2

6.2K 517 10
                                    

Kelasku selesai beberapa menit lalu, aku cukup beruntung karena tidak terlambat tadi—nyaris. Setidaknya aku tidak harus menambah daftar masalah hari ini.

Karena merasa tidak ada urusan lagi, aku berniat segera pulang, well tidak juga. Aku akan pergi ke supermarket membeli keperluan bulananku yang hampir habis.

Di koridor, mahasiswa lain sibuk berbisik-bisik tentangku, sebenarnya aku tidak peduli jika suara mereka sedikit lebih pelan. Jelas aku akan menjadi topik hangat minggu ini mengingat adegan drama, di mana Sasuke menggandengku—setidaknya itulah yang ada dipikiran mereka.

Menjadi bahan gunjingan sudah aku alami sejak berkencan dengan Sasuke—idola kampus bermarga Uchiha. Tampan; mapan; menawan. Ada yang ingin menambahkan? Oh mungkin satu lagi, emosian dan dangkal  dan yang pasti menyebalkan. Oke itu mungkin lebih dari satu. Lupakan.

"Sakura!" Seseorang meneriakan namaku membuatku berpaling ke sumber suara.

"Sasori-senpai!" sapaku, pria bersurai merah ini adalah seniorku, kami dekat karena ia pernah menjadi tetanggaku selama setahun sebelum akhirnya pindah ke Suna.

Dari sekian banyak teman laki-lakiku, Sasori-senpai adalah alasan mengapa Sasuke sering cemburu tidak jelas dulu, sekarang? Kan sudah mantan.

Padahal di antara kami tidak ada hubungan yang seperti Sasuke tuduhkan.

"Lama tidak melihatmu, kau baik-baik saja?" ucapnya sambil tersenyum.

Perempuan lain pasti sangat terpesona dengan wajah imutnya, tapi itu tidak berlaku untukku karena hingga saat ini yang mampu membuatku terpesona adalah Sasuke, duh kenapa mengingatnya lagi sih?

"Ya aku baik-baik saja, trims"

"Kau dapat salam dari nenekku."

"Nenek Chiyo? Bagaimana kabarnya?"

Sasori memutar bola matanya malas, "Siapa lagi nenekku?" aku tertawa "Dan kabarnya baik, kalau ada waktu mainlah ke rumah." aku mengangguk sebagai balasan.

Setelah basa-basi tadi, kami berpisah di lobi perpustakaan. Aku tetap pada rencana awalku—berbelanja.

Namun sayangnya ini tidak akan menjadi mudah, sejak suara itu terasa tepat di belakangku.

"Sudah dapat pengganti eh?" entahlah Sasuke terdengar marah, mungkin karena kejadian tadi atau karena aku ngobrol dengan seniorku.

"Well, aku cepat sembuh. Trims." Ucapku sambil berlalu meninggalkannya.

Seperti yang bisa ditebak ia mencekal tanganku dan menarikku ke mobilnya sekali lagi. Oh ini tidak lebih baik, sayangnya aku terlalu lelah untuk berdebat. Pikirku, kami mungkin bisa bicara dan menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.

Aku langsung masuk ke mobilnya saat ia membuka pintu. Tanpa bicara ia melajukan mobilnya entah kemana. Selang beberapa menit ia menepikan mobil dan menatap ke arahku—membuat jantungku berdetak lebih cepat. Aku belum melupakannya, ingat? Lama bersama Sasuke tak lekas membuatku terbiasa.

"Mengapa kau tidak mengangkat telponku?"  Dia memaksaku menuruti keiinginannya, hanya karena itu?

Tidak ada kewajiban untuk selalu mengangkat telpon dari mantan kan? Tapi mana berani kuutarakan, "Kepalaku pusing melihat layar ponsel" jawabku akhirnya.

Sasuke itu ibarat lie detector dan aku pembohong yang payah. Jadi sebisa mungkin aku berkata jujur.

"Mengapa kau lari dariku tadi?"

"Aku ada kelas" aku memandang lurus ke depan, menghindari sepasang onyx yang menatapku intens.

"Tatap aku saat sedang bicara!" nadanya mulai meninggi, "Apa yang kau bicarakan bersama si setan merah itu?"

"Bukan urusanmu." Sergahku.

"Jelas urusanku, kau berkencan padahal baru putus denganku?"

"Aku tidak tau ada semacam pantangan untuk itu" Aku menghembuskan napas jengah dan menatapnya, "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" ia terlihat gelagapan, "Aku lelah Sasuke, kau mengira aku tidak cukup mencintaimu, kau meminta hubungan ini berakhir, aku turuti. Selanjutnya apa?"

Mati-matian aku menahan air mata. No more tears! Cukup kemarin, tidak untuk hari ini maupun hari-hari setalah ini. Tissue di rumah sudah habis, aku belum belanja karena Sasuke sialan ini. 

Tidak ada percakapan lagi setelah itu, Sasuke mengantarku pulang. Untung saja hari ini aku tidak membawa mobil. Moodku sudah terlanjur buruk untuk sekadar belanja. Malamnya aku menagis lagi. Sialan, aku tidak mengharapkan ini. Bertemu Sasuke terasa seperti obat rindu tetapi juga menyakitkan. Akan lebih baik jika kami tidak lagi bertemu atau saling mengacuhkan. Itu akan mempercepat proses move on ku.

.
.
.
😍🤗🤗

Broke upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang