At Eighties.

1.3K 137 0
                                    

Namjoon tidak pernah suka keramaian sebenarnya. Tidak saat kondisinya sedang baik atau sedang luar biasa letih karena lembur semalaman penuh. Dia lebih senang duduk di ruang baca kecil di apartemennya dengan satu-dua buah buku yang belum sempat terselesaikan, atau tidur seharian.

Dia baru tidur beberapa jam saat Yoongi menelfonnya dan mengatakan dia harus bergegas bangun dan bersiap. Seseorang menunggu mereka di Eighties, sebuah club yang buka di siang hari hingga malam di sudut kota. Namjoon yakin tidak ada apa pun yang jauh lebih penting dari waktu tidurnya saat ini, sedangkan Yoongi tidak peduli.

Dan sekarang Namjoon berakhir di Eighties, dengan kantung mata yang membuat wajahnya terlihat semakin lucu.

"Aku tidak tahu Eighties seramai ini saat siang," kata Yoongi.

"Karena kau selalu datang saat malam, hyung? Apa ada hal semenarik itu jika kau mengunjungi Eighties saat malam hari?" tanya Jungkook sambil menunjuk kearah bar dengan dagunya.

Namjoon dan Yoongi menoleh bersamaan. Hanya Yoongi yang terdiam cukup lama saat melihat seorang barista berwajah bayi di balik bar itu, sedang Namjoon menguap malas.

"Tipikal kesukaan kalian, huh? Si Jimin itu?" gumam Namjoon malas.

"Kau mengenalnya?" tanya Yoongi dan Jungkook bersamaan. Dan lalu keduanya saling menatap tajam, aura persaingan seketika menguar.

"Tidak, aku melihat tanda nama yang tersemat di bajunya tadi," jawab Namjoon.

Jungkook menatap Namjoon tajam. "Kau memperhatikan sampai sebegitunya?" tanyanya sinis.

"Itu karena kau menatapnya seperti ingin mengantonginya pulang," jawab Namjoon.

"Serahkan dia padaku, Jungkook," kata Yoongi, terang-terangan lelaki itu mengibarkan bendera perang.

"Yah, hyung, mana bisa aku menyerahkannya padamu begitu saja! Tidak, yang satu ini tidak akan aku serahkan padamu! Bersaing denganmu aku rela demi yang satu ini!" seru Jungkook kelewat keras, membuat beberapa orang menatapnya heran termasuk si barista yang sedang dibicarakan.

Namjoon terdiam. Ingatan bertahun—tahun lalu menyergapnya. Berapa tahun tepatnya itu? Tiga? Empat? Benarkah sudah selama itu? Jika benar sudah selama itu berlalu, bagaimana bisa Yoongi dan Jungkook masih memperdebatkan hal yang sama?

"Kau mengingatnya kan, hyung?" tanya Jungkok, membuyarkan pikiran Namjoon yang masih berusaha mengingat.

"Kita kemari untuk menyambutnya pulang, Namjoon," sambung Yoongi

_____

"Yah, hyung, mana bisa aku menyerahkannya padamu begitu saja! Tidak, yang satu ini tidak akan aku serahkan padamu! Bersaing denganmu aku rela demi yang satu ini!" seru Jungkook kelewat keras, membuat beberapa orang menatapnya heran, termasuk lelaki yang duduk di antaranya dan Yoongi.

Lelaki itu hanya tertawa pelan. Ditatapnya Yoongi yang kelewat geram pada Jungkook.

"Kau tidak akan bisa Jungkook, yang satu sudah jadi milikku!" katanya, dirangkulnya bahu lebar lelaki itu.

Namjoon hanya tersenyum melihat tingkah keduanya. Matanya menatap lurus pada lelaki yang duduk di antara Yoongi dan Jungkook itu. Lelaki itu adalah guru private Jungkook sejak dia duduk di bangku sekolah menengah, anak dari teman Ayahnya. Lelaki itu juga kekasih Yoongi beberapa bulan belakangan. Jungkook yang mempertemukan mereka secara tidak sengaja. Saat itu Yoongi datang ke rumah Jungkook dan lelaki itu ada di sana, sedang berpamitan pulang dengan orang tua Jungkook. Dan Yoongi jatuh cinta begitu saja pada sosoknya. Mengabaikan bahwa Jungkook lebih dulu jatuh cinta pada lelaki yang lebih tua tujuh tahun darinya itu.

NAMJINPEDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang