07: Ayo Menyanyi!

381 53 20
                                    

Aku heran sekaligus bingung mau buat apa pada Blaze. Dua hari ini dia terlihat ogah-ogahan beraktifitas. Menyentuh gitarnyapun terlihat tak bernafsu.

Mengesalkan. Aku pun ikut tak bersemangat juga.

"Bisa berhenti main gamenya?" tanyaku untuk ke sekian kalinya kepada Blaze. Tidak pegal kah lehernya duduk terlentang dengan badan disofa dan kepala menggantung?

Mana sambil main hp pula. Kalau aku sudah pusing itu.

"Nggak. Bosan."

"Beli makan lah! Kau tak ingin makan kah?"

"Kau saja please?"

Ku hembuskan napasku pelan, "Malas juga jalan kaki."

"Pakai motornya Hali." jawab Blaze cepat. Ku hadiahi gelengan.

"Motornya Hali terlalu mahal. Bikin khawatir pakainya." Hanya alibi sebenarnya, tapi itu mampu membuat Blaze malarikan matanya ke arahku barang sejenak.

Tidak bohong. Hanya tidak sekhawatir nada bicaraku.

Harapanku, Blaze akan bergerak, mengambil uang dan memilih pergi untuk membeli makan siang.

Faktanya adalah tidak. Dia semakin menyamankan dirinya di sofa.

Teman memang begitu, kata orang. Kalau tidak mengesalkan, tidak seru.

Suara pintu terbanting cukup keras. Tak perlu berbalik, aku tau itu Halilintar. Yang pegang kunci rumahku kan hanya orangtuaku, Blaze, dan Hali.

"Minum dulu sana. Mendidih begitu ku lihat darahmu." usirku. Halilintar langsung menurut.

"Minggir!" Usir Hali balik setelah.. Entah habis apa dia di dapur.

Blaze melirikkan matanya jengah kepada Halilintar. "Sofa masih banyak tau!"

"Kipasnya menghadap sini!"

"Kasih menghadap ke arah lain saja! Lagipun cuacanya dingin. Aku sudah tak butuh kipas!"

Halilintar tetap kukuh tak mau ditempat lain. Ia terus saja mendorong-dorong bahu Blaze agar Blaze menepi. Tidak menguasai satu badan sofa sendiri.

"Pindah!"

"Tak nak!"

Abaikan saja. Keributan itu tak akan berhenti kalau satu diantara mereka tak ada yang mau mengalah.

Dan kekerasan kepala yang dimiliki keduanya tak akan menyingkir dalam waktu sejam. Jadi, keributannya akan terjadi kurang lebih selama sejam.

Lebih baik aku belajar.

"Diamlah kalian berdua." Ku ambil headphone di dalam tasnya Hali dan memasang sebesar-besar mungkin volume musiknya.

Halilintar merebutnya tak berapa lama kemudian. Tentu saja itu membuatku kaget.

"Temanmu menyebalkan!" sungutnya, memilih menyerah dan duduk disisi lain.

"Siapa yang mulai?!" Sindir Blaze.

"Berisik!"

"You too!!"

"Mau makan?" tawarku.

Game online yang tengah heboh kembali menyita perhatian Blaze, "Pesan saja lah. Daripada ribut lagi."

"Memangnya kau mau apa? Nanti ku pesankan nasi goreng malah kau tidak suka. Muncul konflik lagi."

"Aku memang tidak suka nasi goreng. Kenapa mau dipesankan?" bingung Blaze.

"Karena bisa saja saat ku sebutkan daftar menunya kau mengangguk-ngangguk saja. Bilang 'iya, itu saja'. Tapi saat makanannya sampai 'loh.. Kok beli ini Gem?'.." ucapku malas. Menirukan semua ekspresi yang sekiranya akan muncul beberapa jam kemudian.

"Ya sudah, biar aku yang pesan. Mau makan apa?" Blaze mengalah pada akhirnya.

"Yang berkuah mungkin sedap." Panas-panas begini memang enaknya yang berkuah. Ditambah es teh!

Mantappp!

"Ikan bakar saja. Kan ada supnya." saran Halilintar. Ku angguki dengan semangat. Boleh juga, yang jelas ada kuahnya!

"Oke. Itu saja." Bibir Blaze terbuka masih mau melanjutkan pembicaraan sepertinya, "Oh ya, habis makan. Ayo menyanyi! Sudah empat hari belum update soalnya, hehehe.."

"Terserah."

Tidak biasanya Halilintar mau!?

TBC--

[Sstttt---] (BoBoiBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang