[END] Lie; 10 : live a life

129 17 17
                                    

***

Pesta pernikahan masih berlanjut hingga sore tiba, suasana di pantai sambil menikmati senja dan juga deruan air laut yang kencang beserta semilir angin yang sejuk. Semuanya bahagia. Termasuk kedua pengantin baru yang sedang menikmati pesta pernikahan mereka di pantai tersebut.

Berbeda dengan Mingi, ia memilih untuk tidak bergabung di keramaian melainkan menyendiri di bibir pantai dengan tuxedo hitam mewahnya, ia berdiri memandang laut yang luas dan juga senja yang turut menemaninya, kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, anak rambutnya pun disapa oleh semilir angin yang sejuk, sepatu hitam yang ia kenakan ia biarkan air laut membasahinya.

Saat ini Mingi sedang berpikir bagaimana ia akan melanjutkan kisahnya lagi?

Ia seakan tersesat di jalan kehidupan tak tau arah, seakan tak ada siapapun yang akan menuntunnya ke jalan yang seharusnya.

Apakah ini akhir hidupnya? Tidak, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Masih banyak hal-hal baru yang sedang menanti kehadirannya.

Sudah sekitar satu jam setengah Mingi mengasingkan diri dari keramaian pesta pernikahan, saatnya ia kembali kepada keramaian tersebut dan menikmati separuh hidupnya.

Mingi berbalik dan didapatinya seorang gadis yang sedari tadi sedang menunggunya untuk berbalik. Gadis tersebut duduk di atas pasir sambil memandang ke arah yang sama seperti apa yang Mingi pandang.

"Mirae, kamu ngapain disini?"

Gadis dengan dress putihnya itu mendongak melihat wajah Mingi.

"Aku sedang memandang apa yang kamu pandang selama satu jam setengah."

Mingi tertawa kecil, ia rasa Mirae tak selama itu terduduk di belakangnya dengan melakukan hal yang sama.

"Lucu banget."

Mingi menghapuskan niatannya untuk kembali ke keramaian dan memilih untuk ikut serta duduk di sebelah Mirae.

"Selanjutnya apa?" Mirae membuka suara. Mingi tidak membalas dan hanya terdiam.

"Kurasa aku akan menjalani hidup normal kembali, kamu tau, mencari pekerjaan, membantu ibu, atau bahkan membangun usaha."

"Dasar pengangguran." Mirae meledek.

Mingi melirik ke arah Mirae dengan tatapan tidak terima. "Wow, jaga mulutmu nona, kamu tidak akan tau aku kedepannya akan seperti apa." Keduanya saling tertawa.

Mirae menghela napas. "Aku suka momen ini, kamu ingat? Dulu saat kita masih kecil, sore hari ibu selalu mengajak kita bermain di pantai, dan ketika kita sudah beranjak dewasa, sibuk dengan jalan dan pilihan masing-masing, kita jadi jarang bermain ke pantai, berdua saja."

"I miss that."

"Aku paling suka melihatmu berlari di bibir pantai bermain dengan air laut, sementara aku hanya bisa menyusulmu dari belakang. Melihat senyuman kebahagiaanmu membuat semua rasa lelahku seakan sirna, seperti pengobat rasa lelahku."

"Sejak saat itu aku mulai menyukaimu."

"Namun semenjak kamu memutuskan untuk ke jenjang yang lebih serius, aku selalu melihat perjuanganmu dari belakang, dari cara kamu membelai Soojin, menabung demi membelikan cincin, menanyakan keadaannya setiap saat, dan juga pantang menyerah meminta restu kepada kedua orang tua Soojin."

"Padahal sudah di tolak beberapa kali tetapi kamu masih keras kepala. Sangat lucu."

"Aku bahkan berharap, aku bisa di posisi Soojin, aku tidak peduli jika tidak di restui yang penting aku bisa hidup bersama orang yang ku cintai selamanya."

Tanpa di sadari olehnya, air mata Mirae meluncur membasahi kedua pipinya. Namun Mingi yang sedari tadi menyimak cerita dari Mirae membuat ia berpikir sejenak.

"Saat itu kamu merasa sangat yakin bisa melamarnya, tetapi sekarang, bagaimana perasaanmu?"

Mirae bertanya, lalu di balas oleh Mingi dengan senyuman tulusnya.

"Nggak semuanya yang pernah terkait itu bisa menyatu. Aku kayaknya terlalu sibuk ngejar sesuatu yang awalnya kukira itu memang bahagiaku. Sampai lupa sama kamu yang selama ini masih mencoba untuk membuatku bahagia."

"Dengan atau tanpa Soojin, aku harap dia juga menemukan kebahagiaannya disana."

"Emangnya kamu udah ngerelain Soojin?" Tanya Mirae.

"Siapa sih yang bisa melepaskan sesuatu dengan sebegitu cepatnya? Tapi aku sekarang sadar kalau Soojin memang bukan takdirku." Jawab Mingi dengan sedikit terkekeh.

Mirae tertawa kecil, ia mengusap air matanya.

"Lalu cincin itu, akan kamu apakan selanjutnya?"

Mingi kembali melirik ke Mirae, hingga Mirae tersadar bahwa tatapan yang Mingi berikan kepadanya sangat berbeda.

"Kurasa aku tau ini akan tertuju kepada siapa."

Mingi mengelurakan kotak cincin kecil dari saku celananya, lalu di arahkannya kepada Mirae yang masih tidak percaya akan omongan Mingi.

"Percayalah, aku tau siapa takdirku."

Mirae terkejut tidak percaya, ia menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya, air matanya kembali mengalir tanda bahagia. Keduanya saling berdiri.

Mingi terkekeh, ia segera meraih tubuh kecil Mirae lalu di peluknya sembari mengelus pelan kepalanya.

"Udah jangan nangis, dasar cengeng."

"Apasih!" Mirae memukul pelan dada Mingi.

"Haha, maaf aku gak ngelirik kamu lebih jauh." Mingi mengecup pucuk kepala Mirae, lalu turun ke keningnya.

Mingi mengecup cukup lama sampai membuat Mirae merasa tersipu malu.

Diantara jutaan mimpi dan tujuan, tidak semuanya harus di kejar, kadang ada juga yang harus di lepaskan, dan di lupakan, juga di relakan untuk pergi

Diantara jutaan mimpi dan tujuan, tidak semuanya harus di kejar, kadang ada juga yang harus di lepaskan, dan di lupakan, juga di relakan untuk pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aaaaaa selesai juga short series kedua 😭😭
Suka banget huhu :"

Maaf kalo misalkan agak nge cringe atau merasa ga nyambung dari awal sampai akhir atau terlalu banyak dramanya :"

Tenang aku ngerjain ini ga mungkin lupa sama work yang lain, cuma ga ada ide aja 😚

Makasih yang udah setia membaca short series aku 😚😚

[✔︎] 𝐒𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬[𝐎𝟐]-𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐋𝐢𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang