Part 39

9.7K 559 66
                                    

Reno merasa dirinya percuma berada ditempat ini. Nyatanya, tak ada hal lain yang dapat ia lakukan selain memejamkan matanya. Dia kembali menarik nafas dalam-dalam, mencoba menghilangkan rasa kekecewaannya pada takdir.

Gelap.

Itulah yang sedang menemani Reno saat ini, tetap membuka mata pun rasanya percuma, karena yang bisa dia lihat hanyalah gelap saja.

Setelah kehilangan penglihatannya, Reno memang harus berlapang dada menerima kenyataan bahwa dirinya kini sudah tidak bisa lagi melihat indahnya dunia, hingga semua yang akan dia lakukan nanti seperti tak berguna. Reno sedih, tentu saja. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, Tuhan sudah mentakdirkan, dan dia hanya bisa menerima.

Untuk beberapa saat, Reno masih terdiam diposisinya. Membiarkan pikirannya memutar kembali kalimat yang diucapkan adiknya semalam.

"Maafin gue bang... Dokter bilang, lo kehilangan penglihatan lo setelah kecelakaan kemarin"

Kalimat itu kembali berdenging ditelinga Reno, menyakitkan. Kenapa harus dia? Diantara jutaan orang diluar sana, kenapa Tuhan memilihnya untuk mengambil matanya?

Reno ingin sekali berontak, mengatakan pada semua orang bahwa dunianya kini benar-benar gelap. Semua yang dia lihat sudah tidak bewarna. Gelap, semuanya gelap.

Lagi-lagi Reno mencoba membuka kedua matanya, namun semuanya masih sama. Gelap pekat yang hanya bisa dilihatnya. Frustasi, Reno kembali memukul kedua netranya, berharap penglihatannya kembali seperti semula.

"Lemah banget lo mata, kena benturan dikit aja buta!" Tidak peduli matanya terasa sakit, Reno masih saja memukulinya.

Fidhel yang baru saja memasuki ruangan Reno segera berlari mendekati sang kakak.

"Bang udah! Jangan terus nyakitin diri lo sendiri!" Dengan gerakan cepat, Fidhel segera menghentikan tangan sang kakak yang masih enggan berhenti memukuli kedua netranya.

"Gelap Del, gue masih gak bisa liat apa-apa."

Fidhel menundukan kepalanya, sesak itu kembali menghantam dada. Kondisi kakaknya yang seperti ini, semakin membuat air matanya mendesak untuk keluar.

"Gue yakin lo kuat bang, gue yakin lo bisa ngelewatin ini semua."

Sesaat Fidhel ingin menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga sang kakak, kalau saja dia tidak memaksa Reno untuk tetap keluar malam itu, pasti kakaknya sekarang akan baik-baik saja.

Suara gemuruh yang tiba-tiba hadir, dilanjutkan dengan tetesan air hujan yang membasahi bumi, seolah mewakili bagaimana kesedihan Fidhel saat ini.

Sepasang adik kakak itu diam, memendam sesak didadanya masing-masing dalam hening yang mencekam. Hingga tiba-tiba pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok Karina, Aska dan juga Lea.

Karina berlari mendekati Reno, matanya yang memerah kini sudah dilapisi bingkai kaca yang bisa pecah kapan saja.

Fidhel yang sadar akan kekhawatiran Karina, dengan segera dia berdiri lalu berjalan mendekati Aska dan Lea untuk memberi Karina ruang.

"Ren... Ini gue." Karina memegang tangan Reno, lalu diletakkannya tangan Reno dipipi miliknya.

"Rin.. Gue buta, sekarang gue udah gak bisa liat lagi."

Dengan perlahan, Reno mencoba meraba wajah Karina, mengelusnya dengan sangat lembut.

"Gue tau lo kuat Ren, gue yakin penglihatan lo pasti segera kembali." Suara Karina terdengar bergetar, tapi sebisa mungkin dia mencoba menahan isak tangisnya, ia biarkan tangan Reno yang masih setia mengelus pipinya.

FIDHEL√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang