Ruangan kamar 4 x 4 m dengan lantai berwarna putih terlihat lengang. Laki-laki berumur 16 tahun yang mengenakan kaos hitam itu masih memikirkan kejadian tadi sore. Suara 'Misterius' itu masih terngiang-ngiang diotaknya.
Ilham segera menghapus pikiran buruk dari otaknya. Kenapa harus takut dengan sosok tersebut? Bukankah seharusnya manusia itu hanya takut kepada tuhannya? Ucap Ilham meneguhkan hatinya.
Ilham memutuskan untuk turun ke lantai bawah rumahnya. Ia berjalan menuju dapur, dan mengambil beberapa cemilan dari dalam kulkas.
"Jangan diambil semua, sisain buat
adik kamu."Ilham menghela nafas berat, lagi-lagi adiknya yang selalu jadi nomor satu. Sedangkan dirinya tak pernah dipedulikan. Wajar saja sebenarnya, karna Ilham mempunyai 3 adik yang masih balita, dan 1 lagi yang sudah sekolah SD. Ilham segera meletakkan kembali cemilan yang tadi ia ingin ambil. Ia kembali berjalan menuju kamar.
"Gimana pelajaran kamu?" Ibunya menegur Ilham.
Ilham menoleh kearah ibunya. Dia
menjawab singkat "Baik.""Mamah gak mau tau kamu harus dapet 3 besar. Kamu itu sekolah di Naratama karna dapat beasiswa dari kantor papah. Kamu jangan malu-maluin ayah kamu" Ucap Mamanya mengingatkan.
Ilham hanya menjawab "Ya." Dan ia berjalan ke kamarnya.
***
Kehidupan SMA Naratama berjalan seperti biasanya. Pagi tadi kelas 11 IPA 3, kelasnya Ilham dibuka dengan pelajaran yang cukup menyenangkan. 'Bahasa dan Sastra' adalah pelajaran favorit Ilham. Bu Lesti, guru mata pelajaran 'bahasa dan sastra' menayangkan film dan menyuruh kami untuk menulis sastra-sastra yang ditayangkan di film tersebut.
Sedangkan pelajaran jam kedua sangat menyebalkan. Apalagi kalau bukan 'Sudut Ruang, dan Kawanannya.' Yang di negara kalian disebut dengan Matematika. Yang mengajarkan 'Sudut, Ruang, dan Kawanannya' adalah Bu Rafida, dikenal dengan galaknya dalam mengajarkan siswa, belum lagi kadang dia suka marah dengan masalah-masalah sepele di kelas. Seperti saat ini.
"Siapa suruh kalian nonton film. Kalian tidak tahu dari tadi ibu sudah menunggu diluar kelas? Kalian dengan asyiknya malah asyik nonton film." Omel Bu Rafida.
"Tapi kan bu, tadi memang bukan kami yang ingin nonton film. Tadi kebetulan guru 'Bahasa dan sastra' menyuruh kami untuk menonton film dan menulis sastra-sastra apa saja yang ada di film tersebut. Karna bel pergantian pelajaran berbunyi, dan ibu tidak datang-datang, ya kami lanjutkan saja menonton filmnya." Ray membalas ucapan Bu Rafida
Zara dan seluruh teman-temannya melotot kearah Ray. Ray mengangkat bahu, kan gue cuman ngejelasin hal yang sebenarnya. Jadilah dihari itu satu jam pelajaran dihabiskan hanya untuk mendengar omelan-omelan Bu Rafida. Ilham sih bodo amat, ia sedang asyik membaca novel barunya yang berjudul "Sang Raja Stalker" yang ditulis oleh penulis favoritnya, Satria Adhika.
Bell istirahat berbunyi.
Bu Rafida melangkah meninggalkan kelas. Siswa laki-laki di kelas langsung berseru "Horee bisa bebas dari omelan bu cerewet." Zara dan teman-teman perempuannya melotot.
Ilham memutuskan untuk pergi ke kantin
"Ham, gue ikut dong." Nathan berlari mengejar Ilham.
Mereka berdua telah sampai di kantin. Kantin terlihat ramai oleh siswa-siswa yang sedang kelaparan. Untungnya, di kantin SMA ini terdapat banyak makanan dan minuman yang sangat menggoda selera. Ilham dan Nathan berjalan menuju kedai Siomay Mbak Gebi.
"Mbak, beli siomay empat ribu." Ucap Nathan yang kelaparan.
"Siomay bukannya handphone?" Mbaknya bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILHAM SANG RAJA STALKER
FantasyMendengar kata "Stalker" apa yang akan muncul di pikiran kita? Mungkin kita akan berpikir stalker adalah orang yang mencari tahu segala hal tentang orang yang kita suka. Tapi tidak, kalian salah. Cerita ini bukan sekedar tentang Ilham yang jatuh ci...