Sebuah Tamparan

11 0 0
                                    

Entah kenapa hari itu aku merasa jadi seseorang yang sangat hancur karena kedua orang tuaku tidak mengizinkan aku buat melanjukan kuliah di perguruan tinggi yang aku inginkan dari dulu. "Za, makan dulu ayo nak". Suara bapak yang mencoba merayuku untuk keluar kamar, karena setelah obrolan tadi aku mengurung diri di dalam kamar.

"Sayang, aku bisa minta tolong anterin aku foto copy enggak ?". Pesan singkat dari rani itu pun membuyarkan semua lamunanku.
"Sekarang ?"
"Iya sekarang sayang"
"Iyaudah aku siap-siap dulu habis itu langsung ke rumahmu".

"Mau kemana kamu Za ?" Tanya ibuk kepadaku, tapi aku tidak menjawabnya dan langsung mengeluarkan motor dan berangkat ke rumah Rani.

"Kamu kenapa ? Kok dari jemput aku dirumah sampai sekarang mukamu ditekuk terus sih"
"Lagi males saja sama orang rumah"
"Ada apa sih ?"
"Gapapa kok"
"Kamu yang bilang sendiri loh ya kalau ada apa-apa harus terbuka satu sama lain"
"Iya iya, jadi gini Aku keterima di salah satu perguruan tinggi di yogyakarta yang pernah aku ceritain ke kamu ituloh, tpi aku enggak di bolehin kuliah di sana sma ibuk karena alasannya jauh dan gaada biaya, kan aku masih ada tabungan trus aku disana bisa cari kerja juga kan."
"Iya mungkin ibuk itu gamau kamu jauh jauh dari ibuk karena kan kamu satu-satunya anak cowok yang bisa jagain beliau saat bapak kerja, sayang"
"Tapi..."
"Sudah, turutin aja kemauan ibuk siapa tau itu yang terbaik buat kamu"
"Kamu itu sama aja kayak keluargaku, gapernah peduli apa yang aku cita-citakan sedari dulu"

"Za ? Hei ?, kamu kemana aja sih ? aku cariin dari tadi"
"Ada apa ?
"Kamu kenapa tadi kok langsung pergi aja gitu ?"
"Udah lah, aku males bahas itu"
"Iya deh iya"
"Kamu foto copy sebanyak ini buat apa ?"
"Aku di terima di universitas yang aku inginkan dari dulu, Za"
"Oohh, bagus lah kalau gitu. Selamat ya sayang" pelukan hangatku pun aku hadiahkan buat Rani yang sangat beruntung bisa masuk ke Universitas impiannya.

*krrriiiinngggggg* bunyi telfon pun membuyarkan obrolanku dengn rani. Ternyata telfon itu dari temanku si Ramdhan yang mau mengajakku untuk keluar nantik malam.

*toookk toookkk toookkk*
"Ehh, udah kerumah aja lo, Dhan"
"Udah, ayo cepetan"
"Mau kemana sih kita ?"
"Cari cewek lah pastinya, hehehehe"
"Tapi lagi males keluar gua Dhan"
"Hei, gua tau lo lagi ada masalah makannya gua mau ajak lo keluar buat sedikit ngeringanin masalah lo"

Malam itupun terasa sangat biasa saja tidak seperti biasanya, apa semesta pun tau kalau hatiku lagi kacau malam ini.

"Lo ada apa sih Za ?
"Gua enggak di izinin buat kuliah di jogja"
"Ohh, masalah itu toh"
"Iya, padahal itu kan cita-citaku dari dulu"
"Gua disini bukan mau membeli orang tua lo atau ikut-ikutan buat ngelarang lo pergi ke jogja, gua tau kalau itu cita-cita lo buat kuliah disana tapi lo juga tau enggak udah berapa cita-cita orang tua lo yang enggak bisa terwujudkan dan itu juga demi lo Za"
Akupun langsung tertunduk dan merasakan panasnya tamparan dari kata-kata Ramdhan itu.
"Asal lo tau Za, gua juga di terima kerja di Palembang tapi enggak aku ambil Za, karena gua sadar kalau orang tua gua semakin lama meraka semakin tua dan pastinya yang mereka butuhkan itu bukan uang kita tapi sosok kita lah sebagai anak bisa jagain mereka ZA"

Ucapan Rani dan Ramdhan itupun sama-sama menamparku dan meruntuhkan semua tembok egoku yang kokoh. Seharusnya aku sadar kalau saat ini aku sudah dewasa dan sudah kewajibanku lah untuk menjaga dan merawat kedua orang tuaku seperti mereka merawatku dulu sewaktu aku kecil.

Ibu,
Maafkan aku yang terkadang masig membuat hatimu hancur
Maafkan aku yang belum sepenuhnya memeluk dirimu saat kau butuh aku
Maafkan sikapku dan perlakuanku
Yang kadang menodai ketulusan dirimu
Bapak,
Kau adalah luka-luka yang terpaksa disembunyikan
Kau adalah sepasang perih yang harus kau tanggung sendirian
Kau adalah jiwa yang menjadikan manusia yang memanusiakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lelaki KardusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang