Chapter 6| First Sight

382 38 1
                                    

Pagi ini Nandyra berangkat lebih awal dibanding hari-hari sebelumnya. Ini adalah hari rabu, yang artinya ia piket hari ini. Padahal jam masih menunjukkan pukul 06.00, sedangkan bel sekolah mereka berbunyi pukul 07.15.

Nandyra pergi ke garasi setelah pamit ada bundanya dan menyambar sehelai roti di meja makan. Ia harus berterima kasih pada bundanya karena belum membangunkan Nayra. Kalian tau kan yang terjadi jika Nayra mengetahui Nandyra pergi ke sekolah dan hanya berbekal sehelai roti? Kira-kira hampir sama dengan kejadian hpnya yang ditahan Nayra haha.

Mobil yang dikendarai Nandyra membelah jalan dengan kecepatan rata-rata, tidak kencang namun juga tidak lambat.

"Bentar, kok gue ngerasa ada yang ketinggalan ya?" gumamnya saat menyadari sesuatu. "Almamater gue!" pekik Nandyra saat sadar apa yang ia tinggalkan.

"Duh, kalau gue balik percuma dong gue berangkat pagi? Apa gue minta tolong Nayra aja ya?" timangnya sembari menyetir.

"Titip Nayra aja deh." putusnya lalu meraih iPhone yang ada di dashboard mobil.

"Nay?" sapanya saat sambungan terhubung.

Terdengar helaan napas keluar dari seberang, "kenapa?"

Nandyra tau, Nayra sedang kesal atau mungkin dalam mode ngambeknya. Namun ia juga tau, sekesal atau sengambek apapun Nayra padanya, Nayra tidak akan membantah ataupun menolak permintaannya.

"Gue boleh minta tolong nggak?" tanya Nandyra.

"Hm."

"Almamater gue ketinggalan, bawain ke sekolah ya? Almamaternya di tempat biasa." pintanya.

"Iya." jawab Nayra.

Nandyra tersenyum mendengarnya, "thanks sist!"

Tidak ada jawaban, panggilan itu terputus seketika. Nandyra hanya terkekeh melihat respon Nayra. Ia berniat meletakkan benda pipih itu di dashboard, sebelum ia mendengar klakson dari arah depan yang membuatnya terkejut. Dengan segera ia menginjak rem, yang menyebabkan dirinya terhuyung ke depan.

Nandyra menghela napas saat tidak ada luka di tubuhnya. Ia bersyukur karena tidak lupa memakai safety belt dan juga karena ia tidak mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Setelah menetralkan napasnya yang sempat terengah, ia turun untuk membantu pengemudi motor yang hampir ditabraknya.

"Duh, sorry ya? Gue bener-bener nggak ngelihat kalau ada lo." ujarnya pada pemuda yang sedang membersihkan jaketnya dari kotoran aspal.

"Lo buta ya? Mending nggak usah bawa mobil deh kalau masih membahayakan pengguna jalan yang lain." sentak pemuda itu.

Nandyra sempat tertegun melihat wajah pemuda itu, ia akui pemuda itu sedikit tampan dengan wajah yang seolah dipahat sempurna oleh Tuhan dan dengan jambul rambutnya itu. Dan Nandyra kembali terkejut saat melihat seragam yang dikenakan pemuda itu.

"Lo, anak Garuda Putih?" tanya Nandyra pada pemuda yang sedang memakai kembali jaket berwarna hitam-biru miliknya.

"Iya." jawabnya, "oh, gue tau lo! Lo ketua osis itu kan?" tanya pemuda itu.

"Iya, gue Nandyra." ucapnya sembari mengulurkan tangannya.

Awalnya uluran itu hanya ditatap oleh pemuda itu, namun saat ia hendak menarik tangannya, tangan pemuda itu malah menjabat tangannya, "gue Alvaro."

Setelah tautan tangan mereka lepas, Nandyra menatap Varo dengan tatapan bersalah, "sekali lagi gue minta maaf. Gue beneran nggak liat lo soalnya." ujarnya canggung.

Possessive Sister [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang