"Pulangku, hanya dalam dekapmu..."

1.3K 127 3
                                    

Pertengah musim dingin.

Ada hal-hal yang selalu musim dingin bawa bersamanya. Seperti secangkir coklat hangat, pemanas ruangan yang rusak, hujan yang tak kunjung reda, salju pertama, serta cinta yang tak sabar untuk dihangatkan.

Namjoon berada di antara semuanya. Malam ini dia hanya mampu menghangatkan tubuh jangkungnya dengan secangkir coklat hangat dan selimut, sebab pemanas ruangannya rusak. Dan di luar sana salju turun sejak pagi.

Namjoon memeriksa ponselnya setiap dua menit sekali. Ada janji yang sudah sejak tadi dia tunggu, tapi belum kunjung datang.

"Halo," Namjoon cepat-cepat mengangkat panggilan telfonnya saat ponselnya bergetar. "Kau dimana?" lalu hening. "Aku akan segera ke sana."

Namjoon melempar selimutnya begitu saja. Meninggalkan coklat hangat yang masih tinggal setengah cangkir. Tergesa-gesa dia memasang sepatu dan menyambar coatnya di gantungan, kemudian berlari meninggalkan apartemennya yang masih saja terasa dingin.

XXX

Hanya sekali dalam hidup Namjoon, dia mencintai seseorang sekeras ini. Mencintai seseorang hingga membuatnya merasa sejuk di musim panas, merasa bunga-bunga bersemi indah di musim gugur, merasa musim semi lebih indah dari sebelumnya, merasa hangat meski salju tak kunjung berhenti. Membuatnya rela melakukan apa saja.

Hanya sekali, hanya pada satu nama. Jin.

"Aku tidak apa-apa," kata Jin pelan. Dia tersenyum tipis lalu meringis. Merasakan perih dari luka di sudut bibirnya.

Namjoon diam saja. Mengolesi antiseptik di luka yang lain. Kali ini di siku Jin, ada luka goresan di sana.

"Namjoon-ah, jangan marah," kata Jin, dengan nada seperti anak berumur lima tahun yang takut dimarahi ayahnya.

Namjoon menatap Jin, lalu menghela nafas. Tanpa berkata apa-apa, dia kembali mengobati luka-luka Jin yang lain.

Kali ini lebih banyak. Luka di siku Jin lebih besar dari sebelumnya, entah karena apa kali ini. Ada beberapa lebam di wajah Jin. Lalu luka di sudut bibirnya. Di lutut Jin juga. Namjoon menatap luka-luka itu dalam diam.

"Buka bajumu," kata Namjoon.

Jin diam, tertunduk. "Namjoon-ah..."

"Aku tahu dia juga meninggalkan luka di sana, Jin. Buka bajumu atau pergi saja dari sini," perintah Namjoon, dingin.

Jin menatap Namjoon tepat di matanya. Mencari kesungguhan dari ucapan lelaki itu. Lalu lega hatinya saat tak menemukan itu di mata Namjoon.

"Buka bajumu, Jin," kata Namjoon, kali ini lebih lembut.

Jin membuka sweatshirt warna merah muda yang sudah terlihat kumal itu pelan-pelan. Takut-takut. Tepat saat tubuh atasnya sudah tak berbalut apa pun, Jin melihat kemarahan di mata Namjoon. Cepat-cepat diraihnya lelaki itu dalam dekapannya.

"Jangan marah, Namjoon-ah. Aku berjanji aku akan menyelesaikan ini secepatnya. Aku mohon jangan marah," bisik Jin, bergetar suaranya menahan takut dan tangis.

Namjoon mendesis menahan amarah. Tubuh Jin bahkan lebih parah. Ada lebam mulai dari dada hingga perut. Dari dalam pelukan Jin, Namjoon bisa melihat punggung lelaki itu penuh luka bacutan. Ada yang sudah menjadi bekas, ada yang masih memerah.

"Beri aku waktu lagi, Namjoon. aku berjanji setelah ini aku akan pergi darinya," bisik Jin lagi. "Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu..."

Namjoon terdiam. Terpejam matanya, lalu didekapnya kepala Jin yang bersandar diadanya sedikit erat. "Aku sudah bilang, aku tidak takut apa pun asal membuatmu keluar dari sana."

NAMJINPEDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang