1

813 34 19
                                    

Maaf harus mengatakan ini padamu Tari, tapi putramu tidak akan bertahan lebih lama dari seharusnya.

Katakan berapa lama kemungkinannya

Maafkan aku

KATAKAN!

Dua bulan dan tidak akan lebih dari empat bulan.
*
*
*
Sejak saat itu, dunia Tari hancur, Tari seperti dihempas jatuh ke dasar jurang yang dipenuhi batu karang, membuat hidupnya hancur berkeping, hati dan jiwanya perih, dan Tari banyak menangis hari itu.

Rasanya Tari ingin memaki Tuhan karena begitu tega memberikan penyakit di tubuh kecil putranya, kenapa tidak dirinya saja,ah benar, harusnya dia saja, dia akan lebih kuat merasakan sakit yang sama dengan buah hatinya.

Sebagai seorang ibu, Tari memiliki harapan pada putranya, ia ingin melihat Lucio tumbuh sehat dan meraih mimpinya menjadi seorang pilot. Tari ingin melihat putranya bahagia, tumbuh menjadi seorang pria tampan yang akan menikah dan tidak mengulang kenangan buruk seperti miliknya dan Hiro. Sungguh, Tari tidak menginginkan apapun kecuali kebahagiaan Lucio.

Lucio Wibowo, putra kecilnya yang baru berusia 6 tahun, harus berjuang melawan penyakit radang selaput otak yang harus ditanggungnya seorang diri. Penyakit jahat yang menyerang sistem saraf pusat otak serta sum-sum tulang belakangnya, yang mana kedua hal itu menjadi peran utama dalam penurunan kekebalan tubuh putranya yang kini sudah dalam tahap menghancurkan dan menggerogoti bagian vital malaikat kecilnya.

Kini, Lucio harus berbaring di tempat tidur, menjalani segala kemoterapi dan pengobatan yang sudah dinyatakan oleh dokter tidak akan membuat Lucio pulih, namun hanya bertahan dari rasa sakit.

Namun, lihatlah bagaimana putranya menyembunyikan segala rasa sakit dari perihnya alat yang menunjang hidupnya. Lucio sudah memakai slang oksigen di atas hidungnya lengkap dengan infus di tangan kirinya.

Tubuh kecil Lucio sudah kehilangan banyak berat badan, putranya juga tidak diperbolehkan banyak bergerak karena kondisinya yang mudah lelah, bahkan tertawa saja dia akan lelah. Anak lelakinya kesakitan begitu banyak, namun tak sekalipun senyum ceria itu luput dari wajah yang begitu tampan menyerupai sang ayah.

" Hey... Jagoan bunda..."

Tari menghampiri sang putra, Lucio pun menoleh, menatapnya dengan tatapan penuh rasa bahagia, hingga membuatnya rela mengakhiri obrolan dengan sahabat dekatnya, Arga Affandi.

" Jadi, kali ini ponsel siapa yang Cio pinjam?"

Kebiasaan Lucio di pagi hari adalah meminjam ponsel seluruh staff yang mengenal kedua orang tuanya. Tari merupakan dokter spesialis penyakit dalam, sementara ayah Lucio, Hiro Wibowo adalah dokter spesialis bedah umum sekaligus pemilik dan pendiri Columbia Hospital. Jadi, wajar jika Lucio lebih senang berada di rumah sakit, daripada rumahnya sendiri.

" Hehehe... Paman Siwon!"

" Paman Siwon datang kesini?"

" Iya. Paman Siwon membawakanku banyak mainan, agar bisa aku buka ketika pulang nanti.."

" Cio tidak mau buka sekarang mainannya?"

" Tidak, bunda. Kalau di buka sekarang, percuma, karena aku tidak bisa memainkannya. Aku harus di suntik lagi kan?"

Tari tak bisa menjawab, karena sudah kehabisan kata-kata setiap Lucio bertanya tentang penyakitnya. Beruntung, Tari memiliki putra yang sangat pengertian dan tidak pernah memaksanya untuk menjelaskan perihal penyakitnya.

" Jangan cemas, bunda. Cio kuat kok, lagi pula itu hanya terasa seperti gigitan semut.."

Tari menangis, dia memalingkan wajahnya, karena tahu putranya itu tengah berbohong padanya. Tari tahu persis, bagaimana sakitnya suntikan tersebut, karena orang dewasa saja pasti akan berteriak kesakitan. Dan yang di suntik bukanlah lengan tangan, melainkan tulang sum-sum.

" Bunda..."

" Hm... Iya sayang, kenapa?"

Tari mendongakkan wajahnya, agar air matanya tidak menetes membasahi wajahnya, sebelum menatap wajah tampan putra semata wayangnya yang terlihat pucat dan lemas setiap harinya. Lucio lalu mengusap air mata Tari yang di tahan sejak tadi.

" Menangis saja, bunda. Jangan di tahan..."

Benar saja, Tari tak sanggup lagi menahan perih luka di hatinya, merasakan bagaimana tangan dingin Lucio mengusap wajahnya adalah hal yang membuat Tari melemah. Tari menangis sejadi-jadinya di depan sang putra.

Selama 8 tahun pernikahan, Hiro dan Tari terkenal sebagai keluarga yang harmonis, yang selalu menjadikan Lucio sebagai prioritas utama mereka. Namun, semua berubah dua minggu sebelum mereka mengetahui kondisi Lucio yang kritis dan sempat koma. Karena hal tersebut, keduanya kerap bertengkar tanpa tahu jika putra mereka sedang kesakitan. Tepatnya dua minggu yang lalu, saat kondisi Lucio mengalami drop adalah hari yang sama dengan hari dimana Hiro melayangkan surat perceraian pada Tari.

Klik!

Pintu terbuka, seperti biasa setiap jam 11 pagi, Hiro dan dokter spesialis bedah pada anak, Choi Siwon, memasuki ruangan Lucio diikuti oleh beberapa dokter spesialis lainnya, seperti dokter Hira Wibowo, spesialis anak dan kesehatan mental pada anak, serta ibu kandung Hiro yang juga nenek Lucio, Yoelitta Palar.

" Paman Siwon!!"

Sebenarnya Tari terkejut karena orang pertama yang Cio sapa adalah Siwon, bukannya ayah atau nenek kandungnya, karena Lucio tidak begitu dekat dengan ayahnya juga neneknya.

" Hey jagoan, bagaimana? Sudah berhasil menghubugi sahabatmu?" tanya paman Siwon.

" Sudah donk, paman.

To be continued...

Anak Langit (Tears)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang