Spring Love

1.1K 117 2
                                    

Musim semi masih berada di awal minggu. Sakura mulai bersemi pelan-pelan. Sebagian sudah kembang, sebagian masih berupa kuncup yang akan mekar.

Jin suka musim semi. Jin suka wanginya, angin lembutnya, suasananya. Jin suka. Dari semua musim, Jin rasa musim semi adalah musimnya.

Dan yang paling Jin suka dari musim semi adalah lelaki itu. Lelaki berpakaian sehitam malam dari beanie hingga sepatu. Lelaki yang selalu duduk di halte bus dekat apartemen Jin setiap pagi. Di waktu yang selalu sama.

Jin bertemu dengannya di musim semi setahun lalu. Pukul delapan lewat sepuluh pagi, saat Jin harus mendatangi sahabatnya yang menangis karena putus cinta. Jin masih menggunakan piama tidurnya dengan wajah yang hanya sempat dia basuh sedikit setelah menggosok gigi. Sejak hari itu, Jin tidak pernah melewatkan hari untuk duduk di halte bus dekat apartemennya setiap pukul delapan lewat sepuluh pagi. Ada atau tidak ada keperluan.

Dulu, saat pertama bertemu, rambut lelaki itu juga berwarna hitam. Lengkap sudah, lelaki itu segelap malam mulai dari rambut hingga sepatu. Hanya kulitnya saja yang terlihat seterang siang. Jin tidak menyapa. Tidak berani, terlalu malu. Sebab lelaki itu terlalu mempesona. Jin hanya berani melihat gerak geriknya dari ujung mata saja.

Jin ingat ada di waktu-waktu tertentu dimana lelaki itu menyumpal telinganya dengan headset berwarna putih, atau merah, atau biru. Dan yang paling sering dia lakukan sembari menunggu bus adalah sibuk dengan ponselnya. Ada waktu-waktu tertentu yang juga Jin ingat, terkadang lelaki itu mengenakan pakaian selain hitam. Sesekali putih atau abu-abu. Tapi di mata Jin, hitam sudah yang paling pas.

Lelaki itu selalu naik bus lebih dulu dari Jin. Pukul delapan lewat dua puluh lima menit. Jadi Jin hanya punya waktu lima belas menit setiap harinya di musim semi tahun lalu untuk bersama lelaki itu. Tak saling bicara, hanya Jin yang mencuri pandang.

Di hari pertama selepas musim semi, Jin tidak menemukan lelaki itu di halte bus dekat apartemennya pada pukul delapan lewat sepuluh pagi. Tidak juga di hari-hari berikutnya, tidak juga hingga musim itu berakhir. Jin patah hati. Sepanjang musim panas itu, Jin tidak pernah lagi duduk di halte bus pada pukul delapan lewat sepuluh pagi. Jin pikir, mungkin ceritanya tentang lelaki musim semi itu hanya berakhir sampai di sana.

Tapi kemudian di awal minggu ke dua di musim gugur, saat Jin terpaksa harus bangun pagi sebab sahabatnya yang patah hati di musim semi dulu mengatakan bahwa dia akan segera menikah. Mantan kekasih yang mematahkan hatinya dulu, melamarnya.

Dan pukul delapan lewat tiga belas pagi itu, Jin melihatnya lagi di sana.

Dengan rambut sewarna permen kapas, merah muda. sedikit lebih terang.

"Oh, lama tak bertemu, Prince..."

XXX

Namjoon sedang mengerjakan sebuah proyek rekaman bersama sahabatnya musim semi waktu itu. Dia selalu pulang pukul delapan pagi setelah menghabiskan sepanjang malam di studio. Sepuluh menit setelahnya Namjoon gunakan untuk menghabiskan sarapan. Baru setelah itu, Namjoon menunggu bus di halte tak jauh dari studionya.

Saat pertama kali bertemu di musim semi tahun lalu, lelaki itu mengenakan piama berwarna merah muda bermotif mahkota. Duduk di halte bus dengan wajah baru bangun tidurnya yang menawan. itu sebabnya Namjoon menyebutnya prince diam-diam di dalam hati, sebab Namjoon tak berani bertanya namanya. Wajahnya cantik, bukan cantik yang seperti perempuan. Tampan, tapi cantik. Namjoon bingung mendefinisikannya, sampai akhirnya Namjoon menyimpulkan bahwa lelaki itu indah. Seperti musim semi.

Namjoon pikir, dia hanya akan bertemu lelaki itu sekali saja. Tapi kemudian Namjoon menemukan lelaki itu di hari-hari berikutnya, setiap pukul delapan lewat sepuluh pagi. Di halte tak jauh dari studionya. Sepanjang musim semi.

Dari sepanjang musim yang Namjoon habiskan bersama lelaki itu dalam diam, Namjoon jadi banyak tahu. Lelaki itu menyukai warna merah muda. Menyukai karakter Mario Bros, terlihat dari t-shirt yang sering di pakai lelaki itu. Dia masih menggunakan flip phone, yang juga berwarna merah muda. Rambutnya bersinar saat terkena cahaya matahari. Bahunya lebar. Jemarinya panjang dan sedikit bengkok. Bibir bawahnya sedikit lebih tebal. Matanya indah. Senyumnya indah. Kulitnya indah. Dari sana Namjoon jadi tahu, dia telah jatuh cinta.

Namjoon tidak menyapa. Namjoon takut dia hanya besar kepala. Jujur saja Namjoon sempat berfikir, mungkinkah lelaki ini memang sengaja menunggunya di sini setiap pagi? Sebab lebih dari sekali dua kali Namjoon memergoki lelaki itu mencuri pandang. Tapi kemudian pikirannya itu Namjoon buang sendiri, lelaki seindah itu menunggunya untuk apa?

Di awal musim panas, proyek rekaman yang Namjoon kerjakan bersama sahabatnya meledak dipasaran. Keduanya disibukkan dengan urusan di luar studio. Namjoon kesal. Sebab dia tak bisa bertemu lelaki di halte bus itu hingga musim ini berakhir. Namjoon kesal. Sebab Namjoon rindu dan menyesal. Bagaimana jika setelah ini mereka tidak bertemu lagi? Kenapa dia tidak berani menyapa lelaki indah itu kemarin-kemarin?

Minggu ke dua di musim gugur, Namjoon berlari menuju halte bus pada pukul delapan kurang sepuluh pagi. Dengan rambut sewarna permen kapas. Sedikit lebih terang. Seminggu lalu Namjoon meminta penata rambutnya mengganti warna rambutnya menjadi warna yang terus mengingatkannya pada lelaki di halte bus itu. Sebab sepanjang musim, Namjoon semakin rindu.

Tepat pukul delapan lewat tiga belas pagi di musim gugur waktu itu, Namjoon bertemu lagi.

Lelaki itu di sana. Mengenakan piama yang sama seperti saat pertama kali Namjoon melihatnya.

"Oh, kau... kembali?"

XXX

Jin suka musim semi. Jin suka pada apa-apa yang musim semi bawa. Termasuk lelaki berpakaian sehitam malam yang sekarang berada dalam dekapnya.

"Musim semi kedua," bisik Jin.

Namjoon mengangguk. Dikecupnya puncak kepala Jin. "Aku tidak sabar menunggu musim semi selanjutnya bersamamu."

Jin tersenyum. Memeluk erat-erat pinggang Namjoon. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leher lelaki tinggi itu.

Keduanya sedang di apartemen Jin. Berbaring saling berpelukan di atas tempat tidur. Pagi ini, pukul delapan lewat sepuluh pagi, Namjoon datang. Dia baru saja menyelesaikan proyek barunya yang dia kerjakan sepanjang malam di studio tak jauh dari apartemen Jin.

Pertemuan di minggu ke dua musim gugur lalu, berakhir dengan sebuah kencan pada pukul delapan lewat sepuluh di malam harinya. Lalu membawa keduanya ke titik ini.

"Aku menyesal, menghabiskan musim semi lalu hanya diam disampingmu," kata Namjoon, tertawa kecil.

"Aku tidak. sebab aku belajar tentangmu sepanjang musim semi lalu."

"Kau belajar tentangku dalam diam, Jin?"

Jin tertawa, mengangguk. "Hey, Namjoon-ah-"

"Aku tahu. Aku juga mencintaimu. Amat sangat, mencintaimu, Jin. Sejak pertama kali melihatmu dalam balutan piama merah muda bermotif mahkota pagi itu, musim semi lalu. Di halte bus tak jauh dari sini. Pukul delapan lewat sepuluh pagi," potong Namjoon. Mencuri semua ucapan Jin.

Jin menengadah. Menatap Namjoon sambil tersenyum. "Sejak pandangan pertama?"

Namjoon mengangguk. "Sejak pandangan pertama."

Wajah Jin merona mendengarnya. "Aku pun sama..." bisiknya. Dikecupnya sekali bibir Namjoon sebelum kembali menenggelamkan kepalanya dalam dekap kekasihnya.

Musim semi ternyaman di dalam hidupnya.

END

NAMJINPEDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang