Part 16

8.2K 560 7
                                    

Cuaca hari ini sedikit panas, matahari memancarkan sinar nya dengan terang. Sinar matahari lembut berkilauan di antara dedaunan, menembus pepohonan. Menuangkan cahaya kristal di tengah kehidupan, aroma alam murni terasa begitu mendalam.

Saat ini Fidhel sedang berada di sekolahan tepatnya di lapangan. Dia sedang duduk bersama Aska dan Lea di bawah rindangnya pepohonan. Karena pagi ini ada pelajaran olahraga Fidhel sedang bersiap di lapangan bersama teman-temannya sambil menunggu Pak Heri yang tak lain adalah guru olahraga datang.

"Del muka lo pucet gitu beneran mau ikut pelajaran olahraga?" tanya Aska yang sedang duduk bersender di pohon samping Fidhel.

"Iya, lagian muka gue emang aslinya putih gini." jawab Fidhel acuh

"Ck, putih sama pucet tuh beda Del." -Aska

"Lo mending istirahat di UKS aja Del kalo lagi gak enak badan." ucap Lea khawatir karena wajah Fidhel kelihatan sedikit pucat.

"Gue baik-baik aja Ley tenang aja." Kata Fidhel meyakinkan Lea.

Priittt!!

Suara peluit Pak Heri langsung membuat beberapa murid segera berlari untuk baris di lapangan.

Akhirnya mereka bertiga segera berjalan menuju lapangan karena Pak Heri sudah datang. Lapangan olahraga terihat sudah ramai dengan para murid yang sudah berbaris rapi. Fidhel berbaris tepat di belakang Aska agar panasnya sinar matahari tidak langsung mengenainya. Fidhel hanya sedikit takut jika tiba-tiba kepalanya mendadak pusing karena terkena panas matahari. Dia tidak ingin pingsan dan membuat teman-temannya khawatir.

Setelah memastikan semua muridnya berkumpul, Pak Heri memberi intruksi untuk merapikan barisan. Materi hari ini hanya di isi dengan berlari mengelilingi lapangan, sebelum memasuki materi selanjutnya.

"Lo beneran gak sakit kan Del?" tanya Aska yang sedang menunggu gilirannya untuk berlari.

"Gue gak pa pa." Dusta Fidhel kepada Aska. Bohong jika Fidhel tidak apa-apa. Fidhel sedang berjuang mati-matian untuk melawan kanker yang sedang bersarang di dalam otaknya. Fidhel sakit, tubuhnya sedang digerogoti oleh penyakit mematikan itu.

"Lo kayaknya perlu kaca dah Del, muka lo tu udah kek tembok sekolahan, putihhh banget." Aska menekankan kata putih agar Fidhel tidak keras kepala lagi dan mengistirahatkan tubuhnya saja.

"Bagus dong kalo gue putih, berarti gue ganteng gak gelap kek elu." kata Fidhel sambil sedikit tertawa.

"Ish, bawa-bawa fisik lagi." ucap Aska kesal

Fidhel sedikit tertawa melihat raut kesal di wajah Aska. Mendatangkan kembali hangat yang sebelumnya sempat lenyap tersapu mega kelabu. Fidhel memang selalu bisa menyamarkan penderitaanya, kalau sudah begini topengnya pasti akan sempurna, sakit yang dia pendam tidak akan dapat terbaca.

Priitt Priit

"Next" Pak Heri meniup peluit yang menggantung di lehernya untuk memberi instruksi.

Fidhel dan Aska yang sudah mendapat gilirian untuk berlari segera mengambil posisi masing-masing. Pada hitungan ketiga di akhiri dengan bunyi peluit panjang, mereka langsung lari mengelilingi lapangan. Sedangkan Lea sudah mendapatkan giliran lebih awal.

Fidhel berlari tepat di belakang Aska, dada Fidhel terlihat naik turun karena nafasnya sudah ngos-ngosan. Putaran pertama Fidhel masih bisa bertahan, memasuki putaran kedua langkah Fidhel sudah mulai memelan, membuat Pak Heri menyerukan namanya berkali-kali supaya berlari lebih cepat agar dapat mengejar rombongan.

Fidhel sudah berusaha sekuat tenaga untuk mempercepat laju larinya, tetapi pening itu kembali menghantuinya. Kedua kaki Fidhel sedikit gemetar, dia menghentikan langkahnya. Fidhel merunduk dengan tangan kiri bertumpu dengan paha sedangkan tangan kanannya masih mencengkeram kuat kepalanya.

FIDHEL√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang