02. Pahit

23 10 0
                                    

Semua terlihat gelap hingga akhirnya mata gue ke buka.

"Nia! Akhirnya elu bangun, bisa habis gue kalau lu enggak bangun-bangun!"

"Apaan sih lu Wan, semua ini gara-gara siapa coba!"

"Ya sorry, nanti gue tratktir deh."

"Enggak mau! Sudah minggir gue mau ke kelas," ucap gue sembari mengambil tas dan berjalan keluar UKS.

Awan buntuti gue yang membuat gue mengumpat dalam hati.

"Lu jalan duluan gih." Gue menghentikan langkah, mempersilahkan Awan berjalan duluan.

"Kenapa enggak bareng sih?" Celetuknya datar.

"Gue malas lu banyak musuh sama fansnya sih," jawab gue sambil ngerucutin bibir.

"Hahaha, lu cemburu?"

"Idih, najis. Ngapain gue cemburu sama elu!"

"Enggak apa-apa kok Nia, kalau lu enggak mau ngaku," jawabnya dengan tatapan miris kegue.

"Sesuka lu," ucap gue kesel.

Gue jalan berlainan arah dengan Awan, meniatkan diri untuk bolos ke kantin langganan, dari pada kena semprot guru.

"Eh, mau kemana lu!" Tanyanya dengan suara lantang.

"Gue mau bolos, absenin yah," ucap gue sambil ngelambain tangan.

"Etdah baru 3 bulan masuk, malah bolos!"

"Bodo amat!!"

Kadang gue juga heran, kenapa murid baru seperti gue ini bisa lebih nakal dibanding dengan preman sekolah macam Awan.

Sebenarnya gue takut juga sih kalau ketahuan Kak Bima.

Biarlah sekarang yah sekarang, nanti yah nanti.

Batin gue dalam hati.

Waktu sampai di kantin. Gue liat si Langit duduk manis di kantin langganan gue.

Enggak ada murid lain di sana selain kita berdua!

Dengan sebisa mungkin gue hindari tatapan kontak dengannya. Kemudian memesan beberapa roti serta kopi pahit favorite gue.

"Heh, anak mana lu. Berani juga bolos," ucapnya belagu.

Gue cuman diam nungguin kopi yang hampir jadi.

"Woi, lu tuli yah?" Lanjutnya lagi.

Kopinya sudah jadi, dan secepat kilat gue bayar dan lari ninggalin dia yang masih ngeracau enggak jelas.

Napas gue ngos-ngosan saat  tiba di tempat persembunyian favorite gue.

"Lama amat sih elu," ucap Awan yang sudah mengambil posisi ternyaman di tempat persembunyian gue.

"Astajim!! Lu ngapain di sini sih? Bikin kaget tahu, gue kira lu tadi setan!!"

"Setannya biasa aja, enggak usah ngegas."

"Gimana enggak ngegas, lu mirip sama setan gitu kok!" jawab gue sewot.

"Astagfirllah. Nyebut Nia, atau mau gue bacaain yasin??"

"Alah tahu ah, malas gue ngeladenin lu! Geser dikit sana, gue juga mau duduk," ucap gue sambil meletakan tas, kopi serta roti di atas meja.

Tempat persembunyian gue ini bisa dibilang bekas gudang lama sekolah yang sudah gue sulap jadi markas.

Awalnya enggak ada yang tahu markas gue kecuali Awan, yang waktu itu lagi nyari tempat buat istirahat setelah tawuran.

Gue yang waktu itu kaget dengan kehadiran Awan, langsung berlari keluar menuju kelas, dan waktu pulangan akhirnya dia nemuin gue dan nanya-nanya tentang gue.

Self Talk [TAMAT/BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang