5. Kak Arion.

163 31 5
                                    

Hujan masih saja belum berhenti padahal sudah jam dua siang. Arkan harus mengingatkan dirinya lain kali untuk membawa payung. Langit sedari tadi diam saja, tidak membuka obrolan maupun berbicara, suasana amat canggung. Arkan ingin mengajak berbincang sebetulnya, tetapi takut jika Langit merasa terganggu. Maka dari itu Arkan putuskan untuk diam, menunggu Langit membuka mulutnya.

Langit menatap Arkan yang terlihat sedang melamun. Walaupun bola mata itu menunjukkan kekosongan, tetapi Langit mengerti Arkan bosan. Ia menepuk pundak Arkan, membuat sang pemilik pundak terkejut.

"Kenapa Arion?" Sejenak, Langit tertawa pelan karena ekspresi Arkan. Ia kemudian menjawab, "tunjukkan saya di mana rumah kamu, biar saya antar pulang." Arkan mengernyitkan dahinya— bingung. Kan masih hujan, bagaimana mengantarnya?

Dengan kekehan kecil yang keluar dari mulutnya, ia berujar, "kita tembus saja hujannya, bagaimana? Menurut saya hujannya nggak akan berhenti dalam waktu dekat. Sekarang saja masih deras begini." Arkan balas dengan sebuah anggukan dan senyum kecil. Jika terus-terusan memaksa menunggu, bisa-bisa mereka pulang ke rumah jam empat sore. Arkan berdiri dengan bantuan tongkatnya juga dengan bantuan Langit. Langit menggenggam tangan Arkan sembari mengambil jas yang ia sampirkan di bahu Arkan untuk melindungi kepala Arkan dari derasnya hujan.

Langit lupa bahwa ia juga memiliki kekurangan.

Mereka menembus hujan dengan tertawa sesekali, merasa kalau mereka kembali seperti anak-anak yang bahagia hanya karena mandi hujan seperti ini. Entah kenapa Langit senang melihat wajah bahagia teman barunya itu.

Saat sampai di rumah Arkan, ia mengucapkan terima kasih kepada Langit, dibalas dengan usakan lembut di rambut Arkan. Sebelum Arkan masuk ke dalam rumahnya, ia ingin mengembalikan jaket Langit yang masih bertengger di kepalanya. Namun Langit menolak, ia bilang, "kalau kamu mau pakai, pakai saja. Lagipula saya bisa beli yang baru. Sekalian untuk kenang-kenangan, dari saya."

Karena Langit tahu, mungkin saja ia hanya bisa bertemu Arkan beberapa kali lagi. Itupun jika Tuhan mengizinkan keduanya bertemu kembali.

"Arkan, saya mau minta sesuatu boleh?" Arkan mengangguk menjawab pertanyaan Langit. Mereka tadi sempat saling bertukar tanya di perjalanan menuju rumah Arkan. Ternyata, Langit lebih tua dari Arkan.

"Senyum satu menit untuk saya, boleh?" Arkan kembali mengangguk. Bibirnya mulai menunjukkan senyum kotak khasnya buat Lqngit ikut tersenyum saat menatapnya. Waktu seakan berhenti, keduanya sibuk dalam momen singkat yang akan terpatri abadi.

Walaupun Arkan tidak dapat melihat bagaimana wajah Langit, yang pasti ia tahu bahwa Langit adalah sesosok laki-laki yang baik hati.

"Terima kasih, sekarang masuk Arkan. Nanti kamu sakit berdiri lama di sini, apalagi sedang hujan." Arkan tersenyum tipis.

"Iya, kak Arion. Kakak juga cepat pulang sana." []

HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang