3

6K 491 13
                                    

Besoknya aku tidak ada kelas, peluang bertemu sasuke nol persen, itu melegakan. Kuputuskan untuk bersih-bersih flatku yang lebih mirip kapal pecah. Kapal Tittanic yang karam terasa lebih baik dari ini. Tengah hari nanti aku mengagendakan makan siang bersama Ino, well temanku memang banyak tapi sahabatku hanya Ino seorang.

Rencananya kami akan bertemu di restaurant pusat kota. Namun sebelum itu, aku ke supermarket dulu membeli beberapa kebutuhan yang kemarin tertunda dan memastikan tidak ada halangan lagi.

Aku bekerja sambil menyetel lagu Shout to My Ex milik Little Mix, lagu itu keren. Mungkin aku akan menjadikannya lagu favorit selama beberapa waktu kedepan.

Pekerjaanku beres, semua sudut ruangan tampak rapi dan bersih. Ketika memastikan penampilanku oke, dengan sweater putih dan celana jeans panjang, terdengar bunyi bel dan ketukan pintu. Tanpa merasa ganjil aku langsung membuka pintu,

"Bukannya kita janjian—" itu bukan Ino tapi mantan terindahkku "—Sasuke?"

"Hn." Tidak ada raut lain selain wajah datar yang melekat padanya. Oke apa yang harus kulakukan? Mungkin setelah ini aku akan melihat buku panduan bagaimana memperlakukan mantan yang mencampakanmu—kalau ada. Dia memindai tubuhku dengan intens.

"Ada apa?" ia terlihat akan bicara namun aku lebih dulu melanjutkan, "mengambil jaketmu? Tunggu sebentar akan aku ambilkan." Aku bergegas mengambil jaketnya di kamar, tidak mempersilakannya masuk namun membiarkan pintunya terbuka. Itu pilihannya mau masuk atau tidak.

Untung saja jaket ini sudah kucuci, aku mengucapkan salam perpisahan pada benda mati berbahan kulit tersebut. Ketika aku kembali Sasuke duduk di sofa, pemandangan yang sering kulihat setiap ia  main ke flatku saat kami masih baik-baik saja.

"Ini jaketmu," aku menyodorkan jaketnya yang langsung diterima, "terima kasih." Aku masih tau tata karma.

Ia mengangguk masih tetap dalam posisi semula, tidak ada niatan untuk beranjak, "Kau akan kencan dengan setan merah itu?" selidiknya.

Aku mendengus lalu duduk di depannya, "Bukan urusanmu, kita sudah putus. Aku single kalau kau lupa." "dan namanya Akasuna Sasori, bukan setan merah!" aku sengaja membuatnya cemburu sebagai pembuktian apakah dia—

"Jangan pergi dengannya!"

—masih mencintaiku.

Well, ini hanya praduga, tapi aku terlampau senang. Jujur saja, tiga tahun adalah waktu yang cukup untuk mengenali Uchiha Sasuke, mempelajari bagaimana saat ia cemburu, sedih atau senang. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan di perutku dan itu bukan hal baik. Tekadku untuk move on akan berakhir dengan wacana.

"Aku tau namanya, aku hanya tidak peduli." Lanjutnya.

"Kau serius akan pergi?"tanyanya lagi saat aku diam saja, dari suaranya jelas ia keberatan.

"Tidak ada alasan untuk tidak pergi." Aku bangkit dan bersiap pergi.

"Kau mencampakan tamumu?"

"Aku dicampakan mantanku, tapi aku baik-baik saja," Sindiran yang bagus bukan? "jadi kurasa tamuku juga akan baik-baik saja dicampakan olehku."

Wajahnya sedikit terkejut beberapa saat, "Kau tidak akan bisa keluar selangkahpun dari sini." Ucapnya mendesis tepat di depanku.

"Kenapa tidak? Silakan kalau kau mau tetap di sini. Anggap saja rumah sendiri" aku berjalan keluar.

Belum sampai selangkah tanganku dicekal. Aku bertanya-tanya, apakah ini hobi barunya setelah kami putus—mencekal tanganku, lalu mendudukanku secara paksa.

"Aku akan mengikatmu seharian dengan tali agar kau tidak bisa kemana-mana, termasuk kencan dengan setan merah itu!"

Aku melihat kesungguhan dibalik ancamannya, dan ini bukan pertanda bagus tentu saja. Oke aku mulai sedikit takut dengan itu, sejauh yang kuingat Sasuke benar-benar tidak suka dibantah dan cenderung nekat.

"Aku tidak akan kencan, aku ada janji dengan Ino, kau puas?" jengkelku sambil berdiri.

"Bohong." Tukasnya.

"Terserah, aku tidak butuh kepercayaanmu. Toh kau juga tidak percaya denganku." Aku puas dengan diri sendiri, entah ini baik atau tidak tapi yang jelas, kemampuan menyindirku semakin meningkat.

Dan entah bagaimana ceritanya, Sasuke berakhir ikut denganku, lebih tepatnya memaksa ikut.

Aku sedikit keberatan sebenarnya, dia membuat jantungku tidak bekerja normal.

Kami berbelanja semua yang kubutuhkan, ini terlihat seperti sedang kencan. Sasuke mendorong troli disampingku dan mengikutiku menyusuri rak-rak bahan-bahan makanan dan seterusnya.

Ia memaksa membayar belanjaanku, si kasir sampai bingung karena perdebatan kami. Akhirnya aku mengalah karena antrian semakin panjang, ibu-ibu mulai mengomel di belakang—bukan salah mereka sih. Toh tidak ada ruginya bagiku, malah aku sebagai pihak yang diuntungkan disini.

Setelah itu, kami pergi ke restaurant tempatku dan Ino janjian. Aku mendahului Sasuke yang tengah memarkirkan mobilnya. Di jam-jam istirahat seperti ini memang penuh pengunjung.

Bisa kulihat Ino duduk sambil melambaikan tangan ke arahku. Namun dia tidak sendiri seperti ucapannya tadi malam.

"Sakura, maaf Sai memaksa ikut." Kata Ino penuh penyesalan saat aku menghampirinya.

"Hey jelek, tidak masalah kan aku bergabung?" panggilan Sai kepadaku tidak berubah, mungkin tidak akan pernah berubah.

"Tidak apa-apa" kata suara di belakangku.

"Sasuke?!" Ino terkejut, "Ah, double date! Kupikir kalian—"

Aku menyela ucapan Ino, "Kalian sudah pesan sesuatu?"  aku duduk memposisikan diri di depan Ino, sedangkan Sasuke di depan Sai.

Kami memesan menu yang berbeda sesuai selera. Sambil menunggu pesanan tidak ada yang memulai pembicaraan, situasi menjadi canggung. Ino asik dengan ponselnya, Sai mengamati pacarnya. Sedangkan atensi Sasuke terpusat padaku membuatku gugup.

Ino memberi kode untuk mengecek ponsel yang langsung kulakukan.

From: Ino-Pig

Kau mengajaknya? Kalian balikan?

Aku segera mengetik pesan balasan,

To : Ino-pig

Dia memaksa ikut. Kami tidak balikan, belum mungkin. Aku tidak tau.

Belum sempat Ino membalas pesanku, makanan yang kami pesan datang. Dan bertepatan dengan itu, seorang gadis berambut pirang, yang kuketahui bernama Shion menyapa Sasuke.
.
.
.

🤗🤗

Broke upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang