Lie; 4 : pendapat yang berbeda

97 20 31
                                    

***

Hidup bersama Mingi selama 22 tahun tidaklah mudah, terkadang ada aja gejolak aneh yang muncul tiba tiba setiap kali aku melihat wajahnya. Namun tak ada yang bisa aku lakukan setelahnya, Mingi sudah tumbuh dewasa begitu juga dengan diriku.

Ia sudah memiliki wanita idamannya dan mereka hidup bahagia. Bahkan belakangan ini Mingi selalu membicarakan tentang pernikahan kepadaku, ia bercerita tentang bagaimana ketika di masa depan ia dan Soojin membangun rumah tangga bersama.

Mungkin aja dia bakalan main bersama anak anaknya, menciptakan keharmonisan di keluarga tersebut.

Aku berharap, aku di posisi Soojin, mungkin aku akan mencap diriku sebagai wanita yang paling bahagia.

Andaikan semudah itu.

***

"Mirae, aku pergi dulu sebentar, tolong jaga rumah." Mingi memasang jaketnya, mengambil kunci motornya, lalu bersiap siap untuk memasang sepatunya.

Mirae menaikkan satu alisnya. "Kemana?"

"Menjenguk Soojin."

Mirae hanya mengangguk paham. "Oke, hati hati di jalan."

Gadis itu menyaksikan kepergian Mingi dari ia memasang sepatu, lalu menyalakan mesin motor besarnya dan pergi, menghilang dari pandangan Mirae.

Motor besar Mingi merayap di tengah jalan raya dan mengeluarkan suara knalpot yang memekakkan telinga.

Sampai Mingi tiba di rumah Soojin, ia memarkirkan motor besarnya di halaman depan rumah Soojin. Mingi melepaskan pelindung kepalanya lalu memasuki rumah kekasihnya itu.

Tok tok tok.

Pintu dibuka oleh ibunya Soojin, ekspresi dari sang ibu sangat aneh, ia malah terkejut melihat kedatangan Mingi, bukankah seharusnya ia bangga bahwa kekasih anaknya datang untuk menjenguk?

"Selamat siang bibi, Soojinnya ada?"

Wanita tua itu masih menunjukkan ekspresi yang sama, seakan ia tidak menerima Mingi sebagai tamu di rumahnya. Tetapi ia harus bersikap normal supaya tidak memunculkan kecurigaan.

"Ah iya, Soojinnya ada, Song Mingi kan ya?"

Mingi tersenyum. "Iya bi, saya pacar anaknya bibi."

"Iya bibi tau, ayo masuk."

Lain diucap, lain dihati. Itulah ibunya Soojin, dari awal kenal Mingi, ia memang tidak menyukainya semenjak Soojin memperkenalkan Mingi kepada keluarganya, terutama status Mingi yang sudah tidak mempunyai keluarga lagi, dari sejak ia berumur sembilan tahun hingga sekarang, Mingi di besarkan dan di rawat oleh tetangganya yaitu keluarga Choi atau keluarganya Mirae.

Wanita tua itu menuntun Mingi ke kamar Soojin.

"Soojin-ah, Mingi datang." Ibunya Soojin membuka pintu lebih lebar supaya Soojin bisa melihat keberadaan Mingi.

Matanya membulat. "Mingi."

"Hai sayang."

Mata mereka bertemu, Mingi menatap Soojin dengan iba karena ia terbaring di tempat tidurnya dengan proses pemulihan dari sakitnya.

"Mama tinggalin kalian berdua." Ibunya Soojin menutup kembali pintu kamar Soojin.

"Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?"

"Lagi pemulihan." Soojin bangkit dari tidurnya. Mingi berjalan mendekati Soojin.

Ia duduk di ujung tempat tidur Soojin, lalu meraih tangannya untuk di genggam. Ia merindukannya.

"Aku kangen."

Soojin terkekeh. "Aku cuma sakit biasa kok, biasa aja kali."

Mingi mempoutkan bibirnya. "Gimana gak khawatir, kamu sakitnya aja tiba tiba." Soojin membuat senyuman simpul. "Kemarin, Yunho ngerawat kamu? Kenapa?"

Soojin sedikit tersentak, ia bingung harus menjawab bagaimana.

"Yaa, dia temanku, dia juga sahabatmu." Soojin menggantungkan ucapannya. "Memangnya kenapa sih? Aku juga gak keberatan dia mau ngerawat aku, jadi selama dia mau membantu aku, aku fine fine aja."

Mingi mempercayai perkataan Soojin. Tak berselang lama, ibu Soojin memasuki kamar Soojin dengan tangan yang kerepotan membawa makanan.

"Ah maaf menganggu."

Mingi berdiri lalu membantu wanita tua itu. Namun ia menolak.

"Tidak perlu, ini tidak seberapa, kamu tolong ambilkan minuman aja di dapur."

Mingi tersenyum. "Baiklah." Ia pergi meninggalkan kamar Soojin dan berjalan menuju dapur.

"Nak, ada yang mau mama omongkan."

"Apaan ma?"

Ibu Soojin duduk di tepi tempat tidur anaknya itu, sembari menggenggam tangannya.

"Kamu, serius mau sama dia? Kenapa gak Yunho? Lagian Yunho kan udah dekat sama keluarga kita, dia kenal sama keluarga kita begitu juga dengan keluarga dia." Soojin terdiam, ia hanya menyimak perkataan ibunya itu.

"Mama gak mau, kalo misal kamu nikah sama Mingi, nanti anak kamu gak bakalan tau bagaimana keluarga ayahnya, mereka gak bakalan tau bagaimana rupa dan sifat kakek neneknya. Mama tau Mingi orangnya baik, ramah, tapi coba kamu pikirkan lagi, ini demi kebaikan kamu, demi masa depan kamu."

Tidak ada respon dari gadis itu.

"Mama mau kamu memilih Yunho."

"Mama mau kamu menikah dengan Yunho."

Setelah sekian lama terdiam, Soojin akhirnya menjawab, "ma, Soojin perlu waktu."

Ibunya Soojin hanya tersenyum, ia menenangkan gadisnya itu.

Tanpa di sadari oleh keduanya, Mingi sudah berdiri lama di luar, menguping pembicaraan antara ibu dan anak itu. Ia hanya terpaku. Pikirannya bercampur aduk.

Saat ini, ia benar benar ingin berkelahi bersama sahabatnya itu, tetapi Yunho tidak ada salah apa apa kepadanya, dan Mingi pun juga tidak ada hak untuk marah besar kepada Yunho.

Ia sadar, bahwa kekurangan selalu di pandang sebelah mata.

Tim Yunho Soojin angkat tanganTim Mingi Soojin juga angkat tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tim Yunho Soojin angkat tangan
Tim Mingi Soojin juga angkat tangan

Aku tim hore hore saja 🌚🌝

[✔︎] 𝐒𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬[𝐎𝟐]-𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐋𝐢𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang