Bel telah berbunyi, ketika kami telah sampai di sekolah.
"Lu sih, gue telatkan ..., tanggung jawab!" ucap Nia setelah turun dari atas motor.
"Yee, lu kan yang telat bangun," jawab Awan sambil jalan ninggalin gue.
"Awan!!" Teriak gue geram karena di tinggal di belakang.
"Apa?? Sini cepat." Awan narik tangan gue dan kami pun bersembunyi di balik tiang depan pintu masuk sekolah.
"Kenapa sih?" ujar gue pelan karena Awan terlihat sangat serius.
"Ada BK! Diam dulu," jawab Awan dengan tetap memegang erat tangan gue.
Nafas gue bergerak enggak teratur, naik turun. Rasanya di sini panas banget, sampai-sampai muka gue mungkin jadi memerah.
"Huft ..., kita selamat, Nia. Guru Bk nya lagi nyamperiin anak yang telat kayak kita juga tadi." Awan membalikan badan dan melepas tangan gue.
"Sorry," ucapnya sambil menutupi mulut serta hidungnya dengan satu tangannya.
"Iya, ya udah kita buruan masuk, nanti guru BK nya keburu balik ke sini lagi." Gue nunjuk ke arah guru BK yang tengah mengintrogasi siswa yang telat.
"Ayo! Gue hitung sampai 3 kita lari ke arah kelas yah."
"Roger!!" balas gue dengan ancang-ancang siap berlari.
"1 ...," ucap Awan, yang langsung gue potong.
"3!!"
Gue lari ninggalin Awan di belakang. Tampaknya Awan sedikit terkejut, terlihat dari wajahnya yang melongo saat gue lari ngelewatin dia.
Dengan nafas tersenggal-senggal gue akhirnya sampai di dalam kelas. Gue langsung duduk begitu mengetahui, guru yang belum datang.
"Kenapa, lu telat?" tanya Nick yang duduk di depan gue.
"Iya, Awan enggak bener tadi naik motornya," jawab gue asal-asalan.
Selama beberapa saat Nick terdiam, hingga akhirnya dia natap mata gue dan berujar,
"Besok-besok. Gue yang bakal jemput lu, Nia."
Gue terdiam sesaat, mencoba untuk mencerna perkataan Nick barusan. Memang Nick akhir-akhir ini selalu dekat dengan gue, tapi gue enggak mikirin soal perkataannya yang ini.
"Oke, lu bisa jemput gue kapan pun lu mau," jawab gue setelah menimbang-nimbang agak lama.
"Ehehe. Oh, iya lu sudah ngerjain pr??"
Gue yang semalaman bergadang tidak mendengarkan apa yang barusan diucapkan oleh Nick. Mata gue rasanya berat banget.
Nick memandang gue sebentar kemudian merogoh isi tasnya.
"Buat lu," ucap Nick sembari menyerahkan permen rasa cabai pedas.
Tanpa sempat bertanya lebih jauh gue langsung rampas itu permen, dan memakannya. Awal-awalnya memang enak, namun lama-lama gue jadi kepedasan.
"Akhhh, pedes banget, Nick!" Gue mengibas-ngibas muka gue dengan buku untuk menurunkan suhu tubuh yang terus meningkat akibat permen cabai ini.
"Minum air ini dulu." Nick menyerahkan botolnya yang isinya tinggal separuh.
Gue sambar botol tersebut, dan meminum airnya hingga habis.
"Maka...,sih." Gue tergagap sebentar karena baru bisa berpikir jernih.
Inikan botolnya Nick, dan airnya tadi juga sudah tinggal setengah .... akhh first kiss gue!!
Gue meracau enggak jelas di dalam hati, hingga Awan masuk dari pintu kelas.
"Hoi! Berani-beraninya lu ninggalin gue!" ucap Awan sambil jitak kepala gue.
"Eheheh, soal itu ..., yah .... gimana yah?" jawab gue mencari-cari alasan.
"Gimana apanya? Bedebah, kau!" Awan mengomel-ngomel kegue hingga akhirnya bel istirahat berbunyi.
Gue narik napas lega ketika Awan berhenti menghujat gue. Selama jam kosong tadi waktu gue kesita hanya untuk mendengarkan hujatannya!
"Eh, Nia lu mau ke kantin bareng gue enggak??" tanya Nick setelah membereskan buku-bukunya yang berserakan di depan gue.
"Gue enggak mau, masih ngantuk .... lagian kenapa semua buku-buku lo ada di meja gue sih," jawab gue sewot.
"Dengerin hujatan Awan bikin gue semangat, sih." Nick tertawa lepas setelah mengatakan hal tersebut, dan kemudian menatap ke arah gue.
"Lu ngapain begitu?" ucap gue ketika Nick enggak ngalihin pandangannya dari gue.
"Lomba tahan pejam," balas Nick semangat.
Plakkk
Gue pukul kepala Nick pakai buku di depan gue, dan kemudian berdiri mengajaknya ke kantin.
"Ayo, ke kantin."
"Ha?" Nick mandang gue seakan enggak percaya atas hal yang gue ucapin tadi.
"Lu enggak mau? Yah sudah, gue duluan."
Dari langkah kakinya gue tahu Nick buntutin gue dari belakang. Senyum merekah di bibir gue, ketika Nick memanggil nama gue.
"Nia!" teriaknya dari jarak beberapa meter.
"Iya, kena-" belum sempat nyelesain kalimat, Nick dorong gue hingga jatuh ke lantai.
Brukkk
Bunyi hantaman kami berdua begitu keras. Usut punya usut ternyata Nick mau nyelamatin gue dari vas bunga yang jatuh dari lantai atas."Nick!" teriak gue histeris ketika melihat darah yang mengalir deras dari kepalanya.
Nick mencoba untuk tetap tersadar dan mengatakan suatu hal ke gue.
"Nia .... akhirnya gue ingat semu-" Nick tidak sempat menyelesaikan kalimatnya dan terpejam tenang di pengkuan gue.
"Nick! Bangun Nick jangan nakut-nakutin gue. Gue enggak mau kehilangan lo lagi!" Gue histeris melihat darah yang semakin banyak menggenangi pakaian kami berdua.
Beberapa guru serta murid mulai berdatangan. Mereka menggotong Nick menjauh dari gue, dan beberapa anggota PMR memapah gue menuju UKS.
"Nia! Lu enggak kenapa-napakan?" ucap Awan yang baru saja datang nyamperin gue.
"Awan ... Nick ..., mana Nick tadi!" Gue ngamuk mencoba melepaskan diri dari beberapa orang yang mencoba nahan gue, untuk tidak pergi.
"Tenang, Nia! Lu kayak begini juga enggak bakal bikin Nick sembuh. Coba lu ingat-ingat dulu kenapa kalian bisa sampai kejatuhan Vas besar tadi?"
Gue mencoba mengingat-ingat kejadian yang baru gue alamin tadi dan sepertinya gue melihat sesosok gadis yang sendirian dari lantai atas tadi.
"Ada seorang perempuan tadi," jawab gue.
Dengan keadaan pakaian kotor darah, gue langsung lari menuju lantai atas dan berpapasan dengan seorang siswi di balkon tempat vas tadi terjatuh.
"Putri! Jangan-jangan ... lu," kalimat gue terpotong-potong mencoba menepis praduga yang menyesatkan.
"Kenapa bukan lu yang mati sih! Seharusnya lu yang mati! Gue enggak terima kakak yang paling gue sayangi mati karena lu!" bentak Putri dengan air mata yang terus mengalir.
"Mati?" Tatapan gue kosong memandang Putri yang terus menangis.
"Iya, dia baru saja dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit! Saat di bawa dengan ambulance napasnya berhenti berhembus!"
Gue mundur beberapa langkah hingga menghantam pagar pembatas balkon lantai 4 ini.
"Heh, mendingan sekarang lu temanin kakak gue di akhirat sana!" ucap Putri sambil berlari ke arah gue dan mendorong gue melewati pagar pembatas.
Selama beberapa detik gue ingat semua kenangan gue dengan Nick, dan hingga akhirnya tubuh gue menghantam lantai dengan sangat keras.
Dengan tubuh gue yang sekarat, gue bisa lihat Nick yang tengah menanti gue di ujung jembatan indah. Dia tersenyum manis, melihat kehadiran gue, tangis gue sudah tidak dapat terbendung dan akhirnya kami pun bersama-sama selamanya.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Self Talk [TAMAT/BELUM REVISI]
Non-FictionKehidupan gue jadi kacau, karena lu buat plot cerita gue berantakan!!