sambil mendorong sepedaku. Aku mendengar suara dari sebuah rumah yang sedang ku lalui. Betapa terkejutnya Aku, ketika melihat sesosok Lelaki memakai hoodie hitam tengah mencoba membuka gembok rumah dan kelihatannya sangat tergesa gesa, gerak geriknya sangat mencurigakan layaknya pencuri.
Sontak Aku pun sangat yakin jika itu adalah pencuri. Ya, Pencuri!
Aku memang pada dasarnya adalah orang yang sangat tidak peduli dengan permasalahan orang. Tapi bukan berarti Aku bisa membiarkan begitu saja dengan tindakan kejahatan, justru Aku sangat geram dan ingin memberantasnya. Tenang saja, hatiku masih baik kok.
"Maling-Pencuri!!" Teriakku mendekati rumah tersebut, dan masuk menerobos gerbang rumah tersebut yang masih terbuka.
°°°
To Be Continued
Siapa ya? Kepo kan.
Mari lanjut!!
Sampai bagian akhir ya! Nanti kapan kapan aku lanjut kalo kalian udah bener jatuh cinta sama ceritaku hehe:')Salam,
Author🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIAN & MATAHARINYA
JugendliteraturNamanya Berlian, berarti keras. Ia seorang pribadi yang sangat tegar dan keras. Omongannya memang terbilang ketus, namun hatinya sangat tulus dan baik. Walaupun terus-menerus diterpa dengan derasnya badai ombak, namun ia tidak pernah hancur. Bahkan...