Bab 5

12 0 0
                                    

"Aku bisa menunjukkan kamar kalian sekarang," kata Prilla pada gadis-gadis itu ketika mereka kembali dari penggilingan debu.

   "Kami punya kamar?" tanya Kate, heran.

   "Tentu saja!" Prilla tertawa. "Memangnya kaupikir kalian akan tidur dimana? Di tanah?"

   Kate takkan keberatan tidur di luar hanya dengan beratapkan bintang-bintang. Itulah sesuatu yang selalu ingin ia coba.

   "Ayo," kata Prilla, "peri-peri bakat mendekor sudah hampir selesai."

   Secercah cahaya terakhir meninggalkan langit. Kate, Mia, Lainey, dan Gabby mengikuti peri-peri itu menuju pohon dedalu menangis besar. Ada cahaya dari bawah dedaunan dedalu, seolah pohon itu berpendar dari dalam.

   Tinker Bell menyibakkan dahan-dahannya, dan gadis-gadis itu melangkah masuk.

   Kate terkesiap. Ruangan itu sempurna. Empat tempat tidur gantung seukuran mereka menggantung dari dahan-dahan pohon. Daun-daun dedalu menjuntai di sekitar mereka seperti tirai. Rumput yang lembut telah dipangkas dengan pola-pola spiral yang indah. Lentera-lentera yang dipasang pada takik-takik pohon itu menyorotkan cahaya lembut.

   Gabby melihat lebih dekat salah satu lentera. Di dalamnya enam kunang-kunang terbang berputar-putar. "Lampu kunang-kunang!" serunya.

   Mia mengenyakkan diri ke salah satu tempat tidur gantung yang telah diisi lumut dan dibungkus seprai sutra, menjadikannya seperti ranjang ayun. Ia mengangkat bantal ke wajahnya dan mengendus. "Aromanya seperti mawar."

   "Itu diisi kelopak mawar," kata Prilla. "Kau suka?"

   "Ini ruangan terindah yang pernah kulihat," sahut Mia.

   Para gadis itu melihat dua tempat tidur gantung mungil di dekat tempat tidur mereka. "Kalian juga tidur di sini?" tanya Gabby pada peri-peri itu, berharap.

   "Tink dan aku punya kamar sendiri di Rumah Pohon," jelas Prilla. "Tapi kami pikir sebaiknya kami menemani kalian, untuk sekarang ini."

   Di dahan lain, Lainey menemukan sebuah baskom yang terbuat dari daun pisang yang dianyan erat. Baskom itu berisi air sejuk dari mata air. Keempat gadis itu membasuh wajah mereka dan menggosok gigi dengan akar manis. Peri-peri bakat menjahit telah menjahitkan mereka baju tidur dari kain flanel. Mereka memakainya dari atas kepala, dan kelembutannya bikin mereka merinding.

   Ketika mereka naik ke tempat tidur, Tink memadamkan lentera dengan mengetuknya untuk mengeluarkan kunang-kunang itu.

   "Biarkan satu yang nyala," kata Mia. "Di rumah, Mami selalu menyisakan cahaya untuk Gabby."

   "Oh!" Lainey terkesiap dan duduk. "Rumah!"

   Hingga saat itu, tidak sekali pun gadis-gadis itu memikirkan orangtua mereka. Tapi sekarang, seolah terbangun dari mimpi, mereka menyadari sudah begitu lama mereka pergi.

   "Ayah dan ibu kami akan kuatir!" kata Mia.

   "Mereka akan marah besar," lanjut Kate, muram.

  "Andai saja ada cara untuk mengirim pesan. Hanya untuk memberitahu mereka bahwa kami baik-baik saja," kata Lainey.

   Tink, yang memeriksa sayap Gabby, mendongak. "Prilla bisa mengantarkan pesan," katanya.

   "Betul—aku bisa mengedip ke sana! Oh, Tink, kau pintar sekali," kata Prilla.

   Tink mengangkat bahu dan kembali memperhatikan sayap Gabby. Ia waswas ketika Gabby menanggalkan dan menggantungnya ke sebatang ranting. Tapi sekarang ia melihat sayap itu terbuat dari kain dan kawat. Sama sekali bukan sayap peri asli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Never Girls(10)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang