Kepingan 5 - Rendezvous

58 4 0
                                    

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah aku mendapat kejutan besar. Di ruangan saat jam 4 sore belum ada siapa-siapa kecuali aku. Tanpa kuduga ada seorang perempuan berkerudung yang duduk membelakangiku. Bagaimana mungkin orang ini bisa masuk ke dalam ruangan? Di ruangan hanya ada aku yang barusan pulang. Tampaknya, setelah mendengar bunyi sepatuku dia langsung menoleh.

"Hei, barusan pulang ya?" tanya orang itu.

"Kak Tira?" ujarku kaget.

"Hai.... Udah lama gak ketemu ya?"

"Alhamdulillah baik.... Ke mana aja kamu selama ini? Dua tahun menghilang, gak ada kabar, nomer HP gak aktif. Kami kira kamu hilang."

"Kenapa itu semua berawal dari dua tahun yang lalu?"

"Kenapa?"

"Waktu itu kan aku bilang, 'Aku mau pulang ke kampung halaman'. Benar begitu?"

"Dan saat itu aku nanya 'Emang kamu punya kampung halaman?' Abis, perkataan kamu waktu itu bikin kaget."

"Gapapa kok. Jadi gini, dua tahun lalu, setelah lulus kuliah, aku ngeliat program 'Indonesia Mengajar'. Setelah aku baca rinciannya, aku tertarik dan mengikuti tes untuk menentukan apakah aku layak atau tidak untuk menjadi guru. Dan, program itu mengharuskan kita sebagai guru untuk mengajar di pelosok daerah. Makanya, aku gak bisa dihubungi ama kalian. Lagi pula, di sana nyaris gak ada sinyal internet apalagi listrik. Untuk mendapatkan internet, kakak harus pergi ke kota yang butuh waktu 5 jam."

"Emang Kak Tira ditempatkan di daerah mana?"

"Di Kalimantan sana, hidup berdampingan dengan suku Dayak Kenyah."

"Hah? Jauh amat."

"Itulah tantangannya. Tidak boleh pulang ke kota asal sebelum mengajar selama dua tahun."

"Trus kenapa bohong ke kami?"

"Maaf ya. Aku pengen memberi kejutan buat kalian. Aku dapet informasi mengenai kalian sekeluarga dari Kemendikbud loh. Ya itu, gara-gara Bapakmu dapet penghargaan, makanya aku bisa nemu kalian walaupun udah pindah kota."

Oke, seperti penjelasan di atas, Kak Tira adalah kakak angkat bagiku. Malam itu, saat hujan deras dan kami sekeluarga baru saja pulang dari luar kota, secara tidak sengaja aku melihat ada anak perempuan yang meringkuk di halte. Dia kedinginan dan tampaknya berusaha untuk menghindari tempias air hujan karena tidak memiliki jaket atau ponco.

Aku memberitahu Bapakku untuk menepi. Di sana, kami mengajak anak itu untuk pulang bersama kami. Dalam perjalanan, kami sekeluarga memutuskan untuk mengadopsinya. Namanya itu merupakan nama yang diberikan oleh Ibuku, Tira Fauzia. Dia ingat kalau dia udah lulus dari SMP. Makanya dia lebih tua 2 tahun dari pada aku.

Setelah kejadian itu, kami sekeluarga sepakat untuk mengangkat dia sebagai anggota keluarga kami. Artinya, karena dia telah melupakan asal-usulnya sejak lama, maka ia berhak mewarisi nama besar keluarga kami, yaitu Soemartani. Dalam silsilah pohon keluarga, dia dimasukkan dalam generasi keempat dalam keluarga kami. Padahal anggota keluarga besar kami cukup banyak. Dihitung mulai dari eyang buyut, mbah kakung, mbah putri, cucu, cicit, om, tante, dan masih banyak lagi.

Selama hidup bersama kami, aku dan dia sangat dekat seperti saudara kandung. Makanya kami memiliki kesamaan hobi yaitu menonton anime. Karenanya, dia bisa berbahasa Jepang seperti aku. Dua tahun yang lalu, kami masih tinggal di Semarang. Baru bulan berikutnya kami pindah ke Jakarta. Sebelum kami pindah, saat itulah Kak Tira memutuskan untuk pulang kampung.

Revolusi PendidikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang