04. Rahasia

12 7 0
                                    

Setelah puas menangis dan menunggu agak lama akhirnya kakak gue jemput. Dia berulang kali mengucapkan kata maaf kegue dan Awan.

"Maaf, tadi Kak Bima ninggalin kalian. Kakak buru-buru soalnya...," Kak Bima menghentikan perkataannya dan melirik sekilas ke Awan.

"Soalnya kenapa Kak?" Tanya gue penasaran.

"Bokap... masuk rumah sakit Nia...,"

"Apa! Kenapa bisa!!" Gue histeris.

"Sekarang Nia ikut kakak pulang yah?"

"Pulang ke luar pulau? ke rumah keluarga besar? Tapi Nia udah nyaman netap di sini...," ucap gue merengut.

"Nia enggak mau jagain Bokap??"

"Nia mau! Ayo berangkat Kak Bim!"

"Awan, lu balik sendiri yah," ucap Kak Bima pada Awan.

"Oke, tapi... kapan Nia bakal balik ke sini??"

"Sekitar 2 minggu, lu tunggu aja Nia pasti balik kok."

Awan mengangguk dan mendekat ke gue dia berkata pelan.

"Hp lu, pinjem bentar sini."

"Buat apa??" ucap gue sambil nyerahin tuh Hp.

"Kontak gue yah bocah, bye." Setelah mengatakan hal itu Awan menjauh dari gue dan berjalan keluar parkiran.

"Kak Bim, ayo berangkat."

"Oh, ayo, Dek."

Kami berangkat malam-malam dan sampai di rumah keluarga besar saat pagi menjelang.

"Tan, ayah udah di bawa pulang ke rumah??" Tanya Kak Bima dengan sangat sopan,-tepat di depan gue.

"Loh, memangnya ayah sakit apa sih, Kak?" Kak Bima ngelirik ke gue terus ngelirik lagi ke tante gue.

"Ayah kena kanker stadium 2 Nia...,"

Gue terdiam.

"Ayahmu terlalu sering berada di daerah yang terdampak radioaktif. Tubuhnya sudah sampai batasnya," ucap tante.

Gue masih diam.

"Dek, sekarang kita lihat ayah yuk," ujar Kak Bima ke gue.

Kak Bima mapah gue ke kamar bokap.

Bahasa baku di rumah keluarga besar adalah peraturan yang tidak tertulis. Jadi jangan heran kalau gue manggil ayah atau bokap toh sama saja artinya.

"Ayah...," ucap gue lirih saat sudah berada di kamar bokap.

"Nia..., kamu sudah balik, Nak."

"Iya. Nia udah ada di sini jadi ayah harus cepat sembuh ya...," Gue memaksa seutas senyuman manis.

"Enggak Nia. Waktu ayah tinggal sedikit lagi." Bokap melirik ke arah nyokap yang dari tadi duduk di sebelahnya.

"Bim. Ayo kita keluar dulu," ucap nyokap sambil senyum ke gue.

Kak Bima nurut dan jalan sama nyokap keluar, ninggalin gue yang masih bingung.

"Nia, selama ini ayah mengerjakan sebuah proyek penelitian. Tapi proyek itu berhasil dicuri dan ayah mohon kamu ambil kembali proyek itu..., atau sesuatu yang buruk akan terjadi."

Setelah mengatakan hal tersebut nafas bokap mulai tersendat-sendat. Gue panik dan manggil-manggil orang.

"Tolong siapa saja!!"

Dorr!!

Gue berhenti meminta pertolongan dan menoleh ke bokap. Gue lihat peluru telah bersarang di tubuhnya.

"Ayah..., enggak! Ayah harus bangun!! Ini enggak adil!! Ayah bangun!! Bangun!!"

Gue jerit-jerit enggak jelas setelah melihat tubuh bokap yang bersimbah darah karena peluru. Iya peluru yang entah dari mana asalnya.

"Nia!! Ayah!!" Kak Bima baru masuk kamar. Dia panik liat gue jerit-jerit.

"Nia,tadi kakak dengar ada suara tembakan kamu enggak apa, kan?" Kak Bima megangin tubuh gue yang gemetar sedari tadi.

Kepala gue pusing banget dan tiba-tiba aja semua jadi gelap dan samar. Gue tumbang.

☘☘Holaaa jangan lupa vomentnya( kalau baca_-) yah😉 karena tulisan ini jauh dari kesan baik 😅



Self Talk [TAMAT/BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang