Part 38

8.8K 495 32
                                    

Lelaki itu termangu dibalik kaca mobilnya, menatap awan kelabu yang menyambutnya sesaat setelah dia keluar dari dalam mobil itu. Pilu... Seolah disana juga ada luka, yang tak mampu terpapar melalui kata. Seolah angkasa pun tak mengharapkan kehadirannya.

Helaan napas panjang membelah kaku yang membentang, lalu mata lelaki itu memejam, sekadar menghalau ingatan bersama sang adik yang kembali muncul dipermukaan.

Lama Elang terdiam, dia berusaha menggali kenangan yang telah lapuk dimakan detik jarum jam. Namun hanya ada kosong yang menghantam relungnya.

Masih asik memejam, tiba-tiba ada suara seseorang yang membuat lelaki itu segera membuka mata.

"Puas kan lo sekarang udah bisa bikin Reno buta?" Tanya lelaki itu kepada Elang.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Elang balik.

" Yang lo lakuin salah Lang... Semua yang udah lo lakuin salah, Cessa gak bakalan tenang kalo liat kakaknya jadi seorang pendendam."

Elang diam, dia tidak begitu menanggapi perkataan lelaki yang berada didepannya itu. Justru dia kembali mengarahkan pandangannya pada lampu-lampu jalan yang mulai dinyalakan. Juga padatnya kendaraan yang nyaris tak menyisakan ruang.

"Lo gak usah berlagak sok tau segalanya, lo itu cuma temannya Cessa, karena gue yang jelas-jelas abangnya, jadi gue lebih tau segalanya." Jawab Elang tanpa menatap lelaki itu sedikitpun.

"Lo salah Lang, asal lo tau aja... Gue jauh lebih mengerti tentang Cessa daripada lo!"

Elang bungkam. Sejenak hening menyelimuti mereka, lalu setelahnya Elang kembali membuka suara.

"Van... Gue tau lo temen Cessa dari kecil, gue juga tau dulu lo pernah suka sama Cessa, tapi bukan berarti lo tau segala masalah Cessa." Ucap Elang kepada lelaki didepannya yang tak lain adalah Revano teman adiknya dari kecil.

"Cessa menderita karena Reno, Dia juga udah depresi karena Reno. Cessa bunuh diri gara-gara Reno Van!" Lanjut Elang lagi.

Geram, Vano maju satu langkah kehadapan Elang sebelum kembali melontarkan kata. Dingin matanya mengunci Elang, mengisyaratkan sebuah kekecewaan.

"Lo salah Lang, Cessa bukan cuman depresi karena Reno, dia udah depresi dari dulu. Dia depresi karena perlakuan kasar orangtua kalian!"

Satu helaan napas panjang Elang kembali terbuang pelan, bising kendaraan disekitarnya bahkan tidak mampu meredam gemuruh dahsyat yang berpusat didadanya.

"Tau apa lo tentang orangtua gue hah? Orang tua gue selalu memperlakukan Cessa baik, mereka juga sayang sama Cessa. Jadi jangan seenak jidat lo nuduh orangtua gue!"

Vano tersenyum remeh, dia benar-benar tidak menduga jika Elang bahkan tidak mengerti Cessa sepenuhnya.

"Lo bego Lang, orangtua kalian dulu selalu nyiksa Cessa, mereka selalu memperlakukan Cessa kasar."

" Berbeda dengan lo... Mereka selalu memperlakukan lo lembut, enggak sama kayak Cessa yang tiap hari harus kena pukulan sama mereka!" Lanjut Vano.

Detik seolah melambat dan suara Vano barusan kembali bergema dikepala, membuat Elang meremat jarinya kuat. Berusaha mengumpulkan kekuatan untuk tetap berdiri tegak. Seingat Elang, orangtuanya memperlakukan sang adik sama sepertinya.

"Maksut lo apa hah? Lo tuh gak pernah tau soal keluarga gue!"

"Lo yang gak tau Lang, Lo yang gak pernah tau soal masalah keluarga lo! Orangtua kalian selalu nyiksa Cessa dibelakang lo, bahkan mereka maksa Cessa buat jual tubuhnya demi kesenangan mereka!"

FIDHEL√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang