Kepingan 8 - Telepon Genggam

52 4 0
                                    

Di zaman beginian, telepon genggam atau HP menjadi salah satu penemuan teknologi yang berguna buat kehidupan umat manusia. Seperti uang yang memiliki dua sisi, teknologi juga demikian. Ada kalanya dia bermanfaat dalam membantu kehidupan sehari-hari. Tapi dia juga bisa digunakan sebagai sarana kriminal.

Nah, yang ingin aku bicarakan adalah, apa jadinya kalo HP digunakan dalam kasus membenahi sistem pendidikan Indonesia yang kacau-balau? Secara pribadi, aku belum tau. Mungkin kalo aku udah nanya ke temen-temen yang lainnya aku akan mendapatkan pencerahan. Setidaknya, ada satu orang yang aku bisa percayai untuk masalah ini. Dia juga pelaku dari kasus peretasan tersebut. Lelaki itu, pasti.

***

Setelah menyaksikan acara tersebut, kami semua hanya terdiam. Namun, karena makanan di atas meja udah habis aku dan kak Tira diminta untuk membersihkannya. Setelah semuanya beres kami berdua segera masuk ke kamar.

"Menurutmu gimana? Tentang acara barusan." Tanya kak Tira.

"Aku sih setuju-setuju aja. Lagian di sekolahku udah banyak hal aneh dan ketidakberesan dalam berbagai hal di bidang pendidikan. Itu menurut aku. Kalo Kak Tira sendiri gimana?" aku memberikan opini.

"Dengan pengalaman dua tahun mengajar di pedalaman kakak hanya mempelajari sebuah fakta. Bahwa masyarakat di Indonesia akan lebih memahami pelajaran, jika tidak diberikan dengan cara yang biasanya. Liat apa yang kakak lakukan di sana. Kebanyakan mainnya daripada dikasih teori mulu, bikin kepala pusing tau. Dulu, kakak pernah ngantuk banget pas mapel sejarah wajib. Untungnya gak sampe ketiduran. Tapi di mapel fisika, kakak bener-bener bosen karena isinya teori semua, jarang praktek. Paling jauh ya cuma ngitung berbagai rumus."

"Kalo pendapatku ya kak, Indonesia itu kebanyakan perubahan. Menurut yang aku pelajari dari sosiologi, masyarakat belum bisa beradaptasi dengan perubahan tersebut namun keburut terjadi perubahan baru. Fenomena itu disebut kekagetan budaya atau culture shock."

"Rito, apa kamu punya gagasan atas siapa yang melakukan semua ini? Kamu setuju gak apabila kita melakukannya sekarang juga?"

"Maksud Kak Tira, kita berdua harus melakukan deduksi pemikiran dan berusaha untuk menemukan pelakunya, bukankah begitu?" Aku mengerjapkan mata penuh arti.

"Betul sekali. Walaupun sejujurnya aku cukup sedih dengan kondisi Indonesia saat ini. Korupsi ada di mana-mana, rakyat telantar masih banyak, lemahnya penegakan hukum, pendidikan belum merata, ketimpangan sosial, aku prihatin dan berusaha untuk memperbaiki secara pelan-pelan. Makanya, sejak kuliah dan mengajar itu kakak belajar banyak hal. Apapun yang bisa kupahami, aku pelajari secara mendalam. Sebagai akibatnya, aku mengetahui banyak hal dan merangkainya satu-satu."

Malam itu, dengan iringan lagu dari RADWIMPS yang berjudul Grand Escape dan dua cangkir matcha serta makanan manis khas Jepang yang dimakan untuk menghilangkan rasa pahit dari matcha, diskusi kami terus berlanjut hingga jam 10 malam.

***

Setelah kejadian rekaman suara itu, satu bulan berikutnya Indonesia selalu diteror oleh serangan dari hacker. Entah layanan masyarakat yang diubah sesuai keinginan si hacker tersebut, atau iklan di TV sering diubah-ubah. Bahkan, sejam sebelum pelantikan presiden baru periode 2019-2022, acara TV pernah digunakan si hacker untuk mengampanyekan propagandanya sendiri. Para pejabat kementerian panik dan berusaha menggagalkan tayangan tersebut. Untungnya acara tersebut bubar persis sebelum acara pelantikan presiden dan wakilnya.

Di Jakarta pernah terjadi pemadaman listrik dalam waktu yang cukup lama. Semua itu karena dia. Hanya satu hari pemadaman listriknya. Tapi apa akibatnya? Persis seperti saat itu, ketika Kominfo menonaktifkan jaringan internet di seluruh Indonesia. Kepanikan yang besar segera melanda Indonesia. Untung saja saat itu tidak terjadi chaos. Hanya saja masyarakat resah dan melakukan komplain kepada PLN atau pemerintah setempat.

Entah karena serangan hacker itu atau bukan, yang jelas kondisi perpolitikan di Indonesia berubah 180 derajat. Kadang-kadang, intensitas serangannya bervariasi. Bisa meningkat, atau bisa juga menurun. Berdasarkan pola yang kami amati, dalam sehari bisa terjadi satu serangan. Kalau dia benar-benar memiliki kesempatan besar, maka akan ada dua serangan dalam satu hari.

Setiap kali terjadi serangan, kami bertiga akan berkumpul. Aku, Kak Tira, dan Clara, akan membicarakannya di kafe yang ada di rooftop apartemen. Walaupun suasananya mungkin agak terlalu ramai, tapi dengan latar pemandangan kota Jakarta secara penuh, bisa membuat kami nyaman dalam membicarakan hal tersebut.

***

"Pertama, kita harus yakin kalo pelaku kejahatan adalah seorang hacker. Tak perlu diragukan lagi, kecerdasannya dalam menggunakan komputer serta programming membuatnya disegani di seluruh negeri." Kataku membuka diskusi.

"Kita juga harus percaya bahwa tidak ada hacker berusia tua, kecuali dia adalah pemimpin dari suatu grup kayak yang ada dalam film "Now You See Me 2" atau kelompok terbesar di dunia, Anonymous." Clara menimpali.

"Kira-kira, untuk ngelakuin semua itu, butuh jaringan internet kayak gimana?" Kak Tira bertanya.

"Yang biasa-biasa aja udah cukup kok. Selama ada internet, dia akan bekerja sesuai perintah." Kataku menjawab.

"Clara, apa kamu bisa ngelakuin programming di HP?" Tanya Kak Tira.

"Aku gak bisa ngelakuin itu. Yang pernah aku pelajari di ekskul pas SMP, seringnya lewat komputer. Aku bahkan gak yakin kita bisa nge-hack lewat HP." Clara menjawab.

"Okay. Kalo demikian, kita simpulkan bahwa dia hanya menggunakan laptop atau komputer biasa." Kataku menengahi.

"Sekarang, aplikasi yang lazim digunakan dalam programming di laptop adalah Command Prompt. Aplikasi standar, pasti semua komputer ada. Gak mungkin gak ada. Biasanya, dipake buat jalanin diagnostik secara berkala, atau mengecek profil dari komputer tersebut. Teknik yang lazim digunakan dalam memilih target adalah menggunakan alamat IP korban." Clara menimpali. Dia memang pernah belajar komputer selama setahun. Setelahnya dia pindah ekskul, menjadi anggota paduan suara. Karena di gereja, dia merupakan anggota kelompok choir.

"Aku tau! Mengecek alamat IP kan?! Dulu aku pernah ngeliat gimana caranya pas barengan ama temenku. Teknik itu juga berguna untuk melumpuhkan jaringan komputer dari jarak jauh. Tapi ya itu tadi, syarat utamanya perlu internet." Aku berseru hingga berdiri.

"Sst! Rito! Kamu tu berdiri sampe diliatin beberapa orang. Bikin malu tau gak?" Kak Tira berusaha mengingatkanku agar aku kembali duduk.

"Ups, maaf." Aku menyengir.

"Jam berapa sih sekarang? Anjir! Udah jam 10 ternyata! Tidur yok. Besok hari apa sih? Kita berdua masuk sekolah kan Rito?" Clara kaget sekaligus panik.

"Tenang, kamu bangun jam 12 siang aja gak akan ada yang marahi kamu kok." Ucapku dengan santai.

"Eh? Jadi besok itu hari Sabtu ya? Sumpah, aku beneran lupa. Makasih ya Rito, udah ngasih tau aku." Clara akhirnya bersyukur dengan lega.

"Sama-sama."

***

Dalam perjalanan turun menuju kamar masing-masing, di dalam lift kami malah sibuk menanyai keseharian Kak Tira ketika berada di daerah pedalaman sana. Mulai dari makanan khas, cara hidup, adat-istiadat setempat, bahkan upacara khusus saat kelahiran dan kematian serta pernikahan.

"Kak, di sana kalo mau nyari internet gimana?" Clara memberanikan diri untuk bertanya.

"Ya harus pergi ke kota. Karena kebanyakan hutan dan air, kami harus bepergian dengan perahu. Kalo cuaca sedang bagus, perjalanannya hanya butuh waktu dua setengah jam. Kalo cuaca buruk maka bisa nyampe empat hingga lima jam. Diiringi badai serta wilayah perairan yang tidak stabil, itu menyulitkan perahu untuk tetap berada di jalurnya."

"Lalu materi untuk mengajar anak-anak di sana gimana?" Kali ini aku yang bertanya.

"Kan itu, udah dikasih sejak pembekalan dari sini. Jadi kita tinggal mengajarkannya saja kepada mereka. Lagipula, semangat belajar mereka tetap tinggi walaupun tinggal di daerah terpencil."

"Begitu ya." Kataku manggut-manggut mengiyakan ucapan kakakku. Dan percakapan kami terus berlanjut hingga kami tiba di lantai 8.

Revolusi PendidikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang